SBUROmedia, Jakarta – Terbongkarnya bantuan sejumlah oknum Jenderal Polisi dan pejabat Kejaksaan pada buronan terpidana korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra pada medio Juli 2020 yang lalu telah membuka mata rakyat Indonesia akan bobroknya perangkat penegak hukum di Indonesia. Hingga kini, tiga Jenderal Polri telah dicopot dari jabatannya karena terbukti memberikan bantuan pada Djoko Tjandra, yaitu Brigjen Prasetyo, Karo Korwas PPNS Bareskrim serta dua Jenderal di Divisi Hubungan Internasional Polri, yaitu Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Nugroho Slamet Wibowo. Brigjen Prasetyo dicopot karena mengeluarkan surat jalan bagi Djoko Tjandra, sementara Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Nugroho dinilai terlibat dalam menghilangnya status buronan Djoko Tjandra di catatan interpool sehingga bisa leluasa wira-wiri tanpa terdeteksi. Prahara Djoko Tcandra juga membuat Jaksa Pinangki, Kasubag Pemantauan dan Evaluasi di Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung kehilangan jabatan akibat terungkapnya photo pertemuannya dengan DjokoTjandra di luar negeri.
Skandal memalukan yang telah mencoreng nama baik dua institusi penegakan hukum Indonesia ini sedang ditunggu publik kelanjutannya. Menyusul ditangkapnya Djoko Tjandra di Kuala Lumpur pada Kamis (30/7/2020), peluang pengungkapan kasus ini secara terang benderang menjadi terbuka lebar. Namun hingga kini, Polri baru menetapkan dua tersangka, Brigjen Prasetyo dan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking. Bahkan mengherankannya, Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono menyebut berdasarkan penyidikan sementara, motif Brigjen Prasetyo membantu wira-wiri seorang buronan koruptor kakap hanya sekedar ingin menolong. Sebuah pernyataan yang terkesan defensive dan terburu-buru.
Padahal publik kini telah mengetahui
secara lengkap, bahwa Djoko Tjandra sukses membobol sistem imigrasi dan
dukcapil, sehingga bisa keluar masuk Indonesia tanpa terdeteksi serta membuat
e-KTP dan paspor di Jakarta hingga mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK)
kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Oleh karenanya, Komite Aksi Mahasiswa Anti Korupsi berpendapat diperlukan keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut kasus ini. Pelibatan KPK dimaksudkan agar bisa mengungkap dugaan adanya aliran dana besar dibalik mega skandal wira-wiri Djoko Tjandra. Penyelidikan dugaan suap ini merupakan pintu paling memungkinkan untuk mengungkap secara terang benderang kasus ini, termasuk aktor
intelektual dibelakangnya. KAMAK memandang, memasrahkan penuntasan kasus ini
pada kepolisian semata, niscaya akan dihadapkan pada ketidakpercayaan
masyarakat yang kini telah berada di titik nadir serta kecenderungan melindungi
institusi sendiri dari cercaan publik. Sementara publik berharap, kasus ini bisa jadi momentum bersih-bersih di institusi kepolisian.
Di sisi lain, muncul dugaan motif wira-wiri buronan kakap Djoko Tjandra juga berkaitan dengan dugaan kasus kerugian negara di kasus lain selain kasus pengalihan hak tagih Bank Bali yang melibatkan dana raksasa. Setelah sembilan tahun melarikan diri, rasanya terlalu sederhana jika Djoko Tjandra wira-wiri hanya sekedar untuk mengajukan PK yang kini telah kandas di PN Jakarta Selatan. Penyelidikan independen menjadi sangat diperlukan guna mengungkap tuntas salah satu skandal paling
memalukan dalam sejarah hukum Indonesia ini.
Selain itu, kami memandang skandal wira-wiri Djoko Tjandra, bisa menjadi momentum untuk mendorong keseriusan perangkat hukum kita dalam mengeksekusi puluhan pelarian koruptor kakap lainnya yang hingga kini belum jelas dan terus menjadi beban dunia hukum Indonesia. Karenanya kami mendesak, Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kompolnas, Komisi Kejaksaan, Intelijen dan Kemnkumham, melalui kewenangannya masing-masing perlu melakukan telaah menyeluruh atas tamparan keras ini, agar terwujud perbaikan hukum di Indonesia dan terpenuhinya rasa keadilan masyarakat atas kejahatan kerah putih yang selama ini terus sajamenjadi patgulipat para penyelenggara negara korup.(**)
Jakarta, 10 Agustus 2020
Komite Aksi Mahasiswa Anti Korupsi, Usra Wailung, SH