SABUROmedia, Ambon — Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon mengukuhkan sebanyak tiga guru besar. Ketiganya adalah Prof. Dr. Hasbollah Toisuta., M.Ag., Prof. Dr. Ridhwan Latuapo., M.Pd.I dan Prof. Dr. H. Muhammad Rijal., M.Pd.
Rektor IAIN Ambon Dr. Abidin Wakano., M.Ag mengukuhkan tiga guru besar dalam Sidang Senat Terbuka dengan tema “ Integritas Keilmuan Dan Spiritual Jalan Menuju Peradaban Unggul ” di Gedung Auditorium IAIN Ambon, Sabtu (14/06/2025).
Hadir juga Wakil Gubernur Maluku H Abdullah Vanath yang memberikan arahan mewakili Pemerintah Provinsi Maluku.
“ Guru besar bukan sekadar dianugerahi atas perjalanan panjang Bapak – Bapak sebagai akademisi, namun ini adalah amanah besar agar terus menjadi pelopor dalam membangun peradaban yang inklusif dan damai, terutama di Maluku yang kaya keberagaman budaya dan agama,” ujar Wakil Gubernur Maluku H. Abdullah Vanath.
Wagub sekaligus menegaskan, hadirnya para guru besar ini semakin mempertegas komitmen UIN AMSA dalam memajukan keharmonisan sosial.
Prof Hasbollah Toisuta menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul ” Gerakan Salafi di Maluku Dalam Dinamika Sejarah Kontemporer (Perspektif Fiqih Siyasah)”.
Pidato pengukuhan ini sempat menjadi kajian menarik menurut pandangan Wakil Gubernur Maluku, Abdullah Vanath. Hasil penelitian tersebut mengupas pergerakan salafi dalam jejak kontemporer.
Mengutip penjelasan dari Karen Amstrong, Hasbollah Toisuta menggarisbawahi, gerakan salafisme kontemporer yang ditandai oleh dua faktor penting yaitu, menolak sekularisme masyarakat barat yang berusaha memisahkan agama dan negara, Islam dan politik, atau memisahkan persoalan dunia dengan akhirat.
“ Kedua, adanya semangat untuk menerapkan syariat Islam secara murni sebagai strategi mengimplementasikan Al-Qur’an dan hadits di masyarakat. Bahkan Sahrasad dan Al-Caidar mencatat pergerakan Islam yang dilakukan secara radikal memang merambah ke wilayah-wilayah yang berpenduduk mayoritas muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia,” sebut Toisuta, yang juga mantan Rektor IAIN Ambon Periode 2012 – 2020 ini.
“ Aspek penting yang perlu dikemukakan di sini, bahwa proses pergumulan intelektual dalam pemikiran dan ideologi Salafi-Jihadis berlangsung cukup intens, sebagai respon terhadap dinamika politik global selama beberapa tahun sebelum Perang Teluk Kedua, yang kemudian respon tersebut melahirkan ide-ide pergerakan, dimana konsep dan gerakan jihad mendapatkan momentumnya,” urainya lebih lanjut.
Perbincangan gerakan Salafi di Indonesia tak pernah lepas dari perbincangan mengenai gerakan Wahabi di dunia Islam. Toisuta menyebutkan, sebuah gerakan Islam yang oleh Stoddart diposisikan sebagai gerakan reformasi dan kebangkitan Islam di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Dalam orasinya Toisuta menyampaikan garis penekanannya, bahwa kemunculan gerakan Wahabi oleh Fazlur Rahman, juga dianggap sebagai gerakan Islam pra modern yang merupakan titik balik penting dalam upaya mengembalikan ortodoksi Islam ke posisi awal, seperti yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat yang dikenal sebagai Salaf al-shalih.
“ Ide mendasar dari Faham Salafi adalah memerdekakan umat Islam dari berbagai praktik kemusyrikan dan bid’ah yang selama ini berkembang di dunia Islam,” ulasnya.
Toisuta menggarisbawahi, gerakan yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1794 M) ini selanjutnya dikenal dengan sebutan populernya sebagai gerakan salafi (salafiah-salafism), dan slogan yang selalu dikampanyekan adalah kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah,”
Muhammad bin Abdul Wahab disebutkan Hasbollah, tidak sendiri menjalankan gerakan ini. Dalam catatan penelitiannya, banyak tokoh semisal Taqiuddin ibn Taymiyah (wafat 1328 M) dari wilayah Harran, Timur Tengah, dan tokoh pemikir pembaharu Islam sejenisnya mengilhami pemikiran dan gerakan dari kelompok Salafi ini.
Sisi lain, meskipun mereka juga selalu mengedepankan prinsip taat kepada pemerintah (ulil amri), Hasbollah menyampaikan menyampaikannya, pada realitas kehidupan bernegara dan berbangsa, Salafi banyak melakukan tindakan kritis terhadap pemerintah dengan undang-undang sebagai landasan konstitusi.
“ Misalnya, banyak dari mereka yang tidak mau mengikuti upacara bendera, tidak mau memberikan penghormatan saat bendera merah putih dikibarkan, dan masih banyak lagi,” sebutnya
Membaca Gerakan Salafi di Maluku
Jauh sebelum konflik Maluku terjadi, Hasbollah mengungkapkan, gerakan salafi sudah berada di negeri dengan julukan bumi raja-raja ini. NU, Muhammadiyah dan Al-Irsyad misalnya, adalah tiga dari sekian banyak organisasi yang berhaluan salafi.
“ Hanya saja, organisasi ketiga ini masih dalam batas-batas kewajaran yang mampu beradaptasi dengan realitas sosial, budaya, adat dan budaya Maluku, dan mereka terbuka menerima perbedaan itu,” ucapnya.
Namun, kata Toisuta, pada saat terjadi konflik di Maluku (1999-2003), muncul gerakan salafi baru seperti Laskar Jihad (LJ) bentukan Ja’far Umar Talib, dan Laskar Mujahiddin (LM) bentukan Jamaah Islamiyah (JI). “Dengan kata lain, kehadiran, keberadaan, dan perkembangan gerakan Salafi di Maluku secara masif hingga saat ini tidak lepas dari percakapan mengenai konflik di Maluku,” ulas Pengajar Program Doktor Teologi Konsentrasi Agama dan Kebangsaan UKIM Ambon ini.
Bedanya, ditegaskan Hasbollah lebih lanjut, kelompok salafi baru ini muncul dengan membawa cara pandang, sikap dan tindakan beragama yang mencolok dan cenderung kontras dengan realitas sosiologis masyarakat Maluku.
“ Sehingga keberadaan mereka, baik pada saat konflik terjadi maupun setelah konflik, masih menyisakan persoalan yang relatif serius dan kekhawatiran dalam konteks pembangunan tata kehidupan umat beragama di Maluku,” tandas Ketua III Bidang Pendidikan Yayasan Masjid Raya Al Fatah Ambon ini.
Hadir menyaksikan pidato pengukuhan tiga guru besar ini, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, Prof. Amin Suyitno., M.Ag, Wakil Gubernur Maluku Abdullah Vanath, Ketua DPRD Maluku Benhur Watubun, Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Maluku Dr. H. Yamin, S.Ag., M.Pd.I., Rektor Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Ambon Prof. Henky H. Hetharia, M.Th., sejumlah pejabat Forkopimda Maluku (SM)