Oleh: Nardi Maruapey (Mahasiswa Universitas Darussalam Ambon)
SABUROmedia, Ambon – Sebuah langkah dan kebijakan dari pemerintah untuk memberikan bantuan sosial dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di tengah kondisi dari ancaman dan bahaya pandemi virus corona. Pasalnya, pandemi virus corona atau Covid-19 ini bukan saja berdampak pada kesehatan manusia, tetapi juga berdampak pada persoalan ekonomi masyarakat. Bahwa di tengah pandemi virus corona perekonomian dan kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari seperti pendapatan masyarakat, kebutuhan sandang-pangan semakin sulit didapatkan akibat masalah ekonomi.
Bantuan sosial ini terutama diperuntukkan bagi masyarakat yang pendapatannya semakin sulit dan masyarakat yang termasuk dalam kategori ekonomi menengah ke bawah kalau tidak mau disebut miskin. Pendapatan semakin sulit yang dimaksudkan adalah akibat kehilangan pekerjaan atau penghasilan di tengah pandemi.
Langkah dan kebijakan pemerintah yang dimaksud adalah bantuan langsung tunai atau BLT sebagai upaya untuk merespon kondisi yang ada, kondisi di tengah pandemi. BLT merupakan bantuan sosial dari pemerintah untuk masyarakat yang terdampak virus corona dengan tujuan untuk menjaga daya beli masyarakat miskin di perdesaan yang terdampak situasi akibat virus corona.
BLT sejatinya merupakan turunan dari dana desa (DD). Disebutkan dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigtasi Nomor 6 Tahun 2020 pada Pasal 1 Angka 28 Permendes dengan tegas didefinisikan bahwa BLT Dana Desa adalah bantuan untuk penduduk miskin yang bersumberkan dari dana desa.
Selain itu, mengacu pada atau berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan untuk Penanganan dan Penyebaran Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Desa, di mana ditentukan bahwa melalui penggunaan Dana Desa dapat digunakan untuk BLT kepada penduduk miskin di desa, diperlukan penyesuaian Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 tersebut. Dengan demikian, adanya Permendes Nomor 6 Tahun 2020 merupakan perintah untuk melakukan refocusing kegiatan dan anggaran, yang menyesuaikan dengan prioritas akibat maraknya covid-19.
Langkah pendataan BLT ada mekanismenya. Mekanisme ini harus dijalankan secara baik dan benar. Untuk pendaataan dalam pelaksanaannya, pemerintah akan menghimpun data terlebih dahulu, masyarakat mana saja yang masuk dalam prioritas penerima BLT. Berikut adalah beberapa langkah pendataan BLT yang harus dilakukan.
Pertama, mekanisme pendataan BLT yang pertama akan dilakukan oleh relawan desa lawan Covid-19. Setelah data terkumpul, selanjutnya pendataan akan fokus pada lingkup RT, RW, dan Desa. Kedua, kemudian, hasil pendataan sasaran keluarga miskin akan dilakukan musyawarah desa secara khusus, atau musyawarah insidentil. Dalam musyawarah ini akan membahas agenda tunggal, yaitu validasi dan finalisasi data.
Ketiga, setelah dilakukan validasi dan finalisasi, mekanisme pendataan BLT selanjutnya akan dilakukan penandatanganan dokumen hasil pendataan oleh kepala desa. Keempat, hasil verifikasi dokumen tersebut, selanjutnya akan dilaporkan kepada tingkat yang lebih tinggi yaitu Bupati atau Walikota melalui Camat. Kelima, program BLT bisa segera dilaksanakan dalam waktu selambat-lambatnya 5 hari kerja per tanggal diterima di Kecamatan.
Tata Kelola
Mengenai kemunculan dan keberadaan BLT tentu sangat berdampak baik bagi masyarakat. Tetapi di sisi yang lain, ada banyak kontroversi di tengah-tengah masyarakat mengenai bantuan ini. Permasalahannya ada diseputar pengelolaan sampai pada pendataan untuk selanjutnya disalurkan kepada masyarakat yang berhak menerima bantuan masih terlihat lambat pada sebagian daerah atau wilayah yang disebut desa.
