SABUROmedia, Jakarta – Pemutusan hubungan kerja (PHK), sudah banyak dialami para pekerja di tengah pandemic Covid-19 sejak Maret hingga Mei 2020.  Data Kemenaker besaran angkanya sangat besar hingga capai lebih dari 2.8 juta orang.  Sebagian besar mereka mengajukan klaim jaminan hari tua (JHT) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan setelah alami PHK.  Namun, banyak keluhan pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan dalam pengajuan klaim JHT, utamanya dengan sistem online Lapak Asik.

Demikian hasil diskusi online bertopik Lapak Asik Bikin Asyik atau Berisik? Acara ini digelar Koordinator Nasional Masyarakat Peduli BPJS (Kornas MP BPJS) pada Rabu malam 6/5/2020.  Narasumber yang hadir Felly S Runtuwene (Ketua Komisi IX DPR RI), Hery Susanto (Ketua Kornas MP BPJS), dan Subiyanto (Anggota DJSN RI).  Host acara tersebut yakni Khusnul Imanudin (Ketua Korwil MP BPJS Jateng-DIY).

Felly S Runtuwene mengatakan Komisi IX DPR RI mendesak BP Jamsostek untuk memberikan kemudahan pelayanan pencairan JHT bagi pekerja yang di PHK.  “Jangan sampai langkah tersebut tidak dilakukannya.  Bagaimanapun dana JHT sangat dibutuhkan pekerja yang di PHK untuk menyambung kehidupan mereka,” kata Felly.

Ia menjelaskan agar sistem pelayanan klaim BPJS Ketenagakerjaan harusnya mempunyai metode dan teknologi yang canggih, tentu ini tidak cukup ada kemauan memperbaiki sistem saja tapi juga harus mengikuti peraturan yang mengikat.  Menurutnya pembatasan kuota pelayanan klaim JHT itu tidak ada dasar hukumnya.  “Harus berdasar pada aturan yang mengikat, jangan asal-asalan.  Kami akan cek ke lapangan khususnya daerah yang paling banyak pekerja korban PHK,” kata Felly.

Felly berujar kalau sistem pelayanan klaim tidak diperbaiki bisa merusak citra BPJS Ketenagakerjaan.  “Itu sama saja bunuh diri, apa yang mau diambil manfaatnya oleh rakyat jika tidak segera diperbaiki.  DPR bisa melakukan fungsi pengawasan untuk mengkaji lebih dalam penyimpangan dari pelayanan klaim BPJS Ketenagakerjaan.  Kami bisa meminta BPK RI untuk audit investigasi hal tersebut,” Kata Felly.

Hery Susanto, Ketua Kornas MP BPJS mengatakan pembatasan kuota pendaftaran klaim JHT JHT BPJS Ketenagakerjaan tidak diatur dalam UU BPJS, PP No 46 Tahun 2015 Tentang JHT, Permenaker No 19 Tentang Tata Cara Persyaratan dan Pembayaran Manfaat JHT. 

Pembatasan kuota pelayanan klaim JHT justru bertentangan dengan UU No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS Pasal 2.  BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas : kemanusiaan; manfaat; dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  Dan bertentangan dengan salah satu prinsip BPJS yakni keterbukaan.

“Hapus kuota pelayanan klaim JHT. Sebab langgar asas kemanusiaan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  Pembatasan kuota pelayanan klaim tersebut tidak terbuka itu bertentangan dengan prinsip BPJS yakni keterbukaan.  Peserta tidak tahu soal itu, bahwa pengajuan klaim JHT selalu tertolak ya karena ada pembatasan kuota klaim khususnya via lapak asik.  Lapak asik tidak asik malah bikin berisik akibat banyak keluhan pekerja saja.  Mudahkan akses peserta untuk mendaftarkan klaimnya dan mendapatkan haknya,” kata Hery Susanto.

Subiyanto, Anggota DJSN mengatakan pihaknya sependapat jika pembatasan kuota pelayanan klaim JHT itu tidak ada dasar hukumnya.  “Ini cara yang sewenang-wenang dari jajaran direksi BPJS Ketenagakerjaan, kuota dalam situasi normal saja per cabang antara 150-200 orang per hari.  Kok di saat bencana pandemik ini malah dikurangi jadi 50 orang saja per hari per cabang BPJS.  Harus ditambah berkali lipat dibanding masa normal,” pungkasnya.(SM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *