Oleh : Yusmianto Wally (Ketua DPW APN Maluku/Biro Politik dan Kajian Strategi DPD AMPI Maluku)
SABUROmedia, Ambon – Senin 17 agustus 2020 merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia untuk mengenang perjuangan para pahlawan bangsa yang telah gugur demi mepertahankan keutuhan dan kesatuan Negara Republik Indonesia dalam bingkai multikultur. Walaupun ada perubahan dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-75 yang disebabkan oleh pandemic COVID-19 yang melanda seantero belahan dunia, namun semua rangkaian HUT Kemerdekaan RI tetap berlangsung dengan khidmat dan tidak mengurangi sediktpun nilai-nilai kemerdekaan.
Jika dilihat dari kemegahan dan meriahnya acara HUT Kemerdekaan bangsa Indonesia yang dilaksanakan setiap tahun oleh seluruh masyarakt Indonesia, selebihnya lagi merayakan HUT kemerdekaan bangasa Indonesia dimasa pandemic ini maka kesimpulannya ialah masyarakat Indonesia sadar betul akan nilai-nilai kemerdekaan dan sadar akan setiap jeripaya dan perjuangan para tokoh-tokoh bangasa ini dalam memerdekakan Negera Kesatuan Repoblik Indonesia dari penjajahan. Namun, jika kita lihat dari sisi yang lain maka kita akan bertanya “Kemerdekaan ini milik siapa..?” milik rakyat kah..? Milik pemodal kah..? atau hanya milik kaum elite..?. mungkin bagi sebagian orang pertnyaan ini sangatlah konyol tapi, jiika kita lihat dari sisi yang lain denngan kacamata yang berbeda maka sesungguhnya pertanyaan seperti itu sangat pantas untuk ditanyakan. Lewat tulisan ini saya mengajak seluruh pembaca untuk sama-sama memberikan jawaban atas pertanyaan diatas dengan sudut pandangan masing-masing.
Sejatinya kemerdekaan yang digambarkan dalam pembukaan UUD 1945 ialah untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembukaan UUD 1945 ini mengisyaratkan kepada kita bahwa hakikat dari merdeka itu ialah Pemerintah harus melindungi rakyatnya dari segala bentuk ketidakadilan demi tercapainnya kesejahteraan umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa mimilih warna kulit, ras dan agama, artinya selama itu adalah rakyat Indonesia maka secara otomatis berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dimata hukum dan pemerintahan. Hal ini berarti selama amanah UUD 1945 belum dijalankan dengan sebaik-baiknya maka sesungguhnya kita masi hidup dalam bayang-bayang kemerdekaan.
Agustus bisa dikatakan sebagai bulan yang istimewa bagi bangsa Indonesia secara umum dan masyarakat Maluku secara khusus, hal ini disebabkan karena pada Bulan agustus rakyat Maluku tidak saja merayakan HUT Kemerdekaan bangsa Indonesia tetapi pada Bulan agustus bangsa Maluku juga merayakan HUT Propinsi Maluku yang jatuh pada tanggal 19 agustus. 19 agustus 2020 bukan saja momentum HUT Propinsi Maluku tetapi 19 agustus 2020 juga menjadi momentum atas penemuan jawaban terhadap beberapa pertanyaan diatas, bagaimana tidak, pada tanggal 19 Agustus 2020 terlihat jelas aksi pesta pora yang di gelar di Gedung Perwakilan Rakyat Propinsi Maluku yang mana di lengkapi dengan kehadiran Sekda Propinsi Maluku yang juga merupakan ketua SATGAS COVID19 Propinsi Maluku. Dari aksi tersebut kita bisa menjawab rentetan pertanyaan dan kita bisa berkata bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah milik elit pejabat tertentu bukan untuk rakyat, bahwa merdeka itu hanya milik kaum pemodal bukan milik rakyat dan rakyat hanya sebatas mendapatkan seremonial kemerdekaan yang setiap tahunnya dipertontonkan oleh sang penguasa.
Bukan saja soal ketidak pastian dan ketidak jelasan policy pemerintah pusat dan Pemerintah daerah dalam penangan penyebaran COVID 19 di Indonesia secara umum dan Propinsi Maluku secara khusus tetapi kalau kita kaji lagi berbagai macam policy pemerintah pusat selalu merugikan dan mengasingkan prepinsi Maluku, padahal kalau mau dilihat dari perjuangan rakyat Maluku dalam mempertahankan Negara kesatuan repoblik Indonesia tidak kalah jauh dari perjuangan propinsi lain bahkan Maluku menjadi salah satu propinsi pencetus kemerdekaan Repoblik Indonesia dalam artian tanpa Maluku maka Indonesia bukanlah Indonesia.
Kembali lagi pada tragedi 19 Agustus 2020 di kantor DPRD Propinsi Maluku meyakinkan masyarakat Maluku bahwa CORONA dipropinsi Maluku kepastiannya sangat diragukan, bagai mana tidak diragukan semntara Kepala SATGAS COVID 19 dengan santai berjoget bersama para petinggi Maluku tanpa mematuhi protocol kehsehatan padahal masayarakat Maluku selalu ditekan dengan berebagai macam aturan agar tetap mematuhi protocol kesehtan. Dari rentetan tragedy yang dipertontonkan bisa kita menarik kesimpulan yang paling mendasarnya ialah CORONA dijadikan sebagai alat penidandasan terhadap masyarakat dalam bentuk yang paling modern. Dalam situasi seperti ini masyarkat menjadi dilemma “Antara Cinta dan Nyaman”. Maka masyarakat Maluku hanya punya dua pilihan yang utama, yang pertama masyarakat harus tetap Stey At Home dan mematuhi anjuran penerintah untuk memutuskan mata rantai COVID 19 dimaluku sementara para pejabat bahkan ketua Gugus Tugas COVID 19 Propinsi Maluku sendri tidak mengindahkan aturan yang dibuat. Yang kedua, Masyarakat Maluku harus bertarung habis-habisan untuk mecari nafkah tanpa mematuhi protocol kesehatan dan berakhir dengan sangsi yang berat bagi yang melanggar anjuran pemerintah.
Bait-Bait Laraku
Mataku tak lagi mampu melihat semua tulisan yang katanya anturan kebaikan.
Telingaku seakan meledak mendengar sabda-sabdamu tentang kebenaran.
Lidahku tak mampuku angkat untuk membaca berita ini dan itu yang katanya demi pencegahan.
Mata yang tak mampu melihat, telinga yang seakan meledak dan lidah yang tak mampu ku anggkat kini telah mampu kuaktifkan kembali seusuai dengan fungsinya masing-masing.
Dengan tangan yang kaku, hati yang berserakan kuberanikan diri untuk menuliskan bait-bait laraku kepada sang tuan
Wahai tuanku
Engkau dengan gagah menyuruh kami berdiam diri
Engakau dengan gagah berkeliaran
Engkau dengan santun membuat kebijakan demi perbaikan
Engkau dengan santun pula melanggar demi kepentingan
Wahi tuanku
Kami engkau batasi
Engkau dan kolagamu tak dibatasi
Corona dan engkau memaksa kami untuk tidak berkerumun
Engkau malah berjoget ditengah corona dengan anggun
Wahai Tuanku
Apakah ini yang disebut merdeka?
Apakah ini yang disebut memutus mata rantai?
Apakah ini yang disebut Jaga Jarak?(**)