Untuk menghindari arus berbahaya dari sebuah kontroversi antar sesama masyarakat atau masyarakat dengan pemerintah, maka pemerintah harus bergerak sesuai mekanisme dalam mengeksekusi bantuan dana BLT kepada masyarakat yang berhak menerima. Bahwa selain pendataan, pemerintah juga telah menyusun mekanisme penyaluran BLT yang dimuat dalam salinan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigtasi Nomor 6 Tahun 2020. Mekanisme ini dibuat agar program dapat dilaksanakan dengan tepat sasaran dan tepat guna.
Mekanisme penyaluran BLT beserta alokasinya, adalah sebagai berikut: Pertama, untuk desa yang menerima Dana Desa sebesar Rp 800 juta, alokasi BLT maksimal sebesar 25 persen dari jumlah Dana Desa. Kedua, selanjutnya, mekanisme penyaluran BLT Dana Desa yang mendapatkan besaran Rp 800 juta hingga Rp 1,2 miliar, bisa mengalokasikan BLT maksimal 30 persen. Ketiga, bagi desa yang menerima Dana Desa Rp 1,2 miliar atau lebih akan mengalokasikan BLT maksimal sebesar 35 persen.
Sedangkan, desa yang memiliki jumlah keluarga miskin lebih besar dari anggaran yang diterima, bisa mengajukan penambahan dana setelah disetujui oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Berdasarkan peraturan menteri yang telah dibuat, mekanisme penyaluran BLT ke masyarakat akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui metode non-tunai (cashless). Dalam hal ini, Kepala Desa berlaku sebagai penanggung Jawab penyaluran BLT. Selanjutnya, jangka waktu penyaluran BLT bisa dilakukan selama 3 bulan, terhitung sejak April 2020. Setiap keluarga penerima manfaat BLT akan mendapatkan uang sebesar Rp 600 ribu per bulan.
Tata kelola BLT yang diharapkan seluruh masyarakat dari pemerintah adalah transparan dan adil. Ini yang utama. Artinya pengelolaan bantuan harus terbuka untuk diketahui secara bersama dan penyaluran bantuannya harus benar-benar diterima oleh masyarakat yang kurang mampu dari segi ekonomi serta memenuhi syarat untuk menerima BLT. Persoalan tata kelola BLT, Taqwaddin Husin (2020) menegaskan dalam artikelnya bahwa diperlukan kesiapan dan kesigapan pemerintahan desa untuk segera mendistribusikan BLT dimaksud secara tertib, adil, dan tepat yaitu tepat sasaran, tepat orang, tepat waktu, tepat proses, dan tepat laporan administrasi.
Harus Tepat Sasaran
Bantuan dari siapapun dan dalam bentuk apapun haruslah bermanfaat. Apalagi bantuan ini berasal dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang kurang mampu dari segi ekonomi. Ukuran utama yang digunakan untuk penerima BLT adalah penerima yang belum mendapatkan bantuan sosial (bansos) seperti PKH dan telah kehilangan penghasilan akibat dari Covid-19. Serta yang mengelola harus tahu dan paham betul bahwa untuk siapa BLT harus disalurkan. Yang paling ditakutkan bantuan ini tidak tepat sasaran sehingga bisa menimbulkan kecurigaan yang ujung-ujungnya akan terjadi konflik. Hal ini harus dihindari demi kebaikan bersama. Artinya BLT ini harus tepat sasaran agar manfaatnya bisa dirasakan masyarakat yang membutuhkan.
Selain BLT harus tepat sasaran, penerima BLT juga mesti tepat sasaran dalam menggunakan bantuan yang sudah diterima. Artinya, BLT yang diterima haruslah digunakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yakni kebutuhan pokok, misalnya untuk kebutuhan makan sehari-hari. Jangan sampai disalah gunakan. Dan untuk mengantisipasi hal itu perlunya sosialisasi yang baik untuk masyarakat setempat terkait BLT dan bantuan-bantuan pemerintah yang lain. Terakhir, untuk menjawab pertanyaan sederhana pada judul di atas bahwa BLT ini gunanya adalah membantu meringankan beban masyarakat di tengah kondisi pandemi dari Covid-19, terutama beban ekonomi dan orang yang berhak menerima BLT adalah masyarakat miskin yang belum menerima bantuan sosial lainnya, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Kartu Pra Kerja dan mereka terdampak pandemi Covid-19. Pada dasarnya, BLT merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dalam melihat serta mementingkan kepentingan masyarakat. (**)