SABUROmedia, SBB – Tak peduli hujan, terik panas menyengat, jalan terjal, mendaki membelah gunung, lewati sungai, menyusuri hutan belantara, itu sudah menjadi keseharian bagi anak-anak pelajar yang tinggal di pegunungan Taniwel Kecamatan Taniwel Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Maluku.

Perjuangan demi hanya untuk mengenyam pendidikan, pelajar yang ada pada 7 Desa di pegunungan Taniwel harus berjalan kaki dari rumah ke sekolah membelah gunung sejauh 21 kilometer. Begitulah potret buram pendidikan di daerah terpencil di SBB. Belum ada sarana pendidikan yang memadai di daerah pegunungan, akses penghubung juga belum dibuka, wilayah ini masih terisolir.

Sarana pendidikan yang memadai hanya ada di ibu kota Kecamatan di Desa Taniwel, sedangkan di daerah pegunungan hanya terdapat satuan pendidikan pada sekolah menengah pertama. padahal wilayah itu sebagaian besarnya warga bermukim di daerah pegunungan.

“ Jadi untuk melanjutkan sekolah, pelajar dari Desa Pegunungan Taniwel seperti Desa Buria, Laturake, Riring, Rumahsoal, Niniari, dan Loiang mereka harus turun gunung mengenyam pendidikan di ibu kota, Desa Taniwel, “ ujar warga Buria Felix Pelatu yang mengaku prihatin atas kondisi anak pelajar di derahnya kepada Saburomedia.com, Selasa (03/03/2020).

Kata Pelatu, tiap harinya pelajar di pegunungan Taniwel harus pulang pergi ke sekolah dengan menempuh jarak cukup jauh 21 Km, bagi mereka yang punya saudara di Desa Taniwel, memilih tinggal bersama saudara, tapi tidak sedikit dari mereka harus membela gunung tiap harinya karena tidak memiliki tempat tinggal alias saudara.

Atas keprihatinannya itu, Pelatu yang juga aktifis asal Taniwel ini bersama sejumlah warga menginisiasi pembuatan rumah singgah anak Sekolah, Lumah Tiae di Desa Taniwel. Semacam gubuk, Lumah Tiae terbuat dari bahan kayu dan daun sagu sebagai atapnya.

” Lumah Tiae ” bagi warga taniwel adalah Gubuk yang menyerupai rumah, yang biasa dipakai sebagai tempat penyimpanan barang berupa hasil tani, kondisinya tak layak untuk dihuni.

Gubuk ” Lumah Tiae ” untuk siswa ini dibuat sederhana secara swadaya oleh sejumlah warga, terutama bagi mereka yang punya hubungan saudara dengan pelajar di pegunungan, dikerjakan secara gotong royong, bahan-bahannya seperti kayu dang gaba-gaba atau pelepah dahan Sagu digunakan sebagai dinding dan daun Sagu (Rumbia) sebagai atapnya.

“ Dengan pembuatan Lumah Tiae ini kiranya bisa dipergunakan bagi pelajar sebagai rumah singgah, agar mereka tak harus pulang pergi tiap harinya dengan menempuh jarak yang cukup jauh, “ jelas Pelatu.

Ia juga mengharapkan dengan kondisi yang dialami para pelajar di daerahnya itu kiranya pemerintah daerah provinsi Maluku lewat dinas pendidikan menaruh perhatian atas problem pendidikan di daerah pegunungan  Taniwel.

“ Saya berharap pemerintah bisa melihat persoalan ini, karena ini menyangkut hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak oleh anak bangsa, untuk itu saya meminta pihak pemerintah Provinsi dalam hal ini Dinas Pendidikan untuk segera membangun sekolah SMA di Daerah Pegunungan, “ pinta Pelatu penuh harap. (SM-1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *