Oleh : Ari Safari Mau (Pendiri Epistimovie)
SABUROmedia, Ambon – Pada mulanya manusia menyadari fungsi dan tujuan hidupnya jika di hadapkan pada setiap tantangan-tantangan dan masalah hidup hari ini dan yang akan datang. Upaya memahami jengkal demi jengkal jejak langkah masa lalu dan tujuan hidupnya menyongsong masa depan degan meretas keterbatasan dalam dirinya sebagai individu maupun kehidupan masyarakat, sebagai mahluk yang menyejarah dan terus megalami perkembangan dan perubahan dalam cara pandang dari waktu ke waktu menjadikan manusia sebagai spesies unggul di planet ini karena kemampuan beradaptasi dengan begitu cepat dengan segala kondisi yang terjadi, atau terdifraksi pada pencapaian kemajuan ilmu pegeahuan menjadi lompatan besar ketika hendak mengkalkulasi setiap tanda dan segala kemungkinan yang menjadi beban kemanusian di periode kehidupan pada sata yang akan datang.
Manusia sebagaimana meurut Max Scheler tidak mempunyai dunia yang terbatas seperti dunia hewan, dengan ketidak terbatasan itu kemampuan merancang masa depan, belajar dari masa lampau adalah faktor pembeda bagi manusia dan mahluk lan. Mengamati wabah pandemi covid 19 meguatkan definisi utuh tentang perjalanan manusia bahwa ancaman wabah itu ada dan tua se tua sejarah kehidupan manusia sendiri, tidak ada yang kemudian baru sebab munculnya ancaman pandemi atau wabah pada abad sebelumnya yang dapat kita informasi nya hari ini adalah tentang korban jiwa atau berapa jumlah nyawa yang hilang di telan peristiwa nahas itu, namun yang berubah adalah soal definisi dan metode. Kegamangan dalam meghadap keganasan kerja virus Corona atau covid 19 secara sistematis menggiring jutaan manusia untuk kembali mengorek sejarah dan mengkalkulasi dampak wabah cacar yang menyerang yunani pada 430 SM dengan menelan korban jiwa 30.000 atau pandemi flu besar pada tahun 1918 dan 1919 yang meyerang beberapa negara di belahan bumi seperti spanyol, AS lalu muncul di Afrika Barat dan Prancis. Selain itu Virus yang tidak kalah seriusnya muncul pada abad ini dengan terus menggorogoti dan megancam kehidupan manusia seperti hiv aids dan Malaria.
Kian pelik dan rumit, Covid 19 bagaikan gemuruh angin yang meyapu bersih optimisme jutaan manusia, walapun menjadikan perkembangan sains sebagai panglima dalam membimbing manusia saat ini agar lepas beban hidup atau kemungkinan berupa ancaman wabah dan pandemi atau ancaman lain bagi keberlangsungan hidup kolektif. Seolah-olah menelusuri lorong-lorong sempit dalam upaya mencari jawaban dalam memecah kebentuan demi kebuntuan serta keterbatasan yang yang di hadapi masayarakat dunia hari ini, apa yang akan di alami manusia moderen setelah mengingat kembali peristiwa wabah yang merenggut jutaan nyawa pda masa lampau itu dan yang kita hadapi saat ini. Beragam cara dan solusi yang di tawarkan pada ruang publik sebagai alternatif untuk menjawab ancaman wabah yang sewaktu-waktu dapat mengancam nyawa siapa saja pada saat ini dan kedepannya betuk kerja keras dan upaya meretas dengan tujuan suci agar memastikan jutaan nyawa dapat terselamatkan daripada ancaman pandemi covid 19 adalah ilustrasi atas setumpuk kreatifitas di tegah-tengah hempitan yang kian makin mendesak dan menuntut adanya penyelesaian secara cepat.
Pada setiap benak individu selalu muncul pertanyaan serius, kapan wabah ini berakhir? namun kerap lupa bahwa yang tidak kalah pentingnya adalah lupa untuk bertanya setelah berlalunya ancaman daripada pandemi Covid 19, bagaimana pola kehidupan dan paradigma manusia di seluruh belahan dunia? Nyatanya Covid 19 tidak hanya soal Virus dan Pnademi semata yang mengancam jutaan nyawa manusia semata namun seiring degan munculnya pandemi tersebut adalah adaanya ancaman lain yang sangat serius yakni kecemasan pada pikiran tiap-tiap individu yang berujung kepanikan.Kecemasan yang berujuang kepanikan sejatrinya bahaya laten yang tidak terucapkan pada ruang publik, ruang publik di sibukan dengan perdebatan seputar kebijakan pemerintah sampai dengan informasi dangkal seputar penangan Pandemi Covid 19 di media sosial yang belum tentu dasar kevalidan dan ke ilmiahnya.Kemajuan ilmu pengatahuan dan teknolgi yang di yakini mampu menjadi arsitek pada setiap rancangan dan visi masa depan kehidupan manusia pada segala lini kehidupan agar mampu mengurangi beban kehidupan karena keterbatasan-keterbatasan pada masa lampau seolah-olah tidak berdaya dan memenjarakan kehidupan manusia moderen pada abad ini di tengah-tengah gempuran dan ancaman pandemi bagi jutaan nyawa manusia.
Tema dasar daripada ancama pandemi Covid 19 dan segala capaian manusia pada abad ini tidak sepenuhnya menjadi solusi dalam menjawab problem kemanusian, pengatahuan kita hanya di uji sebatas cara kerja Pandemi Covid 19 secara sains pada tubuh manusia yang berujung ancaman bagi nyawa manusia namun lalai dalam melihat pada sisi lain yang begitu substansial adalah setelah ancaman pandemin yang tersisa pada benak dan pikiran jutaan jiwa yang hidup adalah trauma dan kepanikan yang berkepanjangan. Kepanikan, trauma dan kecemasan yang tidak berkesudahan karena ancamapan pandemi covid 19 merupakan ancaman serius bagi masa depan dan kehidupan manusia yang sepenuhnya tidak terucapkan di ruang publik sebagai kesedaran kolektif dalam merawat keberlangsungan kecerdasan manusia di masa depan. Tanggungjawab manusia yang mencintai kehidupan berbanding lurus dengan upaya dan kerja keras untuk tetap dan terus merawat kecerdasan manusia untuk tidak menghabiskan hidupnya dalam merawat kepanikan, trauma dan kecemasan demi kecemasan yang tidak berujung.
Faktanya perkembangan ilmu pengatahuan menyeret kita pada pemahaman dan kesepaktan kolektif bahwa kita hidup dalam satu masyarakat duania yang tidak terjebak pada batasan ras dan geografis semata namun melihat lebih dalam tentang kehidupan yang satu dan berdiri di atas nila-nilai kemanusian yang saling bahu membahu dalam merawat nilai kemanusian demi kemanusiaan itu sendiri dan meringankan beban sesama, dalam pada itu kerja sama untuk mengatasi ancaman pandemi covid 19 tentu kerja sama untuk merawat ketenangan dan mencegah adanya kepanikan, trauma dan kecemasan setelah berlalunya pandemi covid 19 adalah tugas kemanusian yang sangat mendesak.
Erich Fromm mengemukakan tentang masyarakat yang seharusnya yaitu dimana manusia berhubungan satu sama lan degan penuh cinta, dimana ia berakar dalam ikatan persaudaraan dan solidaritas, suatu masyarakat yang memberinya kemungkinan untuk mengatasi kordatnya dengan menciptakannya bukan dengan membinasakan. Sehingga menjadi harapan bersama bilamana tibalah di penghujung atau berlalunya ancaman Pandemi covid 19 mejadi akhir dan berlalunya kepanikan, trauma dan kecemasan yang saat ini turut serta mengancam kewarasan dan akal sehat manusia di Abad ini kemudian dapat membentuk pola kehidupan yang harmonis dan berkandaskan cinta kasih sesama manusia atas dasar nila kemanusian itu sendiri.(**)