Oleh : Arman Kalean  (Akademisi IAIN Ambon)

SABUROmedia, Ambon – Benar bahwa Separatisme, Proxy War, dan Komunisme mempunyai latensi tersendiri yang selalu harus diwaspadai. Tapi penting untuk ditegaskan bahwa tidak semua kritikan Pembangunan untuk Keadilan di Maluku menuju Kemakmuran Indonesia secara bersama, lantas dianggap termuati atau disusupi gagasan separatis.

Peran Orang Maluku untuk Republik Indonesia sudah banyak, dari sejumlah Tokoh yang dianggap Pahlawan Nasional dan Pahlawan Revolusi, Ilmuwan handal seperti Prof. Siwabessy yang pernah menjabat sebagai Menteri Badan Tenaga Atom Nasional pada Tahun 1964, juga Leimena yang berada di jajaran menteri selama 20an Tahun lamanya.

Saat ini, jangan dihitung lagi, baik Politisi pusat, sebut saja Bung Komarudin Watubun, Ibu Angelina Pattiasina, sebelumnya ada Alex Litaay. Ada juga Diplomat Luar Negeri, Djauhari Oratmangun. Belum lagi di dunia selebritas, dari Aktor, Aktris, Penyanyi, Musisi, Sastera, ada semuanya. Bahkan chef pun ada, kita tentu tidak asing dengan nama chef Bara yang memikul marga Pattiradjawane. Ya, marga yang muncul juga pada sosok dalam puisi Chaeril Anwar. Khusus untuk Filsafat, muncul nama anak muda yang menyelesaikan studi Doktoralnya di Jerman, menulis puluhan Buku bertemakan Filsafat, pemilik website Rumah Filsafat, siapa lagi kalau bukan Bung Reza Alexander Wattimena.

Pada bidang Ilmu Pengetahuan, memang sudah cukup banyak nama pakar dan ilmuwan ternama, kita tentu masih ingat kepiawaian Prof. Eddy Hiariej  sebagai saksi ahli dalam sengketa Pilpres baru-baru lalu. Selain kepakaran tokoh sepuh, Prof. Sahetapy. Sementara dari bidang ilmu pasti, muncul nama Hendry Izaac Eliem, Ph.D., yang masuk 10 Fisikawan ternama Indonesia saat ini dan aktif mengajar di Unpatti.

Demikianlah refleksi singkat antara peran Orang-orang Maluku dan laju pembangunan di Maluku, sedapat mungkin menjadi renungan bersama dalam melihat bentang kekhasan Maluku, dari Sejarah, potensi Bahari, kandungan mineral, gas alam, dan minyak bumi, serta implementasi nilai persatuan Nasional yang masih dominan terawat dengan baik di Maluku. Kesemuanya itu hendaknya dilihat secara komprehensif, tidak parsial. Apalagi Indonesia di tengah percaturan politik global, peran startegis kedaulatan laut dapat maksimal jika semua elemen memiliki amplitudo berpikir yang sama dalam bergerak.

Sehingga harapan dari generasi muda Maluku di hari-hari mendatang tak akan memunculkan narasi ambivalensi antara Pembangunan Nasional dan Tantangan Global, bila kita sama-sama merenung, meresapi, dan menjalankan amanat kalimat Bung Karno yang menyemat gelar Pattimura Agung sebelum pidato beliau pasca perebutan Irian Barat;

‘Indonesia tanpa Maluku bukan Indonesia’.

Merdeka!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *