Oleh: Hamdan Juhannis (Orangtua dari Anak Didik)

SABUROmedia, – Saya sudah menawarkan apa yang seharusnya sekolah wujudkan dengan situasi covid 19 ini. Sekarang saya ingin berbagi pikiran apa peran kunci orangtua untuk memastikan pendidikan anak berjalan dengan baik.

Kalimat indah, ‘orangtua sebagai madrasah pertama anak-anak kita’ adalah untaian pemanis yang hanya sering terdengar pada seminar parenting. Saya bertanya kepada para orangtua, termasuk pada diri saya, seberapa nyata kita jadikan rumah sebagai tempat pendidikan anak-anak kita?

Mari kita jujur saja bahwa ketegangan yang tercipta saat kita sejenak menjadi guru bagi anak-anak kita, karena kita tidak pernah siap untuk menjadi pendidik yang sesungguhnya. Yang saya maksud, kita tidak pernah membekali diri untuk menjadi guru yang sebenarnya, memiliki ketelatenan seperti telatennya guru-guru TK anak kita.

Kita tidak pernah mempersiapkan diri untuk menjadi guru kelas di rumah, seperti siapnya para guru kelas kita di sekolah, yang menguasai semua mata pelajaran.

Karena di pikiran kita, saat anak-anak sudah bisa lepas dari ayunan, kita juga sudah siap untuk menyerahkan pendidikan kepada orang lain.

Anda pernah dengar teori ekonomi sederhana? Persediaan disesuaikan dengan Kebutuhan pasar. Mengapa lembaga pra-sekolah menjamur? Karena begitu banyak tuntutan dari orangtua untuk mem’play group’kan anak-anaknya. Kemana orang tuanya. Banyak jawabannya, sebanyak alasan yang bisa dibuat oleh orangtua. Dan pemahaman saya, bila sebuah pertanyaan memiliki banyak jawaban, sama saja tidak memberi jawaban yang sebenarnya dari pertanyaan itu. Jadi pelajaran apa dari tekanan besar yang dihadapi orangtua dengan ‘terpaksa’ menjadi ‘teacher from home’ seperti saat ini?

Pertama, saatnya untuk lebih arif pada guru anak-anak kita di sekolah bila ada kekurangan pendidikan kita. Menjadi guru itu mulia bukan karena pristisenya, tapi karena susahnya. Kita para orangtua sudah merasakannya sekarang, pasti susah. Syarat menjadi guru sejati bukan dimulai dari metode dan penguasaan pembelajaran tapi dari ‘panggilan hati.’ Panggilan hatilah yang melahirkan ‘passion’. Dan ciri pekerjaan di mana ada keterpautan hati adalah mengerjakannya tanpa keluhan apalagi rasa stress. Orang yang mengerjakan sesuatu karena panggilan hatinya justeru menghilangkan stressnya. Saya tidak bermaksud menunjuk persoalan nyata anda, karena itu juga adalah masalah saya.

Kedua, situasi pandemi ini menyadarkan kita para orangtua bahwa seperti kata guru saya, cara terbaik untuk belajar sesuatu adalah dengan mengajarkannya. Jadi para orangtua, mari tenangkan hati, ajarkan apa saja kepada anaknya karena sesungguhnya anda juga pasti sedang belajar. Dan pelajaran terpenting yang harus diajarkan adalah kesabaran, karena saya yakin kita semua perlu belajar untuk sabar bersama dengan anak-anak kita. Dan jangan marahi saya kalau saya mengklaim bahwa anak-anak kita sering jauh lebih sabar dari kita.

Ketiga, saatnya orangtua lebih sadar bahwa ‘home schooling’ itu konsep yang nyata. Home schooling itu wajib kita persiapkan sebagai alternatif sekolah. Home schooling yang saya maksud bukan sebagai saingan sekolah tapi semacam pelampung ketika pelaksanaan sekolah formal mengalami kesulitan. Artinya, sekolah formal dan orangtua harus saling membahu untuk menyiapkan kemungkinan home schooling bila terjadi keadaan darurat, atau bila terjadi situasi khusus. Saatnya orangtua harus belajar cara penyelenggaraan pendidikan seperti layaknya sekolah sederhana. Kita bisa belajar menjadi guru piket, guru bimbel, guru mengaji, atau petugas kebersihan sekaligus. Karena dengan perspektif seperti ini akan membantu untuk berhenti berfikir bahwa urusan pendidikan anak selamanya diserahkan kepada sekolah.

Singkatnya, situasi ini menjadi titik balik terbaik bagi kita para orangtua untuk menyadari bahwa stress yang terjadi bukan karena memang kita stress dari awal, tapi kita berhadapan dengan situasi yang kita tidak siap dari awal, samalah ceritanya saat kita stress dengan corona karena kita juga tidak siap dengan kehadirannya.

Kita tentunya tidak akan mengalami ‘double stress’ yang berkepanjangan dengan pendidikan anak pada situasi pandemi karena orang stress biasanya dari mereka yang gampang menyalahkan dan tidak menemukan jalan keluar. Hikmah terbaik dari pandemi ini bahwa kita berada di rumah dan kita duduk santai dan menebar senyum kepada warga rumah, termasuk ke perabotnya, bahwa kita pasti punya jalan baru, cara baru dan semangat baru.

Dalil Sosiologi yang saya pelajari dari penelitian mahasiswa saya bahwa: ‘keterdesakan melahirkan kreatifitas’ mudah-mudahan bisa membantu. Kita juga sadar bahwa kita akan melakukan yang terbaik buat anak-anak kita, membuatnya bahagia dari kecil. Anda pasti tahu kan? Masa kecil itu hanya terjadi sekali.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *