SABUROmedia, Salahutu Malteng — Program Pemerintah Pusat  menjadikan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) dan New Port yang  berimbas pada pembebasan lahan di tiga Dusun di Desa Waai yakni di Dusun Batu Dua, Batu Naga dan Ujung Batu  mengundang keprihatinan dari Himpunan Pelajar Mahasiswa Maluku – Sulawesi Tenggara (Hippmast) Wilayah Maluku.

Plt Ketua Hippmast Wilayah Maluku, La Ode Jainal., SH.I  dalam rilisnya kepada media ini, Sabtu, (9/1/2022) walaupun mengapresiasi program Pemerintah Pusat tersebut, tetapi meminta supaya rakyat tidak dikorbankan.

Secara gamblang La Ode Jainal menyatakan,  tujuan LIN dan New Port adalah untuk kesejahteraan rakyat dan menambah pendapatan daerah serta mengurangi angka pengangguran, tetapi Pemerintah tidak boleh melakukan penggusuran rumah Masyarakat yang ada di lokasi tersebut sebelum adanya  lokasi tempat tinggal baru untuk relokasi .

” Saya menilai, belum ada transparansi dalam hal penganggaran pelaksanaan perijinan, masterplan, AMDAL, serta penyusunan studi kelayakan biaya kompensasi ganti rugi tanah secara keseluruhan, ” ungkapnya.

Untuk itu La Ode Jainal mengusulkan,  supaya masyarakat yang terkena imbas proyek tersebut mengadukan persoalan ini ke pihak terkait yakni Ke Komnas HAM, Ombudsman dan DPRD Maluku.

 

Menurut La Ode Jainal,  penolakan terhadap relokasi atau penggusuran bukan berarti penolakan terhadap pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah, pasalnya pembangunan itu harus melibatkan partisipasi warga dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

” Yang paling penting dalam proses relokasi atau penggusuran adalah partisipasi warga dan proses musyawarah dengan warga harus dilakukan dengan baik oleh Pemerintah,  namun hal itulah yang justru sering diabaikan  oleh Pemerintah, ” urai Advocad muda ini.

Karena penggusuran dengan paksaan akan menimbulkan kemiskinan struktural, Karena orang-orang yang lahannya dirampas justru akan terjebak dalam jurang kemiskinanan, apalagi di masa pandemic covid-19.

Dari informasi yang dihimpun, pembangunan LIN dan New Port memang merupakan salah satu proyek strategi Nasional, seperti yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, tetapi pada prinsipnya proses pembangunan infrastruktur dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) bisa berjalan beriringan.

La Ode Jainal, mengungkapkan,  Pemerintah seharusnya melihat kembali kovenan internasional tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya yang telah disahkan menjadi Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2005 oleh DPR dan Pemerintah RI, namun pada kenyataannya selama ini proses relokasi maupun penggusuran yang dilakukan Pemerintah tidak pernah mempertimbangkan  kovenan tersebut sebagai acuan.

Menurutnya, Perserikatan Bangsa- Bangsa, sudah menganggap penggusuran paksa sebagai kejahatan HAM yang serius, karena pada proses penggusuran maka terjadi pelanggaran HAM yang berlapis dimana tidak hanya terjadi perampasan hak atas tanah dan bangunan tetapi juga hak asasi kesehatan, hak asasi identitas, bahkan hak asasi pendidikan.

Plt Ketua Hippmast Provinsi Maluku ini menegaskan, meski saat ini Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah memang sedang gencar melakukan proses pembangunan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun, pemerintah juga harus selalu memperhatikan dampak pembangunan tersebut.

Dimana,  dalam penggusuran harus mengacu pada perintah umum konvenan internasional tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya,  yang pelaksanaannya yang tertuang dalam general command nomor 4 tentang hak atas tempat tinggal yang layak,  dan nomor 7 tentang hak atas tempat tinggal yang layak.

La Ode Jainal menyatakan, pemberian uang ganti rugi harus  sesuai dengan nilai tanah atau rumah yang digusur  sesuai dengan prinsip HAM, karena masalah ganti rugi sebenarnya tidak hanya soal ganti rugi secara fisik, tapi ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam ganti rugi atas suatu penggusuruan tersebut.

“ Jika ini, ganti rugi  Pemerintah yang tidak penuhi secara baik, dan ada anggapan bahwa  ketika kehilangan fisik tanah atau rumah, gantinya adalah tanah atau rumah atau uang senilai biaya tersebut ,maka masalah sesungguhnya  tidak sesederhana itu, ” urainya.

La Ode Jainal menandaskan, jika Pemerintah Pusat maupun Daerah ingin bergerak cepat dalam proses pembangunan infrastruktur, Masyarakat  harus juga  diajak untuk ikut terlibat dalam proses pembangunan itu .

Pasalnya, keterlibatan Masyarakat dalam proses pembangunan, justru bisa memberikan dampak positif, dalam  mengurangi biaya untuk pembangunan, terutama  ganti rugi.

Hippmast Provinsi Maluku ini juga meminta,  agar Pemerintah tidak  tidak membenturkan rakyat, dengan aparatur atau kebijakan yang merugikan rakyat, karena seharusnya rakyat diberi pemahaman dan semestinya pembangunan LIN dan New Port tidak berbenturan dengan HAM, malah menyengsarakan sebagian masyarakat kita, tutupnya. (SM-NK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *