SABUROmedia, Ambon – Dinamika politik menuju kursi kota Ambon 1&2 yang akan dihelat ditahun 2022, masih kurang lebih 2 tahun lagi, namun hiruppikuk serta dinamika politik semakin rame, ditandai dengan didiskusi warga kota terutama para pengamat, politisi, pemerhati. Percakapan dan diskusi tentang siapa yang pantas untuk duduk dikursi kota Ambon 1&2, tentunya terfokus serta bidikannya tertuju kepada para tokoh atau politisi, birokrat, agama , akademisi, LSM.
Sepintas mengamati dan mengikuti dinamika perkembangan politik di kota Ambon ternyata ada salah satu fenomena yang menurut hemat penulis sekaligus sebagai warga kota Ambon sangat kontradiksi dengan takdir, fakta, maupun prinsif demokrasi yaitu kerja-kerja politik membangun opini dengan “cara polling pendapat” via medsos. Menjadi pertanyaan mengapa polling pendapat dilakukan secara parsial hanya calon Wakil Walikota, inilah yang dimaksudkan dengan ” fenomena”.
Kerja-kerja polling pendapat secara parsial adalah suatu fenomena yang sangat kontradiksi dengan prinsif yaitu takdir, fakta dan pemikiran. Sebetulnya jika kita berpijak pada landasan pemikiran ; pertama, bahwa kota Ambon adalah milik bersama warga kota, maka setiap warga negara/warga kota berhak duduk dikursi Kota Ambon1, kedua Malaku dikenal sebagai lab kerukunan, maka tidak perlu ada dikotomi colon Walikota dan Wakil Walikota yang kemudian terkesan selalu mengedapankan stikma kursi Walikota Ambon ” harus dari basudara Krestiani sementara Wakil Walikota dari basudara Islam”, ketiga hakekat kepemimpinan tidak lepas dari takdir artinya ketika sesorang ditakdirkan oleh Allah apakah menjadi Walikota, Wakil Walikota atau pada jabatan penting lain, maka ia hadir untuk warga kota, berbuat untuk kepentingan kemaslahatan umat itulah hakekat pemimpin.
Bukankah hakekat dan prinsif demokrasi secara matematika adalah 50% +1 dan warga kota berdaulat secara bebas untuk menilai dan memilih pemimpinnya tanpa memilah dia dari mana. Jika demikian maka kewajiban seorang calon pemimpin adalah bagaimana berupaya untuk meraih angka tersebut, tentunya butuh kehadiran figur, ketokohan yang mumpuni, cakap dan diterima publik kota, mampu meyakinkan warga kota Ambon.
Dengan demikian semua bakal calon yang sekarang telah beredar dipublik kota Ambon harus siap dicalonkan untuk menduduki kursi Kota Ambon 1 atau 2, artinya tidak perlu dikotomi dalam polling, sebaiknya polling pendapat dilakukan secara jeneral kepada siapa-siapa saja yang pantas dicalonkan jadi colon Walikota dan colon Wakil Walikota 2022.
Pada akhirnya para kandidiat selanjutnya mengikuti proses seleksi di Partai Politik sesuai regulasi, dengan begitu maka secara tidak langsung kita memberikan pemahaman kepada warga kota untuk bagaimana memahami prinsif politik, bagaimana mencari figur, bagaimana berpikir rasional objektif, bagaimana memberikan penilaian terhadap bakal/ calon pemimpin akan datang. Untuk itu hemat penulis sebaiknya hentikan kerja-kerja polling pendapat yang bersipat parsil.(**)
By M. Saleh Wattiheluw., SE., MM