Oleh: Pendeta Yohanes Parihala, M. Th (dosen Fakultas Teologi UKIM Ambon)

SABUROmedia, – Hari ini, sesuai dengan kalender tahun gerejawi, kita sedang memasuki minggu keenam dari masa Paskah Kristus dan menyisahkan beberapa hari lagi kita memasuki peristiwa kenaikan Tuhan Yesus ke surga. Ini memberikan arti penting bagi ziarah beriman kita bahwa peristiwa paskah yang telah kita rayakan bersama memberikan kekuatan dan pengharapan bahwa Yesus Kristus yang hidup dan dibangkitkan Allah selalu menguatkan kita untuk menjalani kehidupan dan menghadapi berbagai tantangan zaman.

Salah satu tantangan zaman yang sedang kita hadapi bersama adalah pandemic Covid 19 yang mengancam tatanan kehidupan dunia. Covid 19 kini telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, dan juga kehidupan beragama.  Rumah-rumah ibadah sebagai tempat perjumpaan umat beragama ditutup sementara waktu, dan peribadahan dilakukan di rumah-rumah. Bekerja di rumah. Berlajar di rumah. Semuanya dari rumah.

Salah satu dampak buruk dari Covid 19 ini adalah ambruknya perekonomian dunia, yang langsung dapat mengancam perekonomian keluarga. Jerome Powel, Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat, pada kamis 14 Mei 2020 di Koran Times, menyatakan bahwa resesi (krisis) ekonomi akibat covid 19 memerlukan waktu yang lama untuk diatasi. Sekarang ini, sudah banyak pekerja formal dan informal yang dirumahkan tanpa gaji. Harian Bisnis Kontan mencatat Indonesia, per 11 April 2020 telah terdapat 1,5 Juta karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja. Jumlah pengangguran dan penduduk miskin meningkat drastis. Kita bisa membayangkan betapa susahnya kalau saudara/I kita, tetangga kita, atau bahkan kita sendiri, dirumahkan tanpa penghasilan. Sementara kita harus tetap hidup dan memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Susah dan sengsara. Mungkin itu kata yang tepat saat ini.

Dalam konteks susah dan sengsara seperti ini, teks bacaan Alkitab di minggu ini (Pkh.5:7-19) menitip tiga pesan Firman Tuhan kepada kita, yakni berlaku adil, berbagi, dan tetaplah berjuang menikmati kasih karuia Allah. Pengkhotbah (qohelet) berisikan kumpulan ajaran hikmat (aforisme) yang bertolak dari kenyataan dan pengalaman hidup (real sense) dengan tujuan menuntun manusia berada pada jalan Allah, jalan kebenaran dan keadilan serta kebermaknaan hidup di bawah matahari.

Berlakulah Adil!

Pertama, jalan keadilan. Pada ayat 7-8, Pengkhotbah melayankan protes keras atas pratek ketidakadilan dengan jalan menindas orang-orang miskin. Hukum serta keadilan diperkosa. Pejabat, penguasa, orang-orang berkelebihan makin terhormat, sedangkan yang miskin dan lemah makin tertindas. Dengan protes ini, Pengkhotbah hendak meneriakan kembali kepada manusia, TAKUTLAH AKAN ALLAH (ayat 6). Berlakulah adil dan jangan menindas sesamamu.

Berbagilah!

Kedua, berbagilah dengan sesamamu. Pada ayat 9-16, Pengkhotbah memprotes orientasi hidup yang mencintai uang, harta dan kekayaan lebih daripada mencintai hidup itu sendiri. Bagi pengkhotbah sikap hidup seperti ini adalah kesia-siaan, bahkan kemalangan. Hidup itu adalah anugerah Tuhan.Uang, harta, dan kekayaan tidaklah dapat membelinya. Dengan telanjang manusia dilahirkan dari kandungan ibunya, demikianpun ia akan mati dengan tidak membawa apa pun.

Protes pertama dan kedua ini juga mengingatkan kita di masa pandemic Covid 19, ketika pemerintah, gereja, dan berbagai lembaga sosial-keagamaan, bahkan individu yang berbaik hati, melakukan pelayanan sosial, janganlah ada di antara kita yang memanfaatkan situasi pandemik ini untuk berlaku tidak adil, mencuri yang bukan haknya, makan dobol, dan menjadi penonton yang bersorak atas derita sesamanya. Memang diperlukan suatu control sosial. Namun, lebih daripada itu, protes ini menganjurkan manusia untuk bertolong-tolonglah menanggung beban sesamamu. Berbagilah dari apa yang dimiliki dengan sesama yang menderita, susah dan sengsara. Jadikanlah hidupmu bermakna dengan apapun yang dimiliki sebab semuanya adalah kasih karunia.

Berjuanglah! Ketiga, ada kasih karunia Allah dan tetaplah berjuang. Pada ayat 17-19, Pengkhotbah tidak memungkiri bahwa setiap orang memerlukan hidup dan kebahagiaan. Semua itu layak dinikmati oleh orang-orang berjerih-payah di jalan Allah. Oleh karena itu, tetaplah berjuang dan berjeri-payah di bawah matahari. Jangan menyerah dan berpangku-tangan. Kita perlu berwaspada bahwa pandemik covid 19 ini juga menciptakan suatu ruang kecemasan dan kekuatiran yang bisa meruntuhkan hidup kita. Dampak kecemasan (anxiety), bisa bermuara pada pertengkaran, keterpisahan, keterpurukan, dan bahkan bunuh diri. Mari kita merenungkan bahwa Hidup itu anugerah Allah. Kita tidak pernah sendirian. Semua yang kita miliki, bahkan, kekayaan dan harta benda adalah pemberian Allah di dalam jeri-payah manusia. Nikmati semuanya itu dengan berlaku adil, berbagilah dengan sesama, membangun hidup yang bermakna dan selalu bersyukur kepada Sang Sumber hidup. Kita berdoa dan yakinlah, wabah ini pasti berlalu. Tetaplah adil, berbagilah, dan berjuanglah di dalam kasih karunia Allah. Amin. (YP).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *