(Membangun Spirit Umat Beragama)
By: Ismail borut, S. Pd, M. Pd (Generasi Wandan)
SABUROmedia, Ambon – Islam semenjak disyiarkan Muhammad SAW mendapat pengakuan yang mendunia telah mampu membawa perubahan dalam konteks sejarah peradabannya.
Islam wandan (Banda) secara historiografi datang dari timur tengah yang diperkenalkan Abu Bakar Assidiq pada 623 Hijriyah, adalah sahabat Muhammad SAW. (Sumber: Seminar pada 10 September 2019 tentang Islam dipulau banda)
Secara historis pulau wandan (Banda) saat itu sebagai dakwah Islam yang tersohor sampai di Asia, bahkan beberapa negeri di Maluku mereka berasal dari Islam pulau wandan (Banda).
Peneliti sejarah dan budaya Maluku Prof Dr James T Colling (Guru Besar Universitas Kebangsaan Malaysa) dalam seminar “turwandan” di Ambon pada 30 April 2016 menyatakan bahwa pada abad ke 16 pulau wandan (Banda) sebagai penyair Islam yang tersohor sampai di Malaka, bahkan menurutnya karya monumental orang wandan (Banda) seperti tulisan hikayat/Arab gundul tersimpang di mesium belanda sampai saat ini.
Pentingnya institusi keagamaan mesjid dalam penataan umat Islam. Dalam sejarah hijrah diungkapkan bahwa sesampainya Muhammad SAW di Mekkah bersama Khulafa Rasyidin yang dikonstruksikan sebagai kelompok pendatang (Muhajirin) yang disambut penduduk pribumi (Anshar) yang penuh keakraban, persatuan masyarakat Mekkah, sehingga Muhammad SAW membangun institusi keagamaan mesjid nabawi yang berfungsi sebagai pusat keagamaan dan fungsi sosial kemasyarakatan.
Mesjid Almukaramah Banda Ely adalah institusi keagamaan pertama, bertempat di “woma tukamun kaikoli” yang dibangun ketika orang wanda (Banda Ely-Elat) berhijrah dipulau kei pada 1621 M, dalam peristiwa “Banda Mord” yang dipimpin Gubernur Jendral VOC Jen Pieter Zoem dengan kekuatan militer dan armada perang menghancurkan negeri wandan (Banda) saat itu.
Warisan tersebut dapat dilihat secara nyata berdiri tegak dan kokoh sampai saat ini, mesjid yang bersejarah bagi umat Islam Banda Ely- Elat serta masyarakat Maluku tenggara pada umumnya yaitu Mesjid Al-Mukaramah.
Mesjid ini diambil dari Mesjid lama dipulau wandan (Banda) saat itu, dalam petakah turwanda ” Masikit Almukaramah fukarwandan funuo ambanino” sebelum orang wandan berhijrah dipulau kei pada 1621 M.
Momentum tradisi ritual Batu Alif (menarah kubah), orang Banda Ely Elat tidak menyembut menarah seperti penduduk lain di Maluku. Orang Banda Ely Elat memilih menyembut “Batu Alif” yaitu tiang yang berdiri kokoh tegak dipuncak kubah Mesjid Al-Mukaramah.
Filosofi batu alif melabangkan nilai ketahuidan dan Alif merupakan alfabetikal pertama dalam bahasa Arab pun saat pertama kali Alqura”an disampaikan kepada Allah SWT melalui malaikat Jibril kepada Muhammad SAW yaitu “Iqrah” bacalah (QS Al-Alaq), diawali dengan huruf Alif disisi lain, batu alif ini merupakan pembeda antara tempat peribadatan yang ada di Maluku.
Batu Alif Al-Mukaramah Banda Ely suda memasuki 399 tahun, batu karya monumental yang dibuat para leluhur Banda Ely (wandan) dengan tanah liat dicampur dengan batu karang laut dalam bahasa wandan “fat aur kukuno”. Batu alif pada tahun 1970 dan 1980 mengalami rerutuhan atas gempah bumi yang melanda negeri Banda Ely.
Penuruna baru alif mesjid Al-Mukaramah di awali dengan acara ritual adat, dalam konteks bahasa wandan “rafarah tukamun funuo kaikoli funuo nduano” secara sakral serta dilakukan tahlilan (dzikir) bersama yang dimaknai berisi pujian kepada Allah SWT.
Terdengar suara azan dan shalawat nabi Muhammad SAW saat proses penurunan batu alif mesjid Al-Mukaramah Banda Ely yang telah diikuti masyarakat warbutelu dari tuburlay, sampai Banda Efruan serta dari Banda Elat.
Simbol penurunan batu alif dilakukan secara adat dari imam mesjid Al-mukaramah Banda Ely selaku rumah “Rahan Leb” dan diserahkan kepada raja/raat waer ohoitel selaku kepala warbutelu.
Penurunan batu alif telah diikuti basudara kristen dari kecamatan utara timur yang memiliki falsafah hidup baku bae dalam masyarakat kei. Nilai nilai ini menjadi perekat sekaligus petunjuk hidup (way of life) bagi masyarakat jazirah maur ohoifut.
Dari sinilah akan terbangun perdamaian berbasis rumah ibadah seperti ini mempunyai dampak positif untuk saling percaya dan kebersamaan, dari sini akan terbangun rekonsiliasi sejati dimana agama di Maluku merasah saling membutuhkan untuk membangun persatuan, perdamaian, sejati masyarakat jazirah maur ohoifut.
Agama secara empiris berhubungan dengan berbagai persoalan kemasyarakatan, pada level ini agama, budaya dan masyarakat saling mempengaruhi atas dasar kepentingan publik baik kepentingan politik, sosial, budaya dan lainya yang terbangun dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
Memijam istilah Dr Asbullah toisuta (rektor IAIN Ambon) yakni ” teologi orang basudara”, artinya kebersamaan orang Maluku harus memiliki pijakan kultur, bahwa meskipun kita hadir sebagai orang yang berbeda agama sebagai seorang salam (muslim) atau orang sarane (kristen) namun kita memiliki satu kebudayaan siwalima yang menjadi “Kalimatun Sawa” titik temu, karena itu keislaman atau kekristenan orang Maluku harus memiliki carakter khas ke-Malukuan.
Ciri khas ke-Malukuan adalah budaya marhen atau masohi (gotong royong) dengan semagat filosofi AIN NI AIN/TURUMBUK JADIK MUKSEY dalam kemanusian, kebersamaan, solidaritas masyarakat jazirah maur ohoifut turut bersama sama penurunan batu alif mesjid Al-Mukaramah Banda Ely pada 27 Juni 2020 di woma tukamun kaikoli negeri Banda Ely.(SM)