SABUROmedia, Ambon – Pada puncak peringatan Hari Gizi Naional yang ke- 60 yang berlangsung di lapangan upacara Kementerian Kesehatan RI, Duta Parenting Provinsi Maluku, Widya Murad Ismail, diberikan penghormatan oleh Menteri Kesehatan, Dr. Terawan Agus Putranto, untuk menyampaikan testimoni tentang pengalamannya memerangi stunting di daerah Maluku.

Berikut testimoni lengkap Duta Parenting Provinsi Maluku, Ibu Widya Murad Ismail di Puncak Peringatan Hari Gizi Nasional (GAN) ke 60 di Kementerian Kesehatan RI yang rilisnya diterima Saburomedia.com Selasa (28/01/2020)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Adalah suatu kehormatan dan penghargaan ketika saya sebagai Duta Parenting (Perangi Stunting) Provinsi Maluku, diberikan kepercayaan untuk berdiri di sini, dihadapan Bapak Menteri Kesehatan Republik Indonesia, para petinggi di Kementerian/Lembaga lingkup Kementerian Kesehatan dan lintas Kementerian terkait, serta para undangan, dan teristimewa para generasi penerus bangsa, generasi milineal.

Izinkanlah saya untuk berbagi sedikit pengalaman, selama menjalankan tugas sebagai Duta Parenting di daerah kepulauan, Provinsi Maluku.

Sejak dikukuhkan sebagai Duta Parenting tanggal 3 Juli 2019, saat itu saya langsung berkordinasi dan membuat rencana aksi bersama Dinas Kesehatan sebagai leading sector untuk penanggulangan kasus stunting di Maluku, mengingat masalah stunting juga menjadi concern dan perhatian serius Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo.

Tanggungjawab sebagai Duta Parenting menjadi serius saya jalankan, mengingat Maluku adalah provinsi dengan tingkat stunting yang sangat tinggi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi stunting di Maluku mencapai angka 34 persen. Kondisi ini menjadikan Maluku termasuk daerah rawan dengan tingkat stunting yang tinggi, setelah Nusa Tenggara Timur.

Tingginya angka kemiskinan merupakan akar permasalahan kesehatan dan gizi di Maluku. Tempat tinggal yang tidak sehat, masalah perilaku, kesadaran dan inisiatif hidup sehat yang rendah, akses terhadap pelayanan kesehatan juga rendah, semakin memperburuk derajat kesehatan masyarakat.

Kondisi geografis Maluku yang luas, menjadi tantangan tersendiri lagi. Secara geografis, Provinsi Maluku terdiri dari 1.340 pulau dengan luas wilayah 712.480 Km2, terdiri dari 92,4 persen lautan, dan hanya 7,6 persen daratan. Luas wilayah Maluku ini jauh lebih luas, dari luas daratan Pulau Jawa yang hanya 128.297 Km2.

Kondisi ini membuat kami menjadi semakin sulit, apalagi dengan kecilnya APBD Provinsi Maluku, dimana formula perhitungan DAU (Dana Alokasi Umum) hanya memperhitungkan luas daratan, benar-benar membuat percepatan pembangunan menjadi terhambat karena masalah disparitas atau kesenjangan.

Sebagai perbandingan, wilayah kami sebagai provinsi yang sangat luas itu hanya didukung APBD sebesar Rp3,2 Triliun. Berbeda misalnya dengan Kota Tangeran Selatan dengan luas kota hanya 147,2 Km2 dan semuanya daratan, APBD tahun 2018-nya mencapai Rp3,8 Triliun.

Bisa dibayangkan, akses dan aksesibilitas ke pulau-pulau di Maluku, baik melalui laut maupun udara, begitu sulit dan mahal. Situasi ini mengakibatkan kemiskinan sangat sulit dihindari. Hal ini pula yang berdampak pada tingginya kasus stunting dan gizi buruk di Maluku.

Meskipun demikian, kondisi ini tidak membuat kami putus asa dan pesimis. Sebagai Duta Parenting, Istri Gubernur, dan ibunya anak-anak Maluku, saya berusaha keras menyempatkan waktu untuk turun langsung ke desa-desa locus stunting di daerah pulau-pulau dan terpencil, untuk menyentuh dan mengajak langsung masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Terhitung selama lima bulan di tahun 2019 lalu, saya sudah turun di tiga Kabupaten, langsung ke desa yang menjadi locus stunting. Ketiga kabupaten itu adalah Seram Bagian Barat, Kepulauan Aru dan Maluku Tengah. Ketiga kabupaten ini dipilih karena memiliki kasus stunting tertinggi di Maluku.

Tantangan untuk bisa mencapai desa-desa ini juga cukup sulit. Mulai dengan menggunakan pesawat terbang, menyeberangi lautan dengan kapal kecil, menumpangi kendaraan roda empat, atau harus sampai di desa yang berada di daerah pegunungan. Beberapa desa dintaranya itu, bahkan belum pernah didatangi oleh pejabat daerah sebelumnya.

Alhamdulillah dan bersyukur kepada Allah SWT, Tuhan YME, karena atas perkenaannya, saya sebagai Ibunya orang Maluku dan selaku Duta Parenting Provinsi Maluku, bisa berada di desa-desa terpencil, yang kebetulan menjadi locus stunting. Saya bisa melihat kondisi masyarakat di sana, berdialog dengan mereka, melihat anak-anak yang terkena stunting dan gizi buruk, dan berdialog dengan ibu-ibu hamil, seakan diri saya ikut merasakan apa yang mereka rasakan.

Meskipun dengan cuaca panas, menyeberangi lautan dengan kapal kecil seperti saat saya ke desa Wakua di Kabupaten Kepulauan Aru, atau sampai di desa yang berada di pegunungan Binaya di Pulau Seram yakni desa Piliana di Kabupaten Maluku Tengah, tapi saya menikmati dan mensyukuri semua itu. Saya bersyukur karena bisa bertemu dengan anak-anak dan masyarakat di sana, dan hadirnya saya sebagai ibu mereka, ternyata memang sangat dirindukan.

Perlu saya sampaikan, selama turun ke pulau-pulau dan desa-desa terpencil ini, saya selalu jalan tanpa didampingi suami yang adalah Gubernur di Maluku. Namun dukungan penuh suami saya melalui OPD teknis yang mendampingi saya selama di lapangan, sangat membantu sekali.

Setelah melihat langsung kondisi masyarakat, menurut saya, kasus stunting di Maluku masih bisa dicegah karena daerah Maluku cukup subur dan kekayaan lautnya berlimpah sehingga kebutuhan protein cukup tersedia. Kebutuhan akan protein bersumber dari ikan-ikan, atau dari umbi-umbian, yang mudah ditemukan oleh masyarakat.

Kesimpulan saya, tingginya angka stunting disebabkan karena pola hidup masyarakat yang kurang sehat. Saya juga menemukan banyak sekali remaja putri yang anemia. Hal ini berkaitan dengan kondisi kesehatan lingkungan yang membuat tingginya penyakit infeksi, dan adanya perilaku tidak makan sayur yang sudah membudaya.

Kelemahan lain yang membuat Maluku memiliki kasus stunting cukup tinggi, karena sebelumnya koordinasi lintas sektor sangat lemah. Karena itu, setiap mengunjungi desa-desa locus stunting, saya selalu mengajak para pimpinan OPD baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk melihat secara langsung permasalahan di masyarakat, dan bersama-sama mencari solusinya.

Untuk akselerasi dan percepatan penurunan angka stunting, saya juga melibatkan peran serta Ketua Tim Penggerak PKK di tingkat Kabupaten/Kota, dengan mengukuhkan 11 Ketua Tim Penggerak PKK sebagai Bunda Parenting di daerahnya masing-masing.

Atas inisiatif saya bersama Bappeda dan Dinas Kesehatan pula, telah ditandatangani Komitmen Bersama Gubernur dan seluruh Bupati/Walikota se-Provinsi Maluku untuk mendorong percepatan penurunan kemiskinan dan stunting. Alhamdulillah syukur, seluruh kegiatan saya ini sangat didukung oleh suami, dan ini menjadi kekuatan tersendiri bagi saya untuk terus bergerak maju.

Tahun 2020 ini, saya sudah mengagendakan untuk turun ke tiga kabupaten yang juga tinggi kasus stuntingnya yakni Seram Bagian Timur, Maluku Tenggara, dan Maluku Barat Daya. Rencananya di bulan Februari ini, saya akan turun ke Kecamatan Kilmuri di Kabupaten Seram Bagian Timur, sebagai agenda pertama saya di tahun 2020.

Mohon izin Pak Menteri, pada kesempatan baik ini, saya ingin meminta pula dukungan Pemerintah Pusat untuk berbagai upaya yang dilakukan dalam menanggulangi permasalahan stunting dan gizi, baik berupa anggaran maupun program-program khusus untuk daerah terpencil di kepulauan, kiranya Maluku juga mendapat perhatian.

Demikian sedikit pengalaman yang dapat saya bagikan kepada kita semua. Melalui momentum peringatan Hari Gizi Nasional yang ke-60 ini, mari bersama-sama kita perangi stunting, menuju manusia Indonesia yang Unggul dan Berprestasi.

Saya berharap remaja milineal, khususnya remaja putri saat ini juga menguasai informasi dan edukasi tentang stunting dan pencegahannya. Semakin dini remaja milenial mengetahui pentingnya menjaga kesehatan dan pemenuhan gizi yang seimbang, maka saat menjadi orang tua, kalian akan melahirkan anak yang sehat dan menjadi generasi unggul.

Tanggungjawab masa depan generasi Indonesia ada di kita. Sudah saatnya kita bergerak bersama, dan melakukan kerja-kerja konkrit. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?(SM/Humas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *