Oleh: Syawal (Direktur Utama Independent Public Watch (IPW)

SABUROmedia, Ambon – Perkembangan zaman, wanita telah berkiprah dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam kaitan ini telah banyak wanita yang berhasil meraih jabatan-jabatan mulai dari yang rendah sampai posisi puncak dalam suatu lembaga dan Negara. Catatan sejarah beberapa wanita yang jaya dipanggung politik dan menduduki jabatan menteri, wakil presiden bahkan presiden.

Sejarah Bangsa

Peranan militer pada umumnya didominasi oleh laki-laki. Kenyataan demikian dalam kasus Indonesia masa Orde Baru. Dari segi professional, keberadaan dan posisi militer pada umumnya langsung dikaitkan dengan keahlian yang mereka miliki, yakni sebagai penguasa alat-alat kekuasaan (man agres of violence) yang mereka manfaatkan untuk menjaga kestabilan pemerintahan yang diselenggarakan oleh masyarakat sipil.

Struktur masyarakat sipil Indonesia sama dengan negara-negara lain pada umunya struktur sosial demikian tentu ditemukan kantong gerakan kaum wanita sehingga menjaga masyarakat sipil tidak cukup dengan fisik namun juga akal. Bila kita telusuri jejak sejarah akan kita temukan wanita sebagai penguat laki-laki.

Keikutsertaan perempuan dalam perjuangan membantu kaum laki-laki jauh sudah dimulai ketika pada perang kemerdekaan di Sumatera Barat tahun 1942 yang tergabung dalam Layskar Muslimin, Keputrian RepubliK Indonesia (KRI), Puteri Ksatria dan lain-lain. (baca Revi Handayani, Jurnal Polwan Sumatera Barat).

Selain tergabung pada laskar rakyat perempuan juga sudah ada tergabung dalam kepolisian. Bergabungnya perempuan pada kepolisian, juga mempunyai tujuan yang awalnya hanya untuk ikut membantu kaum laki-laki pada lingkup pekerjaan yang memerlukan bantuan pemeriksaan pada sesama jenis. Perempuan yang tergabung dalam lingkup kepolisian disebut dengan Polwan (Polisi Wanita). Secara teori munculnya Polwan di Sumatera Barat tepatnya pada tanggal 1 September tahun 1948 di Bukittinggi.

Sosok Negarawati

Zaman berubah, tujuan awalnya hanya untuk ikut dibelakang laki-laki sekarang sama dalam berkompetisi. Tampilan semiotic di atas dielaboratif dalam bingkai “negarawati”.

R.A Kartini cermin tragedi perempuan di awal abad ke-20 saat harkat perempuan terperosok di sumur, dapur, dan kasur. R.A Kartini mencetuskan perubahan besar bagi kebangkitan perempuan Indonesia. Penentuan arah hidup mencakup dua hal. Pertama, Idealisme yang tinggi dan suci terhadap bangsa. Kedua, Cinta kasih yang mesra kepada orang tuanya. Kartini-lah “emansipasi” membuka peluang sama wanita Indonesia dan laki-laki Indonesia.

Tidak kalah menarik satu lagi wanita Indonesia, Siti Baroroh Baried. Pada 27 Oktober 1964, ia diangkat menjadi Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Wanita dengan tinta dan fikir. Ia mencetak sejarah sebagai guru besar perempuan pertama, bahkan pada usia yang masih 39 tahun. Dengan kata lain, seperti yang ditulis Adaby Darban dalam artikel (“Lintasan Sejarah Kauman Jogjakarta” dalam tirto). Siti Baroroh Baried adalah profesor perempuan pertama di Indonesia.

Warga bangsa pasti mengetahui sosok Megawati Soekarno Putri wanita pertama menduduki kursi tertinggi di republik. Perempuan dalam politik Indonesia, menemui persoalan dasar, yaitu persoalan keterwakilan perempuan yang sangat minim di ruang publik. Realitas yang membuat perempuan harus keluar dan berontak serta tidak mau hanya sekedar dijadikan instrumen politik. Maka lahirlah gerakan perempuan menuju ruang publik.

Maluku juga tidak mau ketinggalan Meski masih sangat belia, ia dikenal baik di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh sebagai gadis pemberani dan konsekuen terhadap cita-cita perjuangannya. Martha pun kerap disebut sebagai srikandi dari Tanah Maluku. Martha Cristina Tuahahu. Sosok wanita taguh untuk generasi wanita Maluku.

Rekonstruksi historis, saya tergoda untuk menulis di hari ulang tahun 72 Tahun Polisi Wanita (Polwan). Dengan menyandingkan sosok wanita-wanita hebat yang dimiliki ibu pertiwi. AKBP Rosita Umasugi, dari berbagai sumber media Ia membuat sejarah baru di jajaran Polda Maluku. Ia menjadi Polwan pertama di Maluku yang menjabat Kapolres.

Kartini dengan emansipasinya, Siti Baroroh Baried dengan tinta fikirnya, ibu Mega dengan kursi presidenya, Martha Cristina Tuahahu dengan keberaniannya maka Polwan AKBP Rosita Umasugi dengan Tongkat Komandonya. Reposisi Polwan dalam M. Syauki Manuputty, institusi POLRI dihuni oleh Polwan berpikir, juga harus menang di lapangan.

Bentuk kesetaraan gender, (baca Kompas.com) posisi Indonesia di dunia ternyata belum terlalu baik. Menurut Global Gender Gap Index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum, Indonesia berada di posisi 85 dari 153 negara yang diukur. Namun Wanita-wanita tersebut paling tidak akan memangkas posisi Indonesia dari angka di rilis.

Menjaga Asa Ibu Pertiwi

2012 saya menghadiri Ujian Promosi Doktor seorang mahasiswi (perempuan) pascasarjana UIN Alauddin Makassar. Lazimnya, dalam uji Disertasi mahasiswa tersebut akan mempertanggung jawabkan tulisannya di hadapan 7 Guru Besar. Di atas podium wanita yang bersangkutan didampingi suami tercinta. Seluruh sanggahan yang diberikan penguji ia jawab dengan baik. Sebagai penutup bertanyalah salah satu penguji. Apa yang paling berat saudara rasakan dalam menyusunan disertasi ini?

Mahasiswa tersebut tehentak diam dan tenang, sambil memandang wajah suaminya. Muncul jawaban. Bahwa yang paling berat dalam proses penyusunan disertasi ini, saya meninggalkan seluruh tugas dan tanggung jawab sebagai seorang ibu, dan sebagai istri. Semua yang ada dalam gedung terharu mendengar jawabannya.

Kisah itu menggambarkan, pertama dibalik kesuksesan seorang wanita terdapat suami yang tangguh. Kedua, ada ibu yang terparti, ketiga rasa pengabdian terhadap nusa bangsa dan negara. 1 September 1948- 2020, 72 Tahun momen indah pengabdian semoga polwan-polwan Indonesia dalam pelukan Ibu Pertiwi.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *