Oleh: Habil Kadir, S.IP (Direktur Lembaga Pemantau Pemilu (LPP) BKPRMI Maluku)

SABUROmedia, Ambon: Tahapan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 kini memasuki etape krusial, yaitu Pencocokan dan Penelitian (Coklit) data pemilih. Tahapan coklit dijadwalkan mulai berlangsung pada tanggal 12 Februari 2023 sampai dengan 14 Maret 2023 melalui Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih).

Pantarlih merupakan unjung tombak KPU dalam melakukan pemutakhiran dan pendaftaran Pemilih. Melalui Pantarlih, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk memastikan penyusunan daftar pemilih sesuai amanat undang-undang dengan memperhatikan prinsip Komprehensif, akurat , mutakhir, terbuka, partisipatif dan akuntabel sebagaimana PKPU Nomor 7 tahun 2022.

Coklit menjadi tahapan penting dalam penyelenggaraan Pemilu, sebab ditahapan ini hak konstitusi politik warga dipertaruhkan. Petugas coklit dalam hal ini Pantarlih tentu mengemban tugas yang sangat penting yaitu melayani hak konstitusional warga negara dalam menggunakan hak pilihnya.

Daftar pemilih memang menjadi permasalahan klasik dari pemilu ke pemilu dan tak pernah kunjung usai. Problem yang sering kali muncul pada tahapan ini diantaranya masih ditemukannya beberapa data pemilih yang terpisah dari data KK Induk dan masuk di TPS lain, Juga, masih ditemukannya data warga yang telah meninggal akan tetapi masih tercatat sebagai pemilih dan sejumlah permasalahan data pemilih lainnya.

Berdasarkan laporan dan hasil pemantauan Lembaga Pemantau Pemilu (LPP) BKPRMI Maluku, sejauh ini masih ditemui sejumlah kerawanan pada tahapan coklit diantaranya, Pantarlih melakukan Coklit menggunakan sarana teknologi informasi tanpa door to door secara langsung kepada pemilih, tidak menindaklanjuti masukan atau tanggapan masyarakat, Coklit dilaksanakan tidak tepat waktu, Pantarlih tidak menempelkan stiker Coklit untuk setiap satu Kepala Keluarga setelah melakukan Coklit, Pantarlih tidak menindaklanjuti rekomendasi pengawas pemilu.

Hasil pemantauan dalam proses pencoklitan juga masih terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh Petugas Pantarlih dibeberapa titik sampel, dan tidak menutup kemungkinan ini merata dibeberapa daerah lainnya. Sejumlah temuan tersebut tentunya menjadi salah satu tantangan cukup berat pada pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan umum 2024 mendatang.

Alih-alih menyebut, Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) dalam melaksanakan tugasnya kadang belum memahami tata cara mekanisme dan prosedur melakukan pelaksanaan pencocokan dan penelitian (Coklit) data pemilih. Selain itu terdapat kendala pada Pantarlih yang tidak bisa melaksanakan tugasnya, karena keterlambatan logistik.

Dengan berbagai persoalan demikian, disarankan bagi KPU untuk serius melakukan Bimtek terhadap petugas pantarlih guna penguatan sumber daya manusianya. Karena ini penting agar petugas Pantarlih dapat memahami dengan baik tata cara dan mekanisme melakukan Coklit. Sebab akan berdampak pada akurasi data Coklit yang dihasilkan.

Pengawasan Coklit penting dilakukan, tidak hanya semata menjadi tanggungjawab Lembaga Pengawas Pemilu, tetapi keterlibatan dan peran partisipatif masyarakat sangat diperlukan, karena menyangkut hak politik masyarakat yang sudah memenuhi syarat untuk menyalurkan suaranya. Selain itu, masyarakat juga bisa terlibat secara aktif untuk mendaftarkan dirinya sebagai pemilih.

Hal itu dilakukan untuk lebih memastikan data di lapangan sesuai terjadi apa-adanya. Mengingat di tahun ini petugas Pengawas Pemilu tidak mendapatkan data pemilih dari KPU sehingga Pengawas Pemilu sulit memastikan akurasi, validitas, dan keabsahan coklit. Akibatnya, sulit bagi Pengawas Pemilu memastikan tidak ada warga yang kehilangan hak pilihnya.

Untuk memastikan semua warga yang telah memenuhi syarat dijamin hak politiknya, maka, peran partisipasi pengawasn dengan keterlibatan masyarakat penting digencarkan terutama di daerah-daerah yang rentan kendalinya agak sulit dijangkau. Masyarakat di daerah-daerah pelosok, jauh dan terpencil perlu dilibatkan dalam pengawasan partisipatif untuk memastikan coklit dilakukan sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku sehingga tidak ada warga hak pilihnya terabaikan.

Biasanya, potensi kerawanan bisa terjadi dalam situasi dimana akses wilayah yang sulit dijangkau dan keterbatasan sarana komunikasi sehingga instrument teknologi informasi yang digunakan KPU tidak dapat dimaksimalkan. Yang terjadi, bisa saja petugas Pantarlih melakukan Coklit tanpa door to door melainkan Pantarlih bisa saja menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan Coklit. Jika ini terjadi tentu sangat berdampak pada akurasi hasil Coklit.

Padahal jelas, praktik demikian melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Pasal 177 dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp 3 juta dan paling banyak Rp 12 juta. Pasal ini berlaku bagi setiap orang yang memberikan keterangan palsu pada proses pemuktahiran daftar pemilih, baik itu masyarakat, penyelenggra pemilu, ataupun pasangan calon.

Lebih lanjut dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 177A ayat (1) setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih sebagaimana dimaksud Pasal 58, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 12 juta dan paling banyak Rp 72 juta.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *