SABUROmedia, Ambon – “Hidup dan mati ada dalam genggaman Illahi. Takdir adalah kepastian, tapi hidup harus tetap berjalan. Proses kehidupan adalah hakikat, sementara hasil akhir hanyalah syariat. Gusti Allah akan menilai ketulusan perjuangan manusia, bukan hasil akhirnya. Kalaupun harus menjumpai kematian, itu artinya mati syahid di jalan Tuhan.” (Diponegoro).

Masih dalam memory tentang dr. Abdul Gafur Tengku Idris, yang populer dengan saapan Abdul Gafur atau juga Bung Gafur, kelahiran Patani, Halmahera Tengah, Maluku Utara, 20 Juni 1939. Pada era Orde Baru ia pertama kalinya menduduki jabatan Menteri Muda Urusan Pemuda Kabinet Pembangunan III (1978-1983). Ia adalah salah satu dari dua orang menteri asal Maluku di zaman Orde Baru bersama dengan Prof. Dr. Gerrit A. Siwabessy (1966-1978), yang kala itu mengemban jabatan sebagai Menteri Kesehatan.

Tatkala berlangsunya Pemilihan Umum (Pemilu) 1992 di era Pemerintahan Suharto, Bung Gafur yang saat itu mengemban jabatan sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (1983-1988) sekaligus kader Golongan Karya (Golkar) pernah mengunjungi Masohi. Saya masih ingat saat Bupati Maluku Tengah saat itu, Kolonel Abdul Gani Polanunu memperkenalkannya kepada khalayak, yang memadati Lapangan Nusantara. Ia bertubuh tidak terlalu tinggi, mengenakan kacamata, dan rambutnya mirip kebanyakan orang Maluku pada umumnya, yang tidak terlalu lurus dan klimis layaknya sahabatnya Bung Harmoko Menteri Penerangan.

Ketika diperkenalkan kepada khalayak di Lapangan Nusantara, barulah kita melihat oh inilah Bung Gafur, Pak Menteri Pemuda dan Olahraga kita, yang selalu kita saksikan di Televisi Republik Indonesia (TVRI) setiap saat. Apalagi ketika Ellyas Pical akan bertarung, gambar hidup Bung Gafur akan hadir di layar TVRI pada barisan terdepan para tamu undangan, yang menyaksikan pertandingan petinju asal Saparua itu. Sesekali kita menunjuk wajahnya yang terlihat di layar TVRI “itu Bung Gafur Menteri Olah Raga kita”. Semacam ada kebanggaan tersendiri, lantaran ia salah satu menteri yang berasal dari Maluku kala itu.

Dalam kunjungannya ke Masohi, saat itu Bung Gafur tak sendirian, dimana dari jajaran Kabinet Menteri Pembangunan III, hadir pula Prof. Dr. drh. Jannes Humuntal Hutasoit Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan (1983-1988), bersama sejumlah artis ibu kota seperti ; Jean Pattikawa, Ninndy Ellese, Lex Trio, Harry Leiwakabessy, Zeth Lekatompessy. Para pelawak antara lain ; Om Koko, Eddy Gombloh dan Sol Saleh. Sebelum ia tiba tersiar kabar Bung Gafur akan datang membawa Betharia Sonata, salah satu artis ibu kota yang populer saat itu, dengan tembang “Hati Yang Luka.”

Namun ternyata Betharia Sonata tak kunjung datang. Mungkin itu hanya trik dari panitia setempat, yang sengaja membuat isu kedatangan mantan istri Willy Dozan, dengan target agar warga Masohi berbondong-bondong datang memadati Lapangan Nusantara, untuk menyaksikan kampanye. Meskipun demikian kehadiran Bung Gafur, dan Pak Jannes Hutaosit Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan bersama rombongan artis dan pelawak ibu kota itu cukup menghibur khalayak Masohi ketika itu, yang saat itu “kapan tempo” di hibur artis dan pelawak ibu kota.

Sekilas melihat gaya bicara Bung Gafur dengan dialeg Patani Maluku Utara, yang cukup kental tatkala berpidato di hadapan khalayak di lapangan Nusantara. Begitu pula dari sikapnya, ia adalah pribadi yang luwes dan baik serta santun. Figuritasnya yang demikian, membuat ia luas pergaulannya di kalangan aktifitas mahasiswa Jakarta pada 1960-an lampau. Ia pun aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sejak tahun 1959, Bendahara Senat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) (1963–1964) Wakil Ketua Dewan Mahasiswa UI (1963–1965), dan Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) UI/Pembantu Umum KAMI Pusat (1966).

Bung Gafur dalam kiprahnya bersama dengan Cosmas Batubara, Sofyan Wanandi, Marie Muhammad, David Napitupulu, Akbar Tandjung, Fahmi Idris, dan lain-lain, adalah tokoh mahasiswa yang berada di garda depan dalam menggulingkan rezim Orde Lama. Pada 10 Januari 1966, mereka bersama ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Tanah Air menyerukan ‘Tritura’ atau Tiga Tuntutan Rakyat. Ketiga tuntutan dimaksud adalah ‘Bubarkan PKI, Turunkan harga, dan Bubarkan Kabinet Dwikora (100 menteri)’.(detikcom, 2020).

Pada Jumad 4 September 2020 pukul 06.35 WIB, tersiar kabar duka berpulangnya Bung Gafur aktifis HMI era 66, ia meninggal di Lantai 1 ruang ICU Isolasi RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Ia banyak mengharumkan nama Indonesia di galanggang olahraga, baik itu di event Sea Games, Asian Games, Olempiade dan event kecabangan olahraga lainnya pada tingkat nasional, regional, serta internasional. Begitu pula pada bidang kepemudaan ia sukses melakukan pembinaan dan prestasi. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Selamat jalan Bung Gafur, pengabdianmu bagi bangsa dan akan selalu dikenang, sebagai pengabdian yang terbaik. Semoga almarhum diterima disisi Allah SWT, dan keluarga yang di tinggalkan mendapat kekuatan lahir dan batin. Amin. (Oleh : M.J. Latuconsina – Komisioner Bawaslu Kota Ambon).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *