SABUROmedia, Ambon — Masyarakat tiga Desa yang terletak di Kabupaten Buru Selatan (Bursel), Waefusi, Oki Lama, dan  Desa Fatibang harus menerima nasib pilu ulah kegiatan loging yang dilakukan Perusahaan Daerah (PD) Pancakarya di beberapa titik lokasi yang berada di tiga desa tersebut.

Aktifis lingkungan hidup sekaligus masyarakat Bursel, Fandi Solisa kepada Saburomedia via Whatsapp pada sabtu, (19/08/2023) mengungkapkan, kalau apa yang dilakukan PD Pancakarya ini merupakan suatu tindakan penebangan hutan yang tidak sesuai dengan prosedur konstitusi, yang mana proses penebangan hutan yang dilakukan PD Pancakarya tersebut tanpa melakukan reboisasi kembali wilayah yang telah ditebang.

“Kegiatan penebangan yang dilakukan PD Pancakarya, mencakup dataran pegunungan Namrinat sampai ke dataran Leglisah di Desa Oki Lama dan Desa Hote Dusun Fatibang,” ungkap Solisa.

“Proses penebangan yang dilakukan tersebut menyebabkan terjadinya kebanjiran yang fatal pada kali Waitina, kali Leglisah dan kali Air Lata, yang bibit airnya sangat meningkat sehingga berdampak banjir dan menyebabkan banyak masyarakat Waefusi yang selalu mengungsi ke desa-desa lain karena desa yang tergenang banjir,” tambah Solisa.

Selain penebangan hutan, salah satu kekecewaan penduduk atas PD Pancakarya adalah aktifitas jalan loging yang berada tepat di daerah aliran sungai Air Lata, yang mana pada saat aktifitas muat kayu itu dilakukan, PD Pancakarya turut mencemari aliran air Lata Sehingga menyebabkan air menjadi keruh.

“Pancakarya melakukan jalan loging di perairan sungai sehingga masyarakat Desa Hote Dusun Fatibang sangat tergantung dengan aktivitas transportasi loging yang mengakibatkan air kabur atau air kuning, sehingga warga tidak dapat menggunakan sumber air lata dengan baik karena air yang kabur atau tidak jernih,” tutur Solisa.

Ia juga mengatakan kalau pihaknya telah menyuarakan hal ini kepada pemerintah daerah, dalam hal ini DPRD Dapil Waesama, namun tidak digubris hingga saat ini.

“Beta sudah pernah berkomunikasi dengan DPRD, namun DPRD tidak mengindahkan itu, DPRD Dapil Waesama, DPRD jutek-jutek saja, seng pernah menggubris hanya cuma bilang io nanti dong usahakan untuk jalan itu pindah dari aer, tapi realitasnya sampai sekarang masih beroperasi di perairan sungai,” ungkap Solisa. (SM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *