Oleh: Hery Susanto, SPi, MSi (Ketua Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Kornas MP BPJS)

SABUROmedia, – “Demi masa/waktu, wal ashr. Perang melawan COVID-19 berpacu dengan waktu.” Mengapa demikian, karena jika kita perhatikan pemberitaan informasi perkembangan Covid-19 oleh pihak pemerintah, setiap hari selalu muncul peningkatan jumlah penderita Covid-19, bukan penurunan angka penderita, apalagi angka penderita berhenti total. 

Pemerintah bergerak dengan sejumlah langkah pun, seolah tidak mengurangi bahkan menghentikan angka penderita Covid-19.  Apalagi jika pemerintah diam, tentu makin memperparah keadaan dari seperti sekarang.  Meski terkesan pemerintah lambat ambil kebijakan antisipasi Covid-19 namun, itu jauh lebih baik karena masih ada kesempatan, namun sampai kapan?

Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah terutama Jabodetabek baru pada langkah membatasi ruang gerak aktifitas publik dan menyerukan ke semua warga untuk di rumah saja/work from home (WFH), cuci tangan, jaga kesehatan, dan lainnya.  Pastinya pandemik Covid-19 dan PSBB secara ekonomi telah melumpuhkan perekonomian nasional.  Iklim dan produktivitas kerja turun drastis, pekerja harian lepas, UMKM, bahkan pemberi kerja/pengusaha sudah menyalakan alarm bahaya perekonomian sudah tidak berdaya.  Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) telah merilis pernyataan bahwa mereka hanya bisa bertahan hingga bulan Juni 2020 hadapi wabah Covid-19 dan kebijakan pemerintah terkait PSBB. Setelah itu pengusaha tidak bisa bertahan alias kolaps.

Intinya, pemerintah harus menangkap sinyal alarm bahaya dari suara publik, maka kebijakan antisipasi Covid-19 tidak bisa main-main, salah ambil kebijakan bisa mengancam seluruh bangsa ini. Kematian warga terkena Covid-19 bertambah, peribatan warga seluruh agama secara berjamaah stop, perekonomian mati, dan bangsa ini masuk lembah krisis multidimensi yang mendalam.

Melihat perkembangan tersebut di atas guna antisipasi pencegahan Covid-19 terus melaju seiring waktu, pemerintah Indonesia harus menekan laju pertumbuhan pandemi ini dengan melakukan rapid tes seluas mungkin. Pemerintah tidak mungkin melakukannya sendiri, harus melibatkan seluruh elemen masyarakat. Sebab masyarakat lah yang berada di garda terdepan dalam memerangi Covid-19 ini. Pemerintah lewat gugus tugas Covid-19 sendiri tidak akan sanggup melawannya.

Oleh karena itu, kami berharap Pemerintah Indonesia bisa memberikan respons positif bagi inisiatif seluruh warga masyarakat melalui berbagai kelompok warga untuk mendorong rapid tes Covid-19 secara mandiri dan massif bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jika setiap orang bisa melakukan tes mandiri, jika setiap unit kerja di BUMN, BUMD, BUMS dan kelompok masyarakat lainnya mampu menanganinya maka kita bisa meminimalisir risiko  penularan Covid-19 dari segala penjuru NKRI.

Sebab ketika Pemerintah menanganinya sendiri, bahkan ketika pasien datang ke rumah sakit maupun klinik untuk melakukan rapid tes, tentu akan mengurangi beban tenaga medis yang sudah amat kewalahan atasi Covid-19.  Masyarakat adalah garda terdepan, pemerintah di tengah dan tim medis garda terakhir dalam penanganan Covid-19. Pemerintah harus memberikan ruang kebijakan untuk mendorong rapid test Covid-19 untuk seluruh warga, tidak saja di level bawah melainkan di level menengah atas.  Tidak saja membuat kebijakan protokol kegiatan selama PSBB melainkan juga rapid test secara massif. 

Warga yang terindikasi positif Covid-19 harus segera diisolasi, dan warga yang negatif Covid-19 bisa beraktivitas kembali untuk roda perekonomian, peribadatan, aktifitas sosial, dan lainnya.  Sebab jika seluruh warga terus diisolasi terus sampai batas waktu yang tidak menentu justeru akan mematikan semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *