Oleh: Mario Kakisina (Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Unpatti)

SABUROmedia, Ambon– Orang indonesia adalah orang yang salah menenetapkan  tipekal dirinya sejak dahulu,indonesia merupakan negara yang di nobatkan sebagai negara berbasis pulau(archipelago),dan di sisi lain orang indonesia tidak mengakui identitas dirinya sebagai orang pulau,akibat dari keangkugan berfikir yang dengan tegas membagi kondisi penduduknya menjadi dua yaitu :<inner indonesia>dan< outer indonesia>

Inner indonesia atau sistim pertanian yang menetap dan mengunakan lahan basah yang berada pada kawasan indonesia barat sedangkan outer indonesia merupakan sistim pertanian yang berpindah pindah tempat sistim ini berada pada kawasan indonesia timur.Posisi kondisi fisik wilayah rempah-rempah (maluku) mulai dari unjung halmahera sampai tenggara jauh memiliki pulau-pulau dan laut yang menghubungkan,hal ini membuat sektor pertanian yang sulit di jangkau.

Berbeda dengan wilayah papua yang memiliki satu pulau akan tetapi yang memisakan pola pemukiman ruang gunung , lembah,dan sungai yang tak pernah ramah,hal ini membuat masyarakat papua menilai kepulauan maluku memandang dari laut.

    Sudut pandang orang pulau adalah laut bertatakan pulau -pulau sehingga konsep yang di kembangkan yaitu laut pulau.artinya keduanya tidak dapat di pisahkan.ciri khas pulau yang ada di maluku adalah memiliki garis pantai yang panjang dengan luas area dataran yang sempit.

    Ciri-ciri orang pulau adalah selalu menerima orang luar dengan senang hati(welcome) ketika ada hal yang tidak berkenan maka mereka akan berlari dan bersembunyi di hutan.hal ini adalah salah satu bentuk penolakan,akibat dari hal tersebut maka orang pulau sering di pandaang sebagai orang primitif,orang pemalas dan suku terasing.aktivitas orang pulau adalah mengikuti fenomena alam dan kearifan lokal untuk memuliakan ruang pesisir dan laut,Bedasarkan kondisi nyata geografis kepulauan maluku maka menjadi pertimbangan serta pembangunan politik pertanian di wilayah kepulauan maluku dengan ide:membangun dari aras laut.

    Sistem pertanian pulau -pulau dipandang dari tiga konsep ruang dimana organisme hidup termasuk manusia memilihnya sebagai suatu habitat yaitu gunung, pantai dan laut. Ketiga ruang ini harus dilihat secara holistik. Jika kita mau membangun manusia, dalam hal ini memanusiakan manusia, maka harus dimulai dari habitat dimana manusia berada yaitu ruang yang memungkinkan manusia bisa berkarya sepanjang hidup dengan curahan waktu kerja penuh.

    Itu berarti manusia hanya bisa menggunakan ruang gunung dan pantai. Sedangkan ruang laut atau lautan adalah tempat hydroorganisma. Ruang laut tidak bisa menjadi pemukiman manusia dan lebih cenderung dijadikan sebagai ruang untuk menghidupi manusia, dimana kondisi laut tidak bisa ramah sepanjang waktu. Kondisi yang ramah itu hanya bisa diketahui oleh manusia yang mengelolanya. Contohnya : pergerakan arah angin di darat akan menjadi indikator bagi manusia untuk memprediksi situasi di 

    Pertanian kepulauan tidak terlepas dari kondisi geografis wilayah kepulauan itu sendiri dimana situasi dan kondisi akan sangat berbeda dengan wilayah kontinental, terutama bila dilihat dari sisi luasan ketersediaan lahan untuk mengembangkan suatu usaha pertanian yang intensif. Kemudian iklim yang beragam dan cuaca yang fluktuatif dari pulau ke pulau, serta jenis tanah dengan sifat erodible dan tingkat kesuburan tanah yang rendah, mudah tercuci pada bagian top-soil dengan ketebalan tanah yang rendah merupakan faktor-faktor pembatas pembangunan sistem pertanian Pertanian kepulauan tidak terlepas dari kondisi geografis wilayah kepulauan itu sendiri dimana situasi dan kondisi akan sangat berbeda dengan wilayah kontinental, terutama bila dilihat dari sisi luasan ketersediaan lahan untuk mengembangkan.

    Ciri utama dari wilayah kepulauan adalah terbatasnya lahan datar dengan kondisi kepulauan yang terisolasi satu dengan yang lain memberi peluang untuk mengembangkan pola pertanian lahan kering dengan komoditi unggulan yang kompetitif seperti yang sudah dipraktekkan oleh petani Maluku yaitu mengembangkan sistem agroforestry tradisional. Berikut ini beberapa nama lokal dari sistem agroforestry tradisional adalah dusung (Pulau Ambon dan Lease), lusun (Pulau Seram), wasilalen (Pulau Buru) dan atuvun (Pulau Kei). Model ini merupakan model yang cocok secara ekologi dan merupakan penyanggah bagi kawasan pegunungan dari bahaya erosi.

     Jika kita bayangkan apabila kita menganjurkan petani di Maluku untuk merubah pola usahatani dari tanaman campuran antara tanaman hutan dan tanaman pertanian (agrisilvikultur) ke pola usahatani tanaman pangan dengan sistem monokultur, maka untuk daerah kepulauan dengan komposisi tanah yang sangat labil akan sangat berbahaya bagi keselamatan manusia di dalam pulau tersebut. Pengaruh yang luas juga bisa sampai pada pendangkalan daerah tepi pantai sehingga akibatnya terjadi pengrusakan vegetasi tanaman daerah pantai (=mangrove) dan yang tidak kalah penting adalah rusaknya daerah terumbu karang. Kerusakan ekosistem daerah pantai akan memberi dampak pada siklus hidup plankton dan jenis biota laut lainnya.

   Jadi tindakan merubah ekologi daerah pegunungan akan memberikan indikasi bahwa nilai cinta-rasa memuliakan laut sudah pudar. Amati dan bandingkan dengan tindakan « illegal logging » yang pernah dipraktekkan oleh para pemegang konsesi hutan, akibatnya yang dirasakan saat ini adalah ekosistem daerah pegunungan sangat cepat berubahSelanjutnya, sistem pertanian di pulau-pulau kecil selayaknya mengadopsi konsep pertanian dengan input luar rendah dan agroekologi. Konsep LEISA (Low external input sustainable agriculture) merupakan suatu pilihan yang layak bagi petani dan bisa melengkapi bentuk-bentuk lain produksi pertanian.

    Konsep ini selanjutnya menekankan prinsip-prinsip ekologi dalam pertanian dengan menempatkan usahatani sebagai relung ekologi yang mirip dengan alam yang berupaya mencapai keanekaragaman fungsional dengan mengkombinasikan spesies tanaman dan hewan (agrosilvopastura) dimana hal ini sudah dipraktekkan oleh petani di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) yang disebut lutur. Konsep pertanian lutur adalah yang saling melengkapi dan berhubungan dalam interaksi sinergetik dan positif, sehingga kestabilan bisa diperbaiki, dan produktifitas sistem pertanian dengan input rendah. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *