SABUROmedia, Tual – Polemik terhadap Laporan Polisi No : LP/54/II/2020/Maluku/Res Malra Tanggal 18 Februari 2020 oleh DPRD Kota Tual, terjadi atas aksi demonstrasi HMI Cab Kota Tual yang berakhir ricuh. Aksi HMI ini berlangsung Selasa (18/02/2020) terkait soal dugaan indikasi adanya pelanggaran hukum terhadap pengadaan 27 kendaraan bermotor di Dinas PMD Kota Tual Tahun 2017, yang merupakan hasil perjuangan anggota melalui Pokok- Pokok Pikiran DPRD Kota Tual Periode 2014 – 2019 yang diduga tidak mengantongi surat kendaraan bermotor resmi (STNK & BPKB) alias kendaraan bodong.
Namun hal ini dibantah oleh Wakil Ketua I DPRD Kota Tual, Ali Mardana, “ hal ini hanya terkait hal teknis administrasi, karena pengadaannya melalui Dealer resmi, DPRD Kota Tual sangat koperatif terkait hal ini, jika kedepan sudah ada temuan hukum, kita siap menyerahkan untuk diproses hukum “, terangnya.
Ali Mardana yang juga Presidium ICMI Muda ini menyampaikan klarifikasi bahwa posisinya sebagai Pimpinan DPRD Kota Tual, Wakil Ketua I, bersama Ibu Fitri Rahmi A. Notanubun, Wakil Ketua II, bukan pribadi, dikarenakan Ketua DPRD Kota Tual sementara dinas diluar.
“ Jadi hentikan penggiringan opini yang sangat merugikan dirinya, Keluarga dan institusinya. Pelaporan ini dilakukan setelah menggelar Rapat Pimpinan DPRD Kota Tual, yang dihadiri lintas Fraksi DPRD Kota Tual, dimana diputuskan untuk membawa masalah pencoretan kantor dan ruang paripurna DPRD Kota Tual ke Polisi. Hal ini yang menjadi dasar, selaku unsur Pimpinan DPRD Kota Tual.
Terkait aksi yang kemarin itu, sebagai pimpinan mereka menerima secara baik, dan mempersilahkan masuk diruang paripurna untuk mendiskusikan tuntutan mereka, tapi adik-adik HMI tetap tidak mau. Kita tetap menunggu adik-adik yang lagi demo, sampai tiba waktu Shalat Ashar, kita ajak Shalat Ashar dahulu, tapi tidak mau.

Akhirnya sebagian dari kita anggota DPRD yang laki-laki shalat. Setelah selesai Shalat, karena kebetulan sudah terjadwal agenda kerja untuk ketemu Bapak Walikota Tual. Selesai dari sana, menjelang Maghrib kita balik, menemui ruangan sudah penuh dengan corat coret. Akhirnya kita menggelar Rapat Pimpinan DPRD Kota Tual untuk membahas permasalahan tersebut, bersama unsur pimpinan lainnya, yaitu ibu Fitri Rahmi A. Notanubun dan Aisya Renoat, juga terkait tuntutan adik-adik HMI.
“ Akhirnya, kita putuskan untuk mengundang instansi terkait hari itu juga, untuk melaksanakan RDP, namun yang hadir Cuma BPPD, sedangkan Pihak Samsat berhalangan hadir karena lagi diluar daerah, “ ujarnya.
Dari hasil Rapat Pimpinan DPRD Kota Tual itu kata Ali Mardana disepakati untuk membawa masalah ini ke ranah hukum, sebagai media pembelajaran bagi oknum – oknum yang melakukan coret-coret (yang video rekamannya viral di Medsos). Akhirnya Bapak Ali Mardana, selaku Pimpinan, punya tugas berkomunikasi diluar dan didalam, bersama unsur Pimpinan DPRD Kota Tual lainnya, yaitu Ibu Fitri Rahmi A. Notanubun dan Aisya Renoat, melaporkan masalah ini ke pihak kepolisian.
Hal ini agar ada efek jera, dan tidak terulang lagi kedepan, apalagi ini ruang Paripurna. Setelah pelaporan ini, kita melanjutkan RDP dengan instansi terkait, yaitu Dinas PMD & Lantas Polres Malra, dalam rangka menjawab tuntutan yang demo tadi, namun Pihak Samsat berhalangan hadir karena sementara dinas diluar daerah.
Ali Mardana, yang juga kader Muhammadiyah ini, menyatakan dari awal kita koperatif, kita tidak alergi terhadap oto-kritik, bahkan kita perlu ruang – ruang itu dari masyarakat, agar DPRD Kota Tual bisa lebih maksimalkan melaksanakan fungsi dan perannya kedepan.
Sementara itu Pakar Hukum Unpatti, Dr Sherlock Halmes Lekipiouw., SH., MH yang ditemui Saburomedia.com Senin (24/02/2020) mengatakan, bahwa jika ada keputusan rapat pimpinan untuk melaporkan LP No 54 kasus ini sah, kita tentunya berharap agar konstruksi hukum terhadap rumusan delik Pasal yang disangkakan (489 KUHP) dilakukan secara baik utamanya unsur “menimbulkan bahaya atau kerugian“, sehingga memenuhi aspek legalitas dan kepastian hukum, “ tuturnya. Sherlock juga menyoroti eksistensi Pasal Aqua (489 KUHP) dalam penerapannya dapat menimbulkan debatebel dan multitafsir terkait dengan konsep kenakalan dan konsep akibat yang ditimbulkan dari perbuatan incause. Bahwa apa yang terjadi dan dilakukan merupakan perbuatan yang patut disayangkan terjadi tetapi apakah pidana adalah solusi yang tepat ? Biarkanlah prosesnya berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, “ jelasnya (SM-1)