SABUROmedia, Ambon – Mesjid Agung An-Nur Desa Batu Merah Kecamatan Sirimau Kota Ambon tetap melaksanakan Ibadah shalat Jum’at (03/04/20). Mesjid ini menjadi alternatif bagi para jama’ah yang ingin tetap melaksanakan Shalat Jum’at ditengah ancaman pandemic covid-19. Shalat Jum’at kali ini dipimpin oleh Imam Ust Usman Oey, tampak jama’ah luar biasa padat, hingga kehalaman terbuka, yang biasa digunakan sebagai tempat sandal sepatu jama’ah. Hal ini dikarenakan Mesjid Raya Al Fatah Ambon pasca Maklumat bersama yang dikeluarkan MUI bersama Imam Mesjid Raya Alfatah (24/03.2020) yang lalu hingga saat ini belum juga menggelar Shalat Jum’at, dalam rangka mengantisipasi Covid-19.
Sebagian ummat Islam masih bingung, dalam menerima fatwa MUI tentang shalat Jumat berkaitan dengan wabah corona ini. Pro kontra ini bisa ikuti di status para netizen di Medsos, dimana kebingungan ini terutama apakah sebagai seorang muslim dirinya wajib melaksanakan salat Jum;at ? Apakah tiga kali berturut-turut tidak melaksanakan Shalat Jumat Kafir ? Sementara sebagian Mesjid termasuk Mesjid yang ada di lingkungannya sudah mengumumkan tidak mengadakan shalat Jumat. Kegelisahan ummat terkait terkait aktivitas ibadah Shalat Jumat di tengah darurat penanganan wabah Covid-19 khususnya di wilayah Provinsi Maluku, karena sampai saat ini masih masuk kawasan zona ‘hijau’, belum merah darurat penanganan Covid-19 (virus Corona). Untuk itu, banyak ummat berharap agar tetap dapat menggelar Shalat Jumat di Mesjid, namun pelaksanaannya tetap tidak boleh meninggalkan upaya kewaspadaan pencegahan sesuai Protokol Kesehatan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam menimialisir risiko penyebaran Covid-19 nantinya.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan pria muslim yang menggugurkan kewajiban shalat Jumat tiga kali berturut-turut di kala pandemi virus corona (Covid-19) tak lantas digolongkan kafir juga jika muslim bersangkutan menggantinya dengan melaksanakan shalat Dzuhur di rumah. Pria muslim yang tidak salat Jumat untuk menghindari wabah penyakit itu mengalami udzhur syar’i atau segala halangan sesuai kaidah syariat Islam yang menyebabkan seseorang boleh untuk tidak melakukan kewajiban atau boleh menggantikan kewajiban itu dengan kewajiban lain. ” Untuk itu, para ulama fikih (ilmu hukum agama) udzhur syar’i untuk tidak shalat Jumat antara lain karena sakit atau karena khawatir mendapatkan sakit. Dalam kondisi ketika berkumpul dan berkerumun itu diduga kuat akan terkena wabah atau menularkan penyakit, maka itu menjadi udzhur untuk tidak Jumatan (shyalat Jumat) “, demikian keterangan Asrorun, yang juga Dosen Pascasarjana Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sebenarnya tidak ada yang perlu dipertentangan, menurut Penulis Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tertanggal 16 Maret 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19 sudah jelas. Kalau kita memperhatikan butir-butir fatwa itu, maka akan diperoleh penjelasannya sebagai berikut, “ Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat Dzuhur di tempat kediaman, karena shalat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar ”. Petikan ini sudah jelas ditujukan kepada “ Orang yang telah terpapar virus Corona ”. Sesuai syariahnya, berdasarkan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, karena udzur sakit dan situasi tidak aman, serta prinsip karantina daerah yang terdampak sakit.
Sedangkan dalam Petikan lainnya dari fatwa MUI ini yaitu , “ Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut : (1) Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia boleh meninggalkan shalat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di Mesjid atau tempat umum lainnya; (2) Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus Corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun. Jadi, situasional sifatnya sesuai kondisi setempat.
Mesjid Jogokariyan Yogyakarta misalnya, Pengurusnya masih tetap membuka mesjid untuk shalat berjamaah, termasuk shalat Jumat, dengan beberapa langkah pencegahan virus. Pihak takmir mesjid meminta kepada jamaah untuk selalu mencuci tangan sebelum masuk mesjid, menggunakan wastafel yang ada di beberapa sudut masjid untuk mencuci tangan, menyiapkan hand sanitizer untuk dibagikan kepada seluruh jamaah secara gratis, juga menyediakan segelas minuman jamu empon-empon ada jahe, temulawak, dan lainnya disajikan dengan hangat bisa dinikmati setiap ba’da shubuh.
Di tempat lain, Mesjid Nasional Al-Akbar Surabaya juga masih tetap menggelar shalat Jumat berjamaah. Di mesjid ini, jamaah harus melewati pemeriksaan suhu badan (thermal gun), melalui bilik sterilisasi yang diisi dengan disinfektan, disediakan empat bilik, dan menggunakan cairan pembersih tangan (hand sanitizer) sebelum memasuki ruang utama masjid.
Di luar negeri, pelaksanaan Shalat Jumat yang masih berlangsung, seperti di Mesjid Kompleks Kepresidenan Turki di ibukota Ankara, yang menjadi satu-satunya Mesjid yang menyelenggarakan shalat Jumat di negara itu.
Virus corona (COVID-19) yang menyebar ke lebih dari 152 negara, termasuk Indonesia dan mematikan lebih dari lima ribu jiwa benar-benar menjadi masalah besar, sampai-sampai pandemik ini mengancam kebiasaan beribadah ummat islam.
Sebagai penutup, mengutip sebagian dari dalil yang disampaikan MUI dalam fatwanya soal peniadaan sholat Jum’at, dipaparkan hadis riwatar al-Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
عًَ الىَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَُ ْهِ وَطَلَّمَ أَهَّهُ كَا ٌَ: «إِذَا طَمِعْتُمْ بِالؼَّاعُىنِ بِأَزْضٍ فَلََِ جَدْخُلُىهَا، وَإِذَا وَكَعَ بِأَزْضٍ وَأَهْتُمْ بِهَا فَ لََ جَخْسُحُىا مِنْهَا»
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. al-Bukhari).
أَنَّ زَطُىٌ َ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَ ُْهِ وَطَلَّمَ كَا ٌَ: « لََّ ًُىزِدُ مُمْسِضٌ عَلَى مُصِحٍّ »
Rasulullah saw bersabda: Jangan campurkan (onta) yang sakit ke dalam (onta) yang sehat.” [HR Muslim]