Oleh : Rusman Dani Rumaen (Mahasiswa S2 Pendidikan Biologi, Universitas Pattimura)

SABUROmedia, Ambon – Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan Hak Asasi Manusia. Pangan sebagai Hak Asasi Manusia berarti setiap orang harus memiliki akses terhadap pangan yang aman, bergizi dan layak secara budaya, secara cukup baik kuantitas maupun kualitasnya demi menjamin kehidupan yang sehat sebagai manusia yang bermartabat. Karenanya, setiap bangsa hendaknya mendeklarasikan bahwa akses terhadap pangan merupakan hak konstitusional dan menjamin pengembangan sektor primer untuk menjamin realisasi secara nyata dari hak mendasar ini (right to food).

Dalam situasi pandemik, akses pangan banyak menjadi perbincangan kalangan ekonom. Bukan hanya kalangan ekonom melainkan kalangan aktivis hingga kalangan pejabat yang membicarakan ketahan pangan bahkan sampai pemenuhan kebutuhan dan kelangkaan pangan di beberapa bulan kedepan. Perlu disadari bahwa yang menjadi bahan terakhir untuk kita berjuang melawan pandemik ini ialah ketersedian dan akses pangan dalam hal keterjangkauan harga pangan. Karena dengan adanya ketersediaan dan  akses pangan yang memadai serta didukung dengan kebijakan yang baik kita dapat melewati masa kritis beberapa bulan kedepan pada masa situasi pandemic (Covid-19).

Berkaitan dengan hal ini, penjelasan UU RI nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan dengan tegas menyatakan bahwa, pangan  merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia. Pangan harus senantiasa tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Untuk mencapai semua itu, perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan pelindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengonsumsi pangan (Hariyadi, 2011).

Namun, perlu disadari bahwa akibat dari kebijakan stay at home pada situasi pandemik (Covid-19) mengakibatkan banyak aktivitas pelaku usaha pertanian dan bahkan sampai pada pelaku produsen (petani)  dan konsumen (Masyarakat) kini mengalami dampaknya. Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dirasakan sekali oleh para pelaku pertanian yaitu petani. Karena kebijkan ini mengakibatkan sebagian besar dari masyarakat yang notabenenya hidupnya bertani kini tidak lagi melakukan aktivitasnya, karena takut akan terkena virus corona (Covid-19). Padahal melakukan aktivitas bertani di pedesaan tak mengapa. Maka dari itu, efek yang nantinya akan muncul akibat tidak lagi bercocok tanam/bertani oleh petani akan menjadi bahaya bagi kelangkaan pangan beberapa bulan kedepan. Tentunya hal demikian tidak boleh terjadi. Olehnya itu, perlu merubah mainset kita bahwa bercocok tanam bukan hanya sebatas memiliki lahan untuk bercocok tanam, melainkan dapat menggunakan media tanam alternatif. Untuk itu, perlu kita ketahui bahwa media tanam merupakan komponen utama yang diperlukan dalam budidaya suatu tanaman. Ada berbagai macam media tanam, akan tetapi tidak semua jenis media tanam cocok digunakan untuk menanam suatu jenis tanaman.

Menurut Wuryaningsih (2008) media tanam adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan tanaman, tempat akar tumbuh dan berkembang, media tanam juga digunakan tanaman sebagai tempat berpegangnya akar dan sebagai sarana untuk menghidupi tanaman. Sedangkan menurut Wira (2000) bahan-bahan untuk media tanam dapat dibuat dari bahan tunggal ataupun kombinasi dari beberapa bahan, asalkan tetap berfungsi sebagai media tumbuh yang baik. kemudian menjadi syarat untuk menjadi media ialah murah, terjangkau, mudah di dapat, dan sudah tentunya subur.

Media tanam  dalam hal ini ialah tanah, arang sekampadi/serbuk kayu/ampas kayu dan pupuk dari dedaunan kering sebagai bahan pembuatan media tanam yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Maka dari  itu, ada langkah alternatif lain yang dapat bercocok tanam dengan menggunakan media tanam dengan disesuaikan pada jenis tanaman yang akan ditanam seperti; 1) budidaya tanaman menggunakan teknik hidroponik, 2) bercocok tanam dengan menggunakan media tanam yang diisi dalam polybag, 3) bercocok tanam menggunakan media tanam yang ditanami di dalam bahan bekas seperti; a) gelas plastic, dan b) botol bekas. Dari ketiga langkah alternatif ini hanya dapat ditanami dengan tanaman holtikultura. Sudah barang tentu ketiga langkah alternatif ini memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Berdasarkan langkah alternatif yang dikemukan di atas hanya cocok digunakan pada daerah perkotaan dan juga menjadi rekomendasi bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan untuk bercocok tanam. Ketiga langakah alternatif (Sederhana) masyarakat bisa dapat menggunakan pekarangan untuk berbudidaya tanaman dengan media tersebut dalam mendukung ketahanan pangan yang kaitanya dengan tanaman holtikultura berupa tanaman sayuran, tanaman obat-obatan dan sebagain tanaman berbuah. Maka dari ketiga langkah yang telah dikemukakan penulis sangat menyarankan untuk menggunakan langkah ke 2 dan ke 3. Karena menurut hemat penulis langkah tersebut tidak memerlukan biaya yang besar.

Dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan pangan, riset dan teknologi yang dibutuhkan adalah untuk peningkatan produksi, minimalisasi kehilangan pasca panen, peningkatan keamanan pangan, peningkatan nilai gizi, teknologi pengawetan dan pengolahan, serta pengembangan produk baru yang harus dipikirkan oleh para ahli pertanian dibidang pangan. Salah satu teknologi yang memegang peranan penting adalah teknologi pangan. Berkaitan dengan teknologi itu maka penggunaan media tanam merupakan salah satu pendukung atau bagian dari teknologi pangan pada pembuatan bahan media tanam. Maka menggunakan polybag dengan menggunakan media tanam atau media tanaman dengan menggunakan barang bekas plastik seperti yang disampaikan itu, merupakan suatu teknologi yang sangat penting untuk dilakukan dan menjadi solusi dalam situasi pandemi (Covid-19). Hal demikian pula, menjadi senjata ampuh sebagai media tanam yang cocok atas akibat dari sebagian besar petani takut melaksanakan aktivitas bertaninya.

Untuk itu, dalam pemenuhan kebutuhan pangan beberapa bulan kedepan sangat menjadi rekomendasi bagi masyarakat di perkotaan dan masyarakat yang tidak memiliki sebidang tanah untuk melakukan aktivitas pertanian atau bercocok tanam, karena sangat terjangkau. Olehnya itu, berdasarkan hasil analisis yang dilakukan banyak ahli epidemiologi memprediksikan pandemik akan berakhir pada akhir tahun. Maka langkah-langkah yang diambil untuk menjaga ketersedian bahan pangan bidang tanaman holtikultura yang penulis sampaikan diatas perlu dijaga. Begitupun penulis menyarankan kepada pelaku pertanian yang berada dipedesaan terus menjaga ketahanan pangan. Untuk itu, harus ada langkah alternatif dalam menjaga ketahanan pangan lain seperti pangan yang penghasil karbohidrat, protein, lemak dan serat.  #PanganKuat#MasyarakatTenang#IndonesiaAman.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *