SABUROmedia, Saumlaki – Mahasiswa pada Sekolah Tinggi Keguruan dan Imu Pendidikan Saumlaki (STKIPS) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) mengeluhkan biaya kuliah yang begitu mahal, selain biaya mahal kualitas staf pengajar juga patut dipertanyakan karena tidak sesuai dengan basic keilmuannya.
Hal ini disampaikan Thomas Weriratan kepada Saburomedia.com via telfon Senin (17/02/2020). Weriratan mengatakan Kampus yang sudah mencetak beberapa lulusan dengan Gelar S.Pd dan memiliki dua jurusan diantaranya Matematika dan Bahasa Inggris itu merupakan salah satu kampus kebanggaan masyarakat Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Hanya saja Weriratan mengaku kecewa dengan perilaku pihak kampus yang sewenang-wenang menaikan biaya SPP dan aksi pungli yang dilakukan oleh Dosen mata kuliah.
” Kami orang tua hampir-hampir tak bisa bernapas jika saat pembayaran uang semester tiba, tak hanya itu kualias tenaga Pengajar juga patut di pertanyakan, sebab seorang Magister Hukum, bisa mengajar mata Pelajaran Bahasa Inggris, Master Thelogia bisa mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris, itu khan aneh, tetapi di kampus STKIPS yang bersangkutan tetap dilegalkan dan semua petinggi di kampus salah satunya Ketua Yayasan seakan menutup mata untuk hal itu, ” terangnya.
Atas kondisi itu mewakili orang tua mahasiswa saya ingin menyampaikan kepada Ketua LLDIKTI Wilayah Maluku – Maluku Utara, bolehkah sarjana yang bukan besiknya bisa menyajikan mata kuliah lain?
Harapannya bisa ada perhatian atas kondisi tersebut, ” kami merasa ditipu dan dipermainkan, jika di perbolehkan layangkan teguran keras dan sesegerah mungkin dilakukan pembenahan terhadap dosen- dosen tenaga pengajar tersebut.
Dan kembali memferifikasi dosen-dosen yang ijasanya dilaporkan di LLDIKTI sebagai tenaga pengajar padahal kenyataannya mereka sudah diberhentikan sekian lama dari Dosen STKIPS tersebut.
Tak hanya itu, beberapa keluhan dari orang tua mahasiswa juga disampaikan diantaranya sosialisasi Penerimaan Masiswa Baru di sampaikan bahwa akan di berikan beberapa beasiswa kepada para pendaftar yang bergabung di STKIPS tetapi pada kenyataannya semua berbeda.
Beasiswa yang diumumkan itu hanya di peruntunkan bagi adik,saudara atau anak dari petinggi-petinggi di STKIPS, ” jadi kami heran tapi mau dibuat bagaimana kami hanya masyarakat kecil yang kurang tersentuh oleh keadilan, ” ucapnya. Alhasil kata Weriratan hingga semester dua dan seterusnya anak-anak mulai berhenti kuliah karna tak mampu membayar SPP dan hasilya satu kelas hanya ada dua atau tiga mahasiswa yang aktif berkuliah.(SM)