SABUROmedia, Dobo – Cikal bakal munculnya wacana tentang Lumbung Ikan Nasional (LIN) itu berawal dari gagasan Presiden SBY untuk menjadikan Maluku sebagai LIN yang disampaikannya dalam kegiatan Sail Banda 2010 lalu.
Alasannya logis, karena Maluku, terutama laut Aru sampai laut Arafura adalah produsen ikan terbesar di Indonesia yaitu 3,6 juta ton/tahun, demikian kata Collin Leppuy, Aktivis Moluccas Democratization Watch (MDW) melalui kepada Saburomedia.com via Watshaap Rabu (17/06/2020).
Lanjut Leppuy yang merupakan Putra Aru ini, Laut Aru sampai arafura sendiri menyumbang hampir 2 juta ton/tahun. Itu yang terdata, belum yang tidak terdata alias ilegal fishing. Sebelum moratorium perizinan oleh mantan menteri KKP Susi Pudjiastuti berlaku, mantan Dirjen Perikanan Tangkap KKP zaman SBY mengatakan bahwa ilegal fishing di laut Aru merugikan negara 40 triliun setiap tahunnya.
Syukurlah moratorium Susi membawa angin segar dalam hal mengurangi angka pencurian ikan di laut Aru. Namun fakta lain yg mengagetkan adalah ketika Susi mengizinkan 1.100 kapal eks cantrang menangkap ikan di laut Aru dgn kapasitas kapal paling kecil 100 GT tanpa mempertimbangkan pemberdayaan nelayan lokal Aru dan dampaknya bagi PAD Aru.
“Kontribusi dari aktivitas kapal Kapal itu yg masih ada hingga sekarang hanyalah pada aspek pajak sementara banyak hal diabaikan termasuk sistem bagi hasil dengan daerah produsen dan rekrutmen tenaga kerja asal Aru yang harus dipekerjakan di kapal2 tersebut” Akui Leppuy,
Itulah sebabnya kenapa beta secara pribadi sangat keras soal kapal eks cantrang itu dan beta menganggap itu adalah praktek pencurian ikan yang dilegalkan oleh negara karena sama sekali tdk mempertimbangkan Aru sebagai produsennya Kessal Leppuy.
Leppuy juga menggelar kajian dan sempat minta komisi 2 DPRD Provinsi Maluku periode lalu untuk bentuk tim turun tinjau masalah ini sampai ajak mahasiswa Aru demonstrasi di KKP Jakarta akhir tahun lalu dan lain sebagainya. Sebab bagi Leppuy membangun Aru harus dimulai dari laut. Bagaimana kita mau merdeka atas kekayaan laut kita kalau negara terutama jakarta belum secara adil kepada kita dalam mengelola laut kita, terutama soal kewenangan dan regulasi.
Bagi beta itu sangat paradoks. Kembali lagi ke soal LIN, setelah KKP dipimpin oleh Menteri Edhy Prabowo, angin surga mulai terasa, minggu lalu usulan Gubernur Murad Ismail sudah dijawab menteri KKP dgn menjadikan Maluku sebagai LIN. Dalam surat balasan ke Gubernur Maluku, Menteri KKP menjelaskan akan mendukung LIN dgn 3 metode kebijakan anggaran; 1). Program dan anggaran baik melalui APBN; 2). Dana alokasi khusus kelautan dan perikanan; dan 3). Dana bergulir dari Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan. Tinggal menunggu regulasi yang dikeluarkan pusat saja.
Bagi beta ini suatu terobosan baik yg diperjuangkan oleh Gubernur Maluku. Dan pemerintah Provinsi nampaknya telah dan sedang mempersiapkan dan merevisi terus menerus blue print kebijakan teknisnya. Sekarang pertanyaan kritisnya adalah; Sudahkah Pemda Aru menyiapkan kerangka kebijakan teknisnya untuk mendukung program LIN ini?, sudahkah Pemda Aru duduk bersama atau minimal surati Gubernur Maluku terkait LIN?, dan bagaimana kesiapan Pemda Aru menjemput LIN? nah mungkin ada, tapi sampai saat ini beta seng lihat ada kesiapan itu. Bahkan wacana kebijakan yang muncul dipermukaan juga bias dari LIN.
Padahal Aru itu produsen ikan terbesar di Indonesia. Dan karena itu, Aru harusnya lebih dulu menyiapkan segala sesuatunya terkait kebijakan ini. Bahkan kita juga perlu meminta agar industri perikanan dibikin di Aru sehingga ikan yg keluar dari Aru ke depan adalah ikan olahan bukan ikan mentah. Tentu kebijakan teknisnya juga harus sampai pada berapa besar kewenangan Aru mengelola anggaran LIN dan apa saja kewenangan ikutannya.
Sebab pemerintah provinsi hanya mendorong dan menyiapkan payung kebijakannya tp teknis operasionalnya ada di kabupaten penghasil yang berada di 3 fishing ground di Maluku (Laut Aru/Arafura, laut Seram dan laut Banda). Kita juga perlu menghitung sampai kepada dampak positif LIN kepada pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita masyarakat terutama nelayan lokal di Aru. Dan masih banyak lagi.
Kalau kita tidak siapkan atau bicarakan semuanya di awal-awal, daerah lain bisa ambil hak kita sebagai produsen ikan terbesar di indonesia. Ini yang menjadi titik kegelisahan intelektual beta. Karena itu beta mengajak basudara samua marilah katong diskusikan bahkan bantu Pemda menyiapkan semua hal. Kita butuh kolaborasi ide dan gagasan utk pembangunan Aru yang lebih baik. Singkat nya.
Untuk menjawab semua Itu MDW akan gelar diskusi Online dengan judul “LIN UNTUK SIAPA? atau KESIAPAN PEMDA ARU JEMPUT LIN” Dengqn Rencana akan menghadirkan Narasumber di antaranya.
1. Perwakilan KKP (jika ada).
2. dr. Johan Gonga, Bupati Aru.
3. Ketua DPRD Aru atau Ketua Komisi yang bersangkutan.
4. Kadis Kelautan dan Perikanan Aru.
5. Kepala Pelabuhan Pendaratan Ikan Aru (sebagai representasi KKP jika tidak ada orang KKP yg bisa diajak).
6. DR. Jimmy Pieters, SH, MH (Pakar Hukum Administrasi Negara).
7. Korneles Galandjindjinay, Ketum GMKI.
8. Collin Leppuy, Aktivis Moluccas Democratization Watch (MDW). 9. Imajar Jakarta. (Dedi Weusa)