SABUROmedia, Tual – Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) merupakan hak bagi pelapor. Dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyelidikan /penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala.hal ini di katakan Abdul Halik Roroa SH.Mhum Kepada Wartawan di Kediamannya di Dusun Mangon Kelurahan Dullah Selatan Kota Tual Provinsi Maluku 03/06/20

Lanjutnya,SP2HP yang di terimanya merupakan kelanjutan dari laporan awal pada Tanggal 15 Mei 2020 kemarin dengan  Nomor : LP / 137/ V/2020 /MALUKU/RES tentang adanya dugaan ijasah palsu yang di gunakan oleh Hasim Rahayaan Anggota DPRD Kota Tual, yang juga merupakan Ketua DPC Demokrat Kota Tual.dan itu merupakan Dasar Hukum, ujarnya

Roroa yang juga merupakan Advokat ini menjelaskan, ada lima bukti yang di masukan dalam laporan tertanggal 15 mei 2020 kemarin, dan lima bukti tersebut antara lain,Ijasah, Transklip nilai, surat dari Kementrian Pendidikan Tinggi, surat dari Dikti dan Surat keterangan dari Fakultas Hukum, Universitas Azzhara Jakarta, sebutnya

Dikatakannya pula, pada pasal 263 KUHP Ayat 1 dan 2 di jelaskan bahwa (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.

Ayat (2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.

Khusus untuk ijazah, di luar KUHP sudah ada pengaturannya tersendiri, Pasal 69 ayat [1] UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur bahwa setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

 ” Untuk penggunaan ijazah palsu, terlapor dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).” jelasnya

Menyoal apakah ada upaya penyelesaiansecara kekeluargaan, Roroa Mengatakan, tidak ada lagi kata Damai, karena jika dirinya menerima upaya damai maka dirinya telah melanggara kode etik Advokat dan terlebih lagi dirnya telah membantu kejahatan.katanya

Terkait dengan adanya Laporan balik dari Hasim Rahayaan melalui Kuasa Hukumnya, Roroa menjelaskan, Laporan yang di masukan tidak akan membatalkan laporan awal, dan proses penyidikan tetap berjalan, hingga ada putusan tetap dari Pengadilan,

” Kalau laporan balik harus bisa menunjukan bukti bukti yang kuat berupa  Ijasah Asli, Trasklip nilai Asli dan surat Keterangan Wisuda dari Rektor, jangan hanya menunjukan surat dari Dikti ” jelasnya Untuk itu, Roroa meminta agar Masalah Dugaan Ijasah Palsu yang sementara ini berada di tangan Penyidik kiranya kita dapat bersama sama mengawal proses ini hingga selesai. Pintanya ( SM )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *