SABUROmedia, Beijing – Duta Besar Indonesia untuk Republik Rakyat China dan Mongolia, H. E. Mr. Djauhari Oratmangun pada Virtual Telencoference Rumah Millenialls, Sabtu (11/4/20) di KBRI Beijing mengatakan bahwa dalam berdasarkan Laporan Analisa dan Fakta per hari yang dikirim ke Jakarta, total secara kumulatif dari awal kejadian hingga saat ini yang terkonfirmasi virus covid-19 di Tiongkok 83.307 kasus, dan saat ini hanya tersisa 2110, yang meninggal 3346 Orang dan yang sembuh sebesar 77851 Orang.
Beliau mencontohkan di Provinsi Hubei, sejak tanggal 6 April kemarin aktifitas ekonomi dan produksi sudah mulai buka, walau masih terbatas dengan disiplin yang tinggi, dengan pengawasan dari Pemerintah yang ketat. Sedangkan kasus Covid-19 di Provinsi – Provinsi yang tertular dan sempat di lockdown secara nasional sudah menurun jauh. Di Provinsi Hubei tersisa 351 kasus, Heilonjiang 155 kasus, dimana daerah ini berbatasan langsung dengan Rusia, Shanghai 113 kasus dan Beijing 111 kasus, Fujian yang dekat ke indonesia 39 kasus, Macau 35 kasus dan 8 Provinsi lain sudah dinyatakan 0 kasus sekarang, hal ini juga diumumkan WHO.
Oratmangun mengatakan kondisi di Tiongkok hari ini sudah hampir 80 persen kembali normal. Aktifitas ekonomi juga sudah mulai beroperasi, meskipun semua orang masih tetap harus disiplin menjalankan berbagai program pencegahan yang telah dianjurkan Pemerintah dari tingkat pusat, daerah, desa sampai ditingkat RT/RW. Menurut beliau, salah satu kunci keberhasilan Tiongkok dalam upaya menurunkan angka suspect virus corona adalah menerapkan kedisipilinan, dan disini ada aturannya, bisa dihukum. Pemerintah menggunakan aplikasi We Chat untuk memonitor mobilisasi warganya setiap saat, dengan pengumuman yang terarah, yang berisi berita – berita positif yang dapat memperkuat imunitas masyarakatnya, hal ini dilakukan terus dari Pusat sampai ke level RT/RW dengan narasi yang terarah dan gampang dicerna mealui media – media yang ada di Tiongkok, ujar beliau.
Seperti salah satu pusat Mal di dekat KBRI Beijing yang telah dibuka, namun tetap memperhatikan protokol kesehatan WHO, seperti pemeriksaan suhu tubuh, wajib menggunakan masker, menjaga jarak dan menghindari keramaian.
Hal ini juga berlaku di pintu – pintu masuk negara ini, beberapa pintu masuk besar ke China adalah Kota Guangzou, Shanghai dan Beijing, termasuk melalui Bandara. Pengalaman staf KBRI yang baru kembali dari Jakarta beberapa waktu yang lalu, khusus Beijing saja bisa memakan waktu 7 – 10 jam. Ada 6 staf KBRI yang baru balik dari Jakarta kemarin, dan berdasarkan pemeriksaan yang lengkap itu jika dinyatakan sehat, juga wajib mengikuti karantina mandiri di apartemennya masing – masing selama 14 Hari dibawah pengawasan yang ketat otoritas yang berwenang disini. Hanya diperkenankan keluar rumah 4 kali, untuk mengambil makanan didepan pintu rumah melalui jasa delivery, dan jika terdeteksi gejala suspect virus corona maka langsung dibawa ke RS Khusus, yang tidak bercampur dengan Pasien umum. Sementara ini, Rumah Sakit SARS yang dahulu, sekarang telah dibuka kembali, sedangkan 16 Rumah Sakit sementara termasuk di Wuhan yang dibangun sudah ditutup semua seiring semakin terkendalinya wabah Covid-19 ini. Kini Tiongkok tinggal menghadapi second wave (gelombang kedua), dimana penularan virus yang terjadi, melalui orang-orang yang kembali ke Tiongkok, baik warga negara (WN) Tiongkok yang baru pulang berlibur atau WN Asing yang kembali bekerja setelah liburan. Karena pada saat pandemic wabah Covid-19 terjadi, di Tiongkok musim liburan, yaitu hari raya Imlek dan liburnya aktifitas sekolah maupun perkantoran yang ada. Untuk itu, Tiongkok memperketat pintu-pintu masuk, khususnya Ibukota Beijing guna menghindari Import Case Covid-19 ini berulang.
