Oleh :
Rizski Haryudi Rumalutur
SABUROmedia — Fenomena kepemimpinan nasional mengalami degradasi kualitas dan keberpihakan pemimpin. Hal ini terlihat dari maraknya tindakan radikal di masyarakat yang dilatarbelakangi oleh agama maupun budaya, korupsi yang merajalela, pelanggaran hukum dan hak asasi manusia, kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat, dan beragam problematika lain yang mengemuka. Semuanya terjadi diakibatkan karena krisis kepemimpian dan tidak adanya teladan dari pemimpin yang menjiwai dan berbasis pada nilai-nilai Pancasila. Kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi. Kepemimpinan berbasis nilai-nilai Pancasila tidak akan dapat terlepas dari bangunan konseptual kelima sila yang ada di dalamnya. Bagaimana sila ketuhanan ditempatkan yang pertama sebagai dasar moralitas. Sebagai sila yang bersifat causa prima (sumber dari dari sila-sila yang lain) maka mau tidak mau pemimpin yang dimaksud disini adalah pemimpin yang ber-Tuhan, bermoral dan benar-benar menjalankan eksistensinya di dunia untuk mensejahterakan alam beserta manusia yang beragam di dalamnya.
Memperhatikan keadaan dan permasalahan saat ini maupun akan datang, maka posisi dan eksistensi seorang pemimpin sangatlah penting. Pemimpin merupakan penggerak dan motivator seluruh komponen bangsa untuk menjalankan kehidupan nasional dalam rangka pencapaian tujuan nasional. Bagi bangsa Indonesia, yang dibutuhkan adalah sistem kepemimpin nasional yang dapat menjalankan visi pembangunan nasional dilandasi nilai-nilai falsafah Pancasila. Kepemimpinan nasional harus dapat berfungsi mengawal proses pembangunan dan hasil-hasilnya dapat dirasakan oleh warga bangsa di seluruh wilayah nusantara. Kepemimpinan nasional membutuhkan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, berkemampuan iptek dan seni yang dilandasi nilai-nilai ideologi bangsa, serta dapat berinteraksi dengan komponen bangsa lainnya dalam hidup bersama yang bermanfaat.
Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh. Filsafat mampu membuka pemikiran yang lebih luas dan rasional sehingga cara pandang terhadap ideologi menjadi lebih terbuka dan fleksibel (tidak kaku atau beku). Manusia diberi peluang mengembangkan persepsi, wawasan dan sikapnya secara dinamis agar menemukan kebenaran, arti dan makna hidup. Oleh karena itu filsafat dapat dilaksanakan dengan membahas perihal kehidupan, misalnya pembangunan, modernisasi, kemiskinan, keadilan dan lain-lain.
Bangsa Indonesia adalah multikultur. Kebhinekaan itu berhasil membangun kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Kebhinekaan juga berhasil memotivasi lahirnya kebangkitan nasional (boedi oetomo, 1908), komitmen sebagai bangsa (soempah pemoeda, 1928) dan pembebasan dari belenggu penjajahan (proklamasi kemerdekaan, 1945). Kebhinekaan itu yang masih menjiwai keberlangsungan kehidupan nasional dengan dinamikanya, untuk mengisi kemerdekaan dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan negara.
nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa perlu diimplementasi untuk membangkitkan semangat juang bangsa. Semangat juang itu bukan saja untuk menyelesaikan permasalahan bangsa, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Kualitas itu akan lahir dari manusia yang berkarakter religius, percaya diri, dan memiliki etos kerja yang tinggi. Lahirnya SDM yang berkualitas sangat relevan untuk mengantisipasi keadaan dan perubahan lingkungan strategis. SDM berkualitas berperan dalam penyusunan konsep kebijakan pembangunan, penyelenggaraan negara, dan pertumbuhan ekonomi yang lebih berorientasi kepada kesejahteraan dalam rangka peningkatan harkat bangsa sebagai manusia.
Falsafah Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa membuka pemikiran yang lebih luas dan rasional perihal jati diri bangsa Indonesia, dan upaya-upaya mengembangkan ke dalam kehidupan nasional menuju masyarakat yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Setiap warga negara memiliki peluang mengembangkan dirinya sebagai bangsa yang multikutur untuk menjalankan proses pembelajaran dan iptek untuk menentukan kehidupan baru yang berkualitas. Kepemimpinan nasional memiliki peran penting mengimplementasikan falsafah Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, mengembangkan wawasan kebangsaan dan upaya-upaya peningkatan kualitas SDM dalam pembangunan nasional. Kepemimpinan nasional di berbagai tingkatan wajib berpartisipasi dan mendorong berfungsinya manajemen dan kelembagaan pemerintahan dalam rangka terciptanya good governance untuk mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis untuk menghasilkan manfaat dalam pembangunan nasional.
Kepemimpinan nasional memiliki peran penting mengimplementasikan falsafah Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, mengembangkan wawasan kebangsaan dan upaya-upaya peningkatan kualitas SDM dalam pembangunan nasional. Pemimpin pada berbagai tingkatan dan hirarki sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya, merupakan penggerak dan motivator seluruh komponen bangsa untuk menjalankan kehidupan nasional dalam rangka pencapaian tujuan nasional. Kepemimpinan nasional mendorong berfungsinya manajemen dan kelembagaan pemerintahan, pembangunan pendidikan, reformasi birokrasi dan pembangunan hukum dan aparatur dalam rangka terciptanya good governance untuk mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis untuk menghasilkan manfaat dalam pembangunan nasional.
*** Penulis adalah Ketua Bidang Kesejahteraan Sosial HMI Cabang Ambon