Sawal, S.Pd,S.AP.,M.Pd (Akademisi,
Direktur Utama Independent Public Watch (IPW)

SABUROmedia, Ambon – Sebagai organisasi modern, partai politik sudah tentu dituntut untuk mengembangkan etika berpartisipasi secara modern pula. Termasuk di dalamnya etika kepemimpinan yang demokratis dan kolegial, etika berorganisasi atas dasar distribusi kekuasaan yang terdeferensiasi, dan etika pertanggungjawban secara publik yang semuanya dilembagakan melalui mekanisme internal partai yang disepakati bersama.

Caranya Mahfud M.D dalam (Jurnal Perludem) melalui pelembagaan etika berpartai semacam itu, partai politik tidak hanya diharapkan menjadi wadah pendidikan politik dan pembentukan kepemimpinan tetapi juga menjadi basis sekaligus pondasi bagi pelembagaan demokrasi kearah yang lebih substansial.

Sayangnya personalisasi atau oligarki elit (lokal-nasional) dalam kehidupan partai politik Indonesia dewasa ini memang menjadi ciri khas kehidupan politik Indonesia. Alhasil, orientasi utama partai politik adalah sekedar “mempunyai orang” dan yang “penting ada” dalam lembaga-lembaga publik. Walhasil, ada kemungkinan “orang” namun tidak paham benar mengenai pekerjaannya.

Meneropong peristiwa demokrasi-pemilu satu tahun lalu distribusi partai Nasional Demokrat (Nasdem) Maluku Tengah mendapatkan porsi suara rakyat cukup signifikan dan memegang tampuk kepemimpinan lembaga rakyat, ya tentu dihargai.

Salah satu instrument kemenangan didapati melalui hembusan “Surya Paloh partai ini telah memiliki visi dan misi yang konkret (Restorasi Indonesia)”. Restorasi ialah perbaikan, pemulihan, pemugaran (baca Kamus Ilmiah Populer). Kontras pilihan kata Restorasi popularitas Partai nasdem menanjak naik, sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap partai-partai besar yang tak kunjung menawarkan perubahan nyata.

Kiranya Restorasi perlu dimaknai kader sehingga jalan lurus partai dan jalan lurus membela publik sehaluan demi kepentingan bersama. Namun ada ketidak lurusan (bengkok) dalam menangkap masalah publik privat dan masalah umum. Memang beresiko keduanya memiliki arus politik kalau tidak dikelola dengan baik.

Masalah umum merupakan ketidakpuasan manusia yang tidak dapat diatasi secara pribadi (privat) untuk membedakannya dengan masalah pribadi, masalah umum berkaitan dengan masalah-masalah yang memiliki resonasnsi yang luas, termasuk dampak yang mengenai orang-orang yang secara langsung terlibat. Masalah privat adalah masalah yang mempunyai akibat yang terbatas, atau hanya menyangkut pada suatu atau sejumlah kecil orang yang terlibat secara langsung.

Contoh, dua sampai tiga orang penduduk terjangkit covid 19, ini dikatakan masalah privat, namun ketika penyakit tersebut telah dan akan meluas (epidemi) dan menjangkiti lebih dari sepuluh orang pada saat yang bersamaan maka berubah menjadi masalah umum.

Masalah yang dihadapi oleh mereka yang mendapatkan dampak secara langsung bagi masyarakat perlu diindentifikasi apakah kebutuhan atau ketidakpuasan tersebut menjadi problem umum (public problem) atau sekedar problem sesaat (temporary problem).

Sampai disini ketidakpahaman, dengungan publik bukan “gombal biasa” masalah privasi problem sesaat (temporary problem), tetapi masalah umum (public problem) pelayanan publik bagi masyarakat sebagai kebutuhan dasar sesuai dengan penjelasan UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Penting untuk diingat dalam proses pelayanan publik hak-hak dasar warga negara sangat bernilai karena terdapat hak-hak asasi manusia yang harus dipenuhi.

Jadi, pertama yang disuarakan publik bukan masalah privat tetapi masalah umum mestinya difahami. Kedua, sebagai sebuah sarana pemenuhan hak politik warga negara, partai politik dan perwakilannya adalah struktur antara (intermediate structure) yang memainkan peranan untuk membumingkan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif warga negara. Sartori pun mengatakan fungsi utama partai politik untuk menghubungkan warga negara dan pemerintah.

Tetapi dalam pengamatan tidak demikian, seolah-olah tanpa beban. memang dalam politik, istilah ‘masalah’ kadang diartikan sederhana. Padahal dalam banyak kasus, suatu masalah bahkan menciptakan keuntungan atau peluang bagi orang lain demikian pikiran Jones dalam Muhadam Labolo (baca Dinamika Politik & pemerintahan Lokal).

Open public korban dari proses pelayanan dasar kesehatan dialami seorang ibu. Bisa saja digiring sebagai “memoar” menguatkan hati publik serta pikiran ibu-ibu atau “emak-emak. Bahwa tidak ada keberpihakan kepada publik sehingga “Restorasi hanyalah semu” Dilain sisi janji yang terabaikan akan memukul kepercayaan publik bagi partai.

Segeralah evaluasi demi restorasi, restorasilah perkataan dan tindakan dalam mengakomodir perintah publik untuk kebaikan bersama. Sebuah bangsa yang mau belajar secara kritikal pada potret buran masa lalu, bukan bangsa yang menggantungkan nasibnya kepada asap kemenyan para dukun dan para normal yang menebar seribu janji (Buya Syafii Maarif).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *