Oleh : Imanuel Masela (Mahasiswa Pascasarjana Universitas Atma jaya Yogyakarta)
SABUROmedia, Ambon – RUU Cipta Lapangan Kerja yang bermetode omnibus law adalah instrument hukum yang sangat fatalitas jika di terapkan. Terhadap ketentuan undang-undang ini dianggap sangat fatal Karena perluasan dan perlindungan serta cipta lapangan kerja terhadap tenaga kerja secara universal. Jika diteliti dan dianalisis secara baik maka kita akan menjumpai beberapa problem yang sangat mendasar dalam undang-undang ini.
RUU Cipta Lapangan Kerja yang bermetode omnibus law telah membuka kran yang sangat luas terhadap terhadap tenaga kerja asing yang dalam pengaturannya mencakup kemudahan perizinan dengan alasan memiliki keahlian tertentu yang masih diperlukan untuk proses produksi barang atau jasa. Selain ketentuan klasual tersebut, RUU Cipta Lapangan Kerja yang bermetode omnibus law telah menghapus dan mengubah beberapa pasal dan ayat yang ada pada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial yang pada intinya adalah pengalihan sebagian besar kewenangan pemerintah daerah baik Provinsi, Kabupaten/kota pada satu pintu yaitu pemerintah pusat. Terhadap RUU Cipta Lapangan Kerja yang bermetode omnibus law ini dengan 1028 halam memiliki karakter terlalu monopoli. karakter monopoli ini dapat dilihat pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Sangat ironi, undang-undang ini telah mencabut beberapa ketentuan yang bagi saya sendiri adalah pasal vital yaitu Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pasal 1 angka 23, angka 24, angka 29, dan angka 30 dihapus, dan angka 32 diubah sehingga tidak ada lagi wilayah-wilayah strategis Pedesaan, Kabupaten mapun Provinsi yang berkaitan dengan Kawasan strategis ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Terhadap fenomena ini tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang prositif, bagi saya implikasinya sangat rentan membawah problem ekonomi, social dan budaya terhadap wilayah-wilayah yang berada pada daerah kepulauan yang memiliki karakteristik kultur dan dinamika social yang berbedah, apalagi di tambahkan dengan metode perizinan satu pintu yang tersentralistik semuannya dari pemerintah pusat. Alasan Penataan ruang wilayah secara komplementer ini agar tidak terjadi tumpang tindih pengaturan rencana tata ruang. tanpa disadari sebagian kewenangan daerah otonom telah di grogoti oleh pemerintah pusat yang lagi masuk angin segar dari tekanan kapitalistik.
Lebih membahayakan dari UU ini terkait denganĀ Hak Pengusahaan Perairan Pesisir atau HP-3 yang merupakan hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai denganĀ permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu yang hanya dapat diberikan oleh Orang perseorangan warga negara Indonesia, Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum, Indonesia atau Masyarakat Adat telah di amputasi dan rentan akan membawa konflik terhadap wilayah-wilayah pesisir. Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus mampu menyikapi berbagai bola liar yang ada pada RUU Cipta Lapangan Kerja yang bermetodeĀ omnibus law ini.(**)