Oleh. Dr. Nasaruddin Umar (Akademisi Hukum IAIN Ambon)
SABUROmedia, Ambon – Kesehatan merupakan hak asasi manusia atau hak bagi setiap individu (the right of self determination) yang harus diwujudkan melalui jaminan pemberian kesehatan yang aman dan berkualitas oleh pemerintah dan jasa pelayanan kesehatan termasuk di tengah situasi Pademi Covid-19 yang telah melanda hampir semua negara didunia termasuk Indonesia.
Dengan peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia dalam dua pekan terakhir hingga menembus angka 689 pada tanggal 13 Mei 2020 menimbulkan kekhawatiran yang luas di tengah masyarakat. Kondisi ini tidak jarang menimbulkan kepanikan dan keresahan publik termasuk keluarga korban dalam proses penangulangan dan penanganan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat.
Salah satu yang menimbulkan keresahan publik adalah beredarnya data pasien covid-19 di media sosial maupun ditengah masyarakat yang berujung pada stigma negatif pada korban termasuk keluarga korban seperti yang terjadi di Maluku beberapa minggu terakhir ini.
Situasi ini memungkinkan terabaikannya standar protokol kesehatan dalam penanganan pasien yang telah ditentukan dalam beragai regulasi yang telah ditentukan pemerintah termasuk di dalamnya soal standar operasional prosedur (SOP) penanganan medis bagi pasien.
Pada ketentuan Protokol Komunikasi Publik Penanangan Coovid-19 Kementerian Kesehatan disebutkan bagian Kegiatan Komunikasi Pemerintahan Daerah disebutkan pada angka 3 huruf g disebutkan bahwa DATA DAN IDENTITAS PASIEN TIDAK DISEBARLUASKAN KE BUPLIK.
Artinya data identitas pasien covid-19 secara prosedur protokol kesehatan wajib dirahasiakan dan tidak boleh diekspos ke publik. Kelalaian dari sisi medis seperti mal praktik dan administrasi atau mal administrasi akan berakibat pada terabaikannya perlindungan terhadap hak-hak pasien Covid-19 termasuk kebocoran data pasien.
Kerahasiaan data pasien Covid-19 merupakan hak privasi yang mendasar yang dilindungi oleh negara, atas kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya. Hak privasi atas data medis tersebut dilindungi negara melalui instrumen hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundangan-undangan.
Hal ini dimaksudkan sebagai penghormatan negara terhadap hak warga negara (ground rechten) dan Hak Asasi Manusia (mensenrechten) atau Human right sesuai Konstitusi dan UUD NRI Tahun 1945.
Sifat Kerahasiaan Rekam Medis
Yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis tersebut dituangkan dalam bentuk catatan dalam suatu dokumen yang disebut dokumen rekam medis, dalam UU Praktik Kedokteran telah ditentukan bahwa Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis yang harus dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan kesehatan.
Selanjutnya di tegaskan bahwa dokumen rekam medis merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien. Rekam medis tersebut harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU Praktik Kedokteran.
Perlindungan Hukum Korban Covid-19
Perlindungan hukum tersebut dituankan dalam bentuk-bentuk perlindungan hukum baik secara keperdataan, pidana, administrasi maupun perlindungan hak –hak lainnya. Dengan perlindungan hukum dan hak pasien tersebut memberikan kewajiban pimpinan sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, tenaga medis seperti dokter, perawat, bidan untuk menghormati dan merahasiakan data medis pasien. Disamping itu selain rumah sakit dan tenaga medis kewajiban itu juga berlaku kepada setiap orang baik individu maupun badan hukum publik seperti lembaga pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
Di Indonesia berbagai peraturan Perundang-undangan di Indonesia, dalam Pasal 32 huruf i UU No. 44Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Hal serupa juga diatur dalam Pasal 57 ayat (1) UU no. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 17 huruf h angka 2 UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang pada pokoknya mengatur bahwa setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Pasal 58 UU tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan secara tegas menentukan kewajiban tenaga medis dalam menjalankan praktik yakni memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar rosedur Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan; memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan; menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan. membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan; dan
Setiap Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berkewajiban untuk mematuhi, Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional.
Upaya Hukum Perdata
Kerugian yang di derita baik pasien Covid-19 akibat kebocoran rahasia medis yang mengakibatkan kerugian material dan inmateriil bagi pasien maupun keluarga akibat pelayanan kedokteran (medical service) dan pelayanan kesehatan (public health service) yang diterima. Melalui gugatan secara perdata dapat menuntut kerugian biaya ganti rugi dengan melayankan gugatan perdata di Pengadilan Negeri setempat.
Dengan menggunakan gugatan perbuatan melawan hukum yaitu Pasal 1365 BW yang berbunyi, “Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Perbuatan Melawan Hukum atau onrechmatigedaad diartikan jika salah satu pihak telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tindakannya atau perbuatannya bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap kehati-hatian yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
Dengan menggunakan ketetuan Pasal 1365 KUHPerdata, pegawai atau tenaga medis yang bekerja pada Rumah Sakit Pemerintah, atau pihak yang membocorkan identitas atau rekam medis pasien diruang pubik dapat dituntut untuk membayar ganti rugi.
Ada tidaknya kelalaian atau kesengajaan tindakan yang mengakibatkan kerugian, kerugian terebut baik secara materi dan inmateriil nantinya akan dihitung dampak dari bocornya rekaman medis selama berapa hari secara inmateriil bisa ditakar jumlah kerugian yang diderita kedudukan dia sebagai manusia, dengan dasar pembuktian formil seperti keadaan itu membuktikan dengaan adanya kelalaian dari tindakan atau kebijakan yang dilakukan seseorang timbulnya kerugian misalnya dari sisi stigma, pemberitaan lewat media koran, media online, perlakuan masyarakat, dan lain-lain. Dalam Perdata lebih kepada pembuktian formil bukti-bukti fisik seperti rekaman suara, gambar, berita koran online dan lain-lain, disertai satu saksi sudah cukup sebagi bukti dipengadilan.
Upaya Hukum Pidana
Upaya hukum lain yang bisa dilakukan oleh korban Covid-19 maupun keluarga adalah melalui proses pidana kepada pihak penegak hukum. Atas setiap orang yang menyebarkan informasi yang menyebabkan kerugian, dan kelalaian tenaga medis seperti dokter yang tidak merahasiakan data pasien merupakan pelanggaran pidana yang dapat dituntut secara hukum.
Berdasarkan ketentuan Pasal 79 bahwa Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang: a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1); b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atau dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 huruf a, hurub b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
Dalam pasal 51 huruf c ditegaskan kewajiban dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Demikian pihak-pihak yang menyalahgunakan informasi ke publik, dapat dituntut pidanan dengan menggunakan Pasal 17 huruf ha UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menegaskan informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat mengungkap rahasia pribadi yaitu riwayat dan kondisi anggota keluarga, riwayat kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang merupakan informasi yang dikecualikan tidak boleh di informasikan untuk publik. Dalam Pasal 51 ditentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan informasi publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Termasuk menggunakan Pasal 55 bahwa setiap orang yang dengan sengaja membuat informasi publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah.
Upaya Sanksi Administrasi
Selain upaya perdata dan pidana seperti di jelaskan diatas pasien juga dapat menempu upaya administrasi dengan melaporkan tindakan dokter atau dokter gigi kepada Konsil Kedokteran Indonesia untuk mendapatkan perlindungan, sebab tujuan Konsil Kedokteran Indonesia berdasarkan ketentuan dalam UU 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran adalah untuk merlindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi.
Di samping itu upaya sanksi administrasi ditempun dengan melakukan pengaduan kepada Majelis Kehormatan Disiplin apabila Pasien Covid-19 atau setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atau tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran. Pengaduan tersebut tersebut dibuat secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin dengan memuat identitas pengadu, nama dan alamat tempat praktikdokter dan waktu tindakan dilakukan dan alasan pengaduan. Jika terbukti dokter akan mendapatkan sanksi peringatan hingga pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik. (**)