SABUROmedia, Ambon – Konsumen sepeda motor yang membeli motor jenis skuter matik 110-125 CC merek Honda dan Yamaha mengalami kerugian sekitar Rp 3.000.000.000,- akibat perilaku kartel motor antara kedua belah pihak perusahaan produksi motor tersebut.

PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT Astra Honda Motor terbukti telah mengikat kesepakatan terkait dengan aksi kartel produk motor sejak tahun 2013. Berikut ini kronologis kesepakatan karter motor antara Presiden Direktur Yamaha dan Presiden Direktur Honda

Sejak 2013 Yoichiro Kojima selaku Presiden Direktur/Presdir Yamaha bermain golf bersama-sama dengan Toshiyuki Inuma selaku Presiden Direktur Honda. Dilanjutkan pada Januari 2014 Presdir dari kedua perusahaan tersebut kembali bermaim golf.

Kemudian pada April 2014, Presdir Yamaha mengirim e-mail kepada VP Marketing di forward ke manajemen marketing. Berlanjut pada November 2014 kedua Presdir kembali bermain golf.

Pada Januari 2015 dikirim e-mail oleh Pihak Yamaha terkait Pricing Issue. Juni 2016 berdasarkan Penetapan Komisi Nomor: 26/KPPU/Pen/VI/2016 tanggal 28 Juni 2016 Tentang Pemeriksaan Pendahuluan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan pemeriksaan pendahuluan kartel sepeda motor skuter matik yang dilakukan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM). KPPU kemudian membentuk Tim Investigator.

Lanjut pada tanggal 19 Juli 2016 KPPU menggelar sidang perdana kartel harga antara pihak Yamaha dan Honda. Tim Investigator menemukan bahwa di Indonesia pemain sekuter matik hanya 4 produsen, yaitu Yamaha, Honda, Suzuki, dan TVS. Hal itu disebut sebagai pasar oligopolistik. Berikut ini pangsa pasar pada 2012: Honda menguasai 68 %, Yamaha menguasai 30%, Suzuki menguasai 2%.Seiring waktu, Honda makin menguasai pasar. Adapun TVS masuk pada 2014 dan mendapatkan kue penjualan tidak sampai 1 persen Yamaha-Honda Dalam Pusaran Kartel Harga.

Kemudian pada tanggal 09 Januari 2017 KPPU menggelar sidang lanjutan dengan agenda pembacaan kesimpulan para pihak. Tim Investigator KPPU menyatakan yang pada pokoknya bahwa kartel yang terjadi mengakibatkan kenaikan keuntungan Yamaha, meskipun faktanya angka penjualannya menurun. Praktik kartel tersebut pun mengakibatkan konsumen tidak mendapatkan harga yang kompetitif.

Akhirnya pada 20 Februari 2017 KPPU memutuskan Yamaha-Honda telah melakukan kartel harga. Yamaha-Honda telah melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Prakterk Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang menyebutkan: “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.” Dan kemudian dalam putusan KPPU Menghukum Terlapor I dalam hal ini PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dengan denda sebesar Rp 25 Miliar dan menghukum Terlapor II dalam hal ini PT. Astra Honda Motor dengan denda sebesar Rp 22,5 Miliar,” demikian putusan MA.

Adapun unsur-unsur yang termuat dalam pasal 5 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagai berkut: (a). Pelaku Usaha, pelaku usaha yang dimaksud dalam kasus kartel ini adalah, PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing yang beralamat kantor di Jalan Dr. KRT. Radjiman Widyodiningrat Jakarta 13920, dan yang kedua adalah PT. Astra Honda Motor yang beralamat kantor di Jalan Laksda Yos Sudarso Sunter I Jakarta14350.

Kemudian unsur yang berikut (b). Perjanjian. Terdapat pejanjian yang termuat dalam fakta-fakta persidangan, terdapat pertemuan dan kesepakatan antara Presiden Direktur Yamaha dan Honda yang di saksikan oleh Yutaka Terada. (c).Pelaku Usaha Pesaing, berdasarkan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penetapan Harga, pelaku usaha pesaing adalah pelaku usaha lain yang berada di dalam satu pasar bersangkutan. (d). Menetapkan Harga, kedua belah pihak telah menetapkan harga sepeda motor jenis skuter matik 110 – 125 CC didalam pasar yang bersangkutan. Hal ini diubktikan dengan adanya pergerakan harga jual yang berkesesuaian dengan surat elektronik yang termuat dalam perjajian kartel tersebut. Selanjutnya unsur (e). Barang, yang dimaksud dengan barang berdasarkan pasal 1 angka 16 UU Nomor 5 Tahun 1999 adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, yang dapat diperdagangkan, atau dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen oleh pelaku usaha. Dengan demikian sepeda motor jenis skuter 110-125 CC termasuk benda bergerak, yang berwujud, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen, atau pelaku usaha. (f). Unsur Konsumen, adalah setiap pemakai atau setiap pengguna barang dan atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun kepentingan pihak lain.

Berdasarakan uraian unsur pasal 5 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1999 di atas maka PT Yamaha dan Honda telah memenuhi syarat melakukan tindakan kartel harga motor. Selain itu Mahkamah Agung Republik Indoensia dalam Putusan Nomor : 217 K/Pdt.Sus-KPPU/2019 menyatakan menolak permohonan kasasi beradaraskan Akta Permohona Kasasi Nomor 163/Pdt.G/KPPU/2017/PN.Jkt.Utr  yang diajukan oleh PT PT ASTRA HONDA MOTOR dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing pada tanggal 15 Desember 2017.

M.Nur Ltc selaku Koordinator Gerakan Mahasiswa Dan Pemuda Indonesia Pemerhati Industri (GEMAPI-PI) menilai sanksi yang di berikan kepada PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT. Astra Honda Motor tidak hanya terbatas pada pembayaran denda semata. Namun kasus ini harus di tindak lebih serius karena merugikan banyak masyarakat atau konsumen pembeli produk motor skuter matik 110-125 CC.

GEMAPI-PI menegaskan bahwa, pemerintah harus lebih jelih dan sungguh-sungguh dalam menyikapi masalah kartel motor yang pro terhadap konglomerat semata. GEMAPI-PI meminta kepada pemerintah dalam hal ini Kementrian Perindustrian dan Perdagangan untuk segera mencabut izin operasional PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT. Astra Honda Motor karena merugikan kepentingan masyarakat secara umum dapat di jatuhkan pidana tambahan sebagaimana dimasksud dalam Pasal 49 (a) UU Nomor 5 Tahun  1999 berupa Pencabutan Izin Usaha. (SM)

By: Fauzan Ohorella (Presidium GEMAPI-PI).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *