Oleh: Rudy Rahabeat, Pendeta GPM
SABUROmedia, Ambon – Paskah merupakan perayaan keagamaan umat Kristiani untuk mengenang kebangkitan Yesus Kristus atau Isa Almasih. Paskah tahun ini memiliki nuansa yang unik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dimana Paskah dirayakan di gereja-gereja secara komunal, namun tahun ini, sebagai dampak dari pandemi korona kovid 19, maka perayaan Paskah dilakukan di rumah masing-masing, di dalam keluarga.
Paskah tentu dapat menjadi momentum bagi umat Kristiani untuk melakukan reorientasi terhadap hidupnya. Hidup bukan untuk diri sendiri. Bukan pula untuk agama atau suku atau kelompok sendiri. Spirit Paskah memanggil umat Kristiani untuk memendarkan cahaya Paskah ke seluruh penjuru mata angin. Spirit Paskah yang berisikan khabar pembebasan, keberanian dan kasih kepada semua orang, mesti mengantar umat untuk makin tegar dan teguh menyikapi tiap kemeluit sekaligus menghadirkan kemaslahatan bersama lintas batas agama, suku, status sosial dan perbedaan lainnya.
Dalam kaitan ancaman virus korona maka umat Kristiani dan agama-agama pada umumnya secara global terpanggil untuk menyelamatkan kehidupan. memutus mata rantai penyebaran korona, memberi penguatan kepada para korban, dukungan kepada para medis serta mewarnai ruang publik antara lain melalui konten media sosial yang edukatif dan empatik. Agama-agama tidak bisa tinggal diam, melainkan mesti proaktif untuk merespons tantangan yang ada, sambil tetap terbuka untuk bekerjama dengan pemerintah dan stakeholders lainnya untuk bersama-sama mengatasi pandemik korona ini.
Kita juga perlu membuka jendela masing-masing untuk mencermati isu-isu global lainnya seperti ketidakadilan global, kemiskinan, krisis lingkungan, pelanggaran HAM, diskriminasi rasial dan gender serta berbagai krisis yang melanda umat manusia saat ini. Kita semua mesti berani melakukan koreksi diri dan mengakui bahwa kita juga bisa salah. Kita bisa terperangkap dalam ilusi dan paranoid. Kita terjebak dalam cara berpikir primordial dan eksklusif dan tidak konsisten untuk memperjuagkan kesejahteraan bersama.
Dominasi dan hegemoni antar ideologi, antar-negara dan antar-agama dapat melumpuhkan nilai-nilai solidaritas global yang saling menghidupkan. Bukankah kita ada di planet yang sama, di bumi yang satu. Olehnya kita terpanggil untuk merawat bumi dengan semua ciptaan yang menghuninya.
Setelah Paskah saudara-saudari kita akan memasuki bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Ini juga merupakan momentum yang baik untuk merajut terus tali silaturahim agama-agama. Kita berdoa agar saudara saudari umat Muslim dapat memasuki bulan Ramadhan dengan sukacita. Tentu saja, seperti perayaan Paskah tahun ini, bulan penuh ampunan itu dijalani dalam pergulatan dengan virus korona yang belum juga reda.
Semoga hikmah iven-iven keagamaan dapat menjadi momen berharga untuk menggali dan menemukan energi terbarukan agama-agama untuk merespons dan memberi jawab terhadap perubahan dan turbulensi global. Dan kita masih optimis bahwa agama-agama masih dibutuhkan dan akan terus relevan untuk mengantar umat manusia untuk menjalani ziarah hidupnya di bumi ini. Tentu saja, agama yang dimaksud adalah agama yang dinamis, terus peka dan tanggap serta rendah hati untuk saling belajar dan saling melengkapi.
Marilah kita hening sejenak, tepekur dan mengosongkan diri untuk selanjutnya merajut solidaritas dan kerjasama global untuk memperjuangkan tatanan peradaban yang damai, adil dan sejahtera.
Pandemi ini bukan saja mengajak kita untuk menjaga jarak (physical distancing) tetapi juga merajut solidaritas global, termasuk solidaritas agama-agama untuk kemanusiaan dan keutuhan ciptaan. Selamat Paskah. Tuhan memberkati (RR).