Komisi kesehatan RRC hanya membutuhkan 80 hari untuk mengendalikan 83.307 kasus wabah covid-19 ini, dan termasuk berhasil dengan jumlah penduduk hampir 1.5 Milyar, dibandingkan negara – negara lain dalam pengendalian masa pandemic covid-19. Sejak pertama kali mulai tersebar di China, di awal-awal yang di lockdown adalah Kota Wuhan, Ibukota Provinsi Hubei dan ditutup secara terbatas Provinsi Hubei. Jumlah penduduk Wuhan 10 Juta dan Provinsi Hubei 50 Juta penduduk yang dikarantina, namun logistik tetap dipenuhi dan diberikan jaminan sosial termasuk dukungan Pemerintah terhadap dunia usaha, khusunya UMKM.
Setelah di lockdown atau penguncian wilayah, kemudian langkah mobilisasi massa, yaitu 42000 tenaga medis membantu disana, Provinsi Hubei dan Kota Wuhan. Para tenaga medis diperlakukan secara baik, bahkan seperti Pahlwan oleh warga masyarakat. Hal ini karena banyak tenaga medis yang berjatuhan menjadi korban juga.
Kota – Kota yang bertetangga dengan Hubei maupun Wuhan, yang masih normal aktifitas ekonomi dan tetap berproduksi, saling bergotong royong, merekalah yang mendukung dan mensupport logistik dan masyarakatnya bergotong royong untuk slaing membantu dengan penuh kesadran tinggi, tanpa diarahkan Pemerintah. Banyak Pabrik – Pabrik yang beralih fungsi, seperti pabrik kendaraan motor beralih ke Pabrik APD dan masker, hal ini dalam rangka menjawab tingginya kebutuhan ini pasca virus corona, dengan jumlah penduduk 1,4 M. Politik determination negara RRC, menempatkan isu penanggulangan covid-19 sebagai skala prioritas kepentingan nasional. Hal ini untuk memastikan bahwa goncangan ekonomi tidak berdampak nasional. Juga dukungan power of riset kaum cendekia atau ilmuwan China juga secara cepat dan serius melakukan riset, dan science technology China untuk mencari obat – obat covid-19, dan ini didanai secara besar – besaran oleh Pemerintah.
WNI di RRC secara keseluruhan sekitar 200.000 jiwa, dan pelajar hampir 15.000 yang sebagian besar tergabung dalam Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT) yang mempunyai cabang di 25 Kota di China. KBRI banyak bermitra dengan PPIT, khususnya dalam evakuasi di Wuhan beberapa waktu yang lalu. Sekarang yang tetap tinggal sekitar 1600 Orang, karena alasan penyelesaian studi akhir dan tugas – tugas kampusnya. KBRI aktif berkomunikasi, dan memberikan bantuan logistik maupun APD yang dibutuhkan.
Terakhir, Bapak Djauhari Oratmangun, yang juga mantan Dubes RI untuk Federasi Rusia & Republik Belarus ini, belajar dari China, optimisme warga masyarakat perlu terus ditumbuhkan dalam rangka memperkuat imunitas, hal ini bisa terjadi dengan dukungan media, para influencer dan penggiat media sosial positif di Indonesia, hal ini akan sangat mendukung Pemerintah dalam menangani Covid-19. Mari kita mulai menyajikan berita – berita yang positif, bersifat edukasi sehingga tidak menimbulkan kepanikan baru dan Pemerintah bisa focus dalam tugasnya dalam Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, himbaunya. (SM)