Oleh :
Harmin Samiun
SABUROmedia — Sistem demokrasi yang dibangun dalam ketatanegaraan Indonesia, membuka ruang kebebasan bagian sebagian masyarakat ikut andil dan mewarnai percaturan politik lima tahunan baik dalam pemilihan legislatif, presiden serta pemilihan kepala daerah melalui instrumen partai politik. Situasi itu memudahkan partai politik melakukan transaksional pembiayaan operasional partai pada saat tawar menawar rekomendasi bagi pihak tertentu yang bargaining position.
Tentu hal itu dianggap wajar dalam prespektif politik kekuasaan disaat partai memiliki sumber pendanaan terbatas. Keadaan demikian membuka kesempatan bagi aktor politik untuk menderaif keuntungan yang besar dalam hal finansial jika menang dalam perhelatan pemilu.
Namun kemenangan itu jika tak dikelola secara proporsional dalam menempatkan posisi diri baik legislatif, birokrasi pemerintahan pusat maupun daerah menjadi bumerang. KPK salah satu lembaga supermasi hukum yang indevenden mengusulkan kenaikan anggaran parpol, disambut gegap gempita oleh fraksi DPR RI sebagai mitra pemerintahan merespon usulan itu dengan mengusulkan anggaran parpol sepuluh kali lipat atau sepuluh ribu ( Rp, 10.000) per_suara. PKS salah satu diantara partai politik yang lolos dalam ambang batas parlemen (parliamentary threshold) pemilihan legislatif tahun 2024 lalu, melalui salah satu fugsionaris partai menyambut baik usulan dimaksud.Tentu angka itu cukup fantastis dalam pembiayaan operasional partai.
Namun usulan tersebut perlu pengkajian yang komprehensif dan mendalam agar tak menimbulkan interpretasi negatif dikalangan publik. Saat ini pembiayaan parpol hanya dihitung seribu ( Rp, 1.000) per_suara sesuai peraturan pemerintah nomor 5 tahun 2009 dan diratifikasi dengan peraturan pemerintah nomor 1 tahun 2018 tentang pembiayaan partai politik. Mencermati perkembangan politik dewasa ini, setiap partai politik memiliki skema pembiayaan dan sumber pendanaan baik dari dana hibah pemerintahan lewat APBN/APBD maupun swadaya internal partai, sepanjang hal itu sesuai mekanisme kelembangaan.
Alasan yang mendasar bagi DPR RI mengusulkan pembiayaan parpol sepuluh kali lipat dimaksudkan agar partai politik tak melakukan tindakan korupsi dan semacamnya. Namun keadaan yang demikian menuai ragam pandangan publik dengan satu argumen kritis bahwa anggaran parpol tersebut harus memperhitungkan APBN.
Di tengah keragaman partai politik dengan aneka kegiatan di dalamnya, mengharuskan setiap parpol untuk mengintesipkan gerakan keorganisasian lebih masif dan progresif dalam memperkenalkan program dan platform pergerakan partai di tengah masyarakat, agar dengan itu publik bisa mengetahui segmentasi kiprah partai politik tersebut.
Undang-undang (UU) nomor 2 tahun 2011 perubahan atas Undang-Undang ( UU) nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik, menjadi instrumen bagi aktor politik untuk melakukan gerakan kepartaian sebagai sarana rekrutmen dan pendidikan politik agar dengan itu masyarakat simpati dengan memberikan dukungan politik yang nyata terhadap partai politik dimaksud sebagai upaya mewujudkan tujuan nasional yang terurai dalam alinea ke_IV pembukaan UUD ’45.
*** Penulis adalah Staf Pengajar SMP Cendekia Ambon