Oleh : Lutfi Wael
SABUROmedia, Ambon – “Negara secara langsung ataupun tidak langsung dikuasai oleh kelas- kelas yang menguasai bidang ekonomi”. Oleh sebab itu, Negara bukanlah lembaga yang mengatur kesejahteraan rakyatnya, melainkan sebagai alat bagi kelas atas untuk mengamankan kekuasaan mereka” Kalr Marx.
Ketidakhadiran Negara atau Pemerintah sebagai institusi yang berkewajiban menjamin “eksistensi” warganya di tengah ancaman massifnya pandemic Corona Virus DiSease 2019 atau Covid-19, merupakan bentuk “Penghiantan” terhadap amanat konstitusi Republik Indonesia 1945, yang secara tegas menyatakan bahwa “Negara menjamin setiap warga negara berhak atas “Penghidupan” yang layak. Konsekuensi amanat tersebut adalah Negara harus wajib hadir memberikan jaminan kepastian atas kehidupan yang Aman,Nyaman dan Tentram bagi seluruh warga Negara dalam situasi apapun.
Namun sungguh “Iironis” ketika warga negara terancam “eksistensinya” akibat massifnya pandemic Corona Virus DiSease 2019 atau Covid-19, yang telah menelan ratusan korban jiwa dan Jutaan rakyat terjebak dalam ketidakpastian hidupnya. Negara/Pemerintah, justru memanfaatkan “ketidakberdayaan” warga negaranya dengan meniupkan “Kesadaran Palsu” di ruang-ruang public untuk menutupi “Kejahatan” Borjuasi menggerogoti lahan nan hijau “Indonesia” dengan mengejar pengesahan rancangan undangan-undangan pandemic Corona Virus DiSease 2019 atau Covid-19Omnibus Law.
Realitas ini, mengkonfirmasikan bahwa bahwa apa yang Marx, tegaskan dalam Teori Negara Kelasnya, Bahwa “fungsi’ Negara tidak lebih dari sