SABUROmedia, Ambon – UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan bertujuan untuk menjaga hutan Indonesia merupakan salah satu hutan tropis terluas di dunia sehingga keberadaanya menjadi tumpuan keberlangsungan kehidupan bangsa-bangsa di dunia, khususnya dalam mengurangi dampak perubahan iklim global.
Oleh karena itu, dalam UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pemanfaatan dan penggunaannya harus dilakukan secara terencana, rasional, optimal, dan bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan daya dukung serta memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup guna mendukung pengelolaan hutan dan pembangunan kehutanan yang berkelanjutan bagi kemakmuran rakyat.
Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian, hutan sebagai salah satu sumber kekayaan alam bangsa Indonesia dikuasai oleh negara. Namun tetap saja rusak.
ADVERTISEMENT
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan disahkan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2013. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan diundangkan oleh Menkumham Amir Syamsudin di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2013.
UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130. Penjelasan Atas UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5432.
UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Pertimbangan UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan adalah:
bahwa hutan, sebagai karunia dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diamanatkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara dan memberikan manfaat bagi umat manusia yang wajib disyukuri, dikelola, dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan harus dilaksanakan secara tepat dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan fungsi ekologis, sosial, dan ekonomis serta untuk menjaga keberlanjutan bagi kehidupan sekarang dan kehidupan generasi yang akan datang;
bahwa telah terjadi perusakan hutan yang disebabkan oleh pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
bahwa perusakan hutan, terutama berupa pembalakan liar, penambangan tanpa izin, dan perkebunan tanpa izin telah menimbulkan kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup, serta meningkatkan pemanasan global yang telah menjadi isu nasional, regional, dan internasional;
bahwa perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi, dan lintas negara yang dilakukan dengan modus operandi yang canggih, telah mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat sehingga dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin efektivitas penegakan hukum;
bahwa peraturan perundang-undangan yang ada sampai saat ini tidak memadai dan belum mampu menangani pemberantasan secara efektif terhadap perusakan hutan yang terorganisasi; dan
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f perlu membentuk Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Dasar Hukum
Dasar hukum UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan adalah:
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412).
Bagi masyarakat adat, Hutan adat menjadi kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Hutan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat adat yang telah menopang kehidupan sehari-hari, dan juga titipan bagi generasi yang akan datang. Hutan adat menjadi salah satu kekayaan penting bagi masyarakat adat untuk menjamin kesejahteraan hidupnya, namun Negara justru mengingkari keberadaannya.
AMAN mencatat telah terjadi 25 kasus kriminalisasi masyarakat adat yang menjerat 33 orang. masyarakat adat mengalami diskriminasi berupa fisik dan non fisik, akses ke hutan terbatas, pengusiran dan lain-lain dengan menggunakan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UUP3H) yang dikeluarkan setelah Putusan MK No.35
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut Pemerintah daerah dan peraturan daerah seharusnya berperan penting dalam pelaksanaannya, namun sayangnya belum semua jajaran aparat pemerintah memahami bahwa hak-hak masyarakat adat yang banyak dirampas harus dikembalikan dan dilindungi
Ironisnya tindakan pembabatan hutan secara terus menurus yang di lakukan oleh PT. MALUKU SENTOSA di Kecamatan Batabual Kabupaten Buru terus berlangsung tampa memikirkan dampak negatif dari pembabatan tersebut, di tambah lagi ada laporan dari Masyarakat Bahwa Pihak perusahan banyak mengumbar janji-janji Palsu pada Masyarakat seperti melakukan Reboisasi terhadap Hutan yang telah di gunduli oleh PT.Maluku Sentosa, janji memberikan bantuan meteril berupa tehel dan semen untuk pembangunan Masjid, Air Bersih, Beasiswa Masyarakat Adat, Dan Gaji Insentif bagi para tokoh-tokoh adat karena telah mengekspolitasi hutan adat mereka.
Ironisnya Pembabatan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun sampai berhenti beroperasi Pemerintah Daerah Kabupaten Buru tidak jelih dalam melihat masalah sosial yang sedang terjadi di sana, Pihak Perusahan di Duga kuat telah melakukan Pembohongan terhadap Masyarakat karena tidak menepati janji-janji tersebut.
Untuk itu kami meminta Kepada DPRD Provinsi Maluku dan DPRD Kabupaten Buru serta Dinas-dinas terkiat untuk segara memanggil saudarah Feri Tanaya Selaku Pemilik Perusahab PT.Maluku Sentosa untuk di mintai Pertanggungjawaban dan diberikan Sangsi berupa ganti rugi bir perlu diberikan sangsi Pidana karena karena telah melakukan Pengrusakan dan Membohongi Masyarakat adat Ilath Kecamatan Batabual Kabupaten Buru.
Amsir Renoat ( Presiden Front Rakyat Maluku)