SABUROmedia, Ambon – Anggota Legislatif (Aleg) kota Ambon, Ir. Frederika Latupapua, MBA menggelar resesnya di gedung Wanita Ponegoro, Jumat (28/02/2020).

Reses guna menyerap aspirasi konstituen ini digelar untuk masa sidang II tahun sidang 2020. Latupapua yang merupakan anggota DPRD kota Ambon dari partai Golkar ini menemui konstituennya di Daerah Pemilihannya (Dapil) kota Ambon I Sirimau & Leitimur Selatan.

Dalam resesnya itu Latupapua lebih konsen pada persoalan pendidikan dan kesehatan, Ikut hadir dalam kegiatan reses itu hamper sebagian besarnya adalah para tenaga pengajar yang terdiri dari sejumlah sekolah diantaranya, SD Inpres 18, SD Kristen Urimesing A2, SD Kristen Belakang Soya B2, SD Kristen Urimesing B2, SD Negeri 29 Karpan, SD Belakang Soya A2, SD Negeri 39 Skip, SD Negeri 24 Skip, SD Negeri 11, SD Negeri 3, SD Negeri 61, SD Negeri 66, SD Kristen Belakang Soya A1.

Selain itu ikut hadir juga sejumlah tenaga kesehatan dari beberapa Puskesmas diantaranya Puskesmas Ch. Tiahahu, Puskesmas Kayu Putih, Puskesmas Waihoka, Puskesmas Belakang Soya.

Dari hasil pertemuan itu mengemuka sejumlah persoalan yang melilit dunia pendidikan diantaranya persoalan sarana prasarana sekolah yang minim, ruang kelas yang tidak memadai bahkan ditemui 1 sekolah hanya mempunyai 3 ruang kelas, tidak mempunyai perpustakaan, wc yang sudah rusak bahkan sekolah yang rusak akibat gempa kemarin yang bahayakan murid.

Sedangkan mengenai kesejahteraan guru, sering dana APBD terlambat dikucurkan sehingga guru inisiatif hutang agar test/ujian tatap berlangsung sesuai jadwal.  Sekolah yang berada dibawah pengelolaan yayasan sangat minim dana pendidikan, komputer dan laptop tidak ada sehingga guru memakai laptop pribadi untuk selesaikan tugas. Perpustakaan & ruang UKS yang tidak memadai.

Tenaga guru juga mempersoalkan keberadaan 8 SD yang disatukan dalam 1 gedung atau kompleks (SD P&K) dan 3 ruang untuk 1 Sekolah yang tentu sangat tidak nyaman, dan pemandangan ini terjadi di Jln Pattimura, Ambon.

Belum lagi persoalan pada guru honorer yang tidak memiliki NUPTK seperti guru bahasa Inggris yang tidak mendapat gaji honor, terpaksa ditutupi dengan dana lain. Sebab aturan dana BOS, tidak ada regulasi untuk Guru bahasa Inggris. Demikian juga guru musik.

Program Ambon kota musik tidak ditunjang dengan guru dengan latar belakang keahlian musik. Untuk akreditasi sekolah, sarana prasarana harus sesuai standart ukuran ruang-ruang sekolah. Wc, ruang kelas dll, menjadi penghambat akreditasi. Kursi meja banyak yang rusak dan tidak sesuai jumlah murid & guru. Demikian juga laptop guru dan komputer siswa. Guru juga sampaikan soal BPJS apabila ada kecelakaan bagi siswa.

Sedangkan soal puskesmas, penanganan pasien penyakit menular & tidak menular terkendala pada biaya. Tidak bisa memakai cek darah karena stik cek darah mahal. Puskesmas Ch Tiahahu menyatu dengan Dinas Kesehatan, sehingga ruang puskesmas terbatas. Harus ada koord pasien rujukan dari puskesmas ke RS agar pasien tertangani cepat dengan /tanpa BPJS. Posyandu yang masih pakai rumah penduduk, dana desa 10% harus diberikan bagi pelayanan puskesmas Desa tersebut. Peralatan timbang anak, kesehatan lingkungan sekitar puskesmas yang buruk pada puskesmas Mardika. Demikian juga sarana prasarana yang kurang memadai sesuai kebutuhan pelayanan pasien.  (SM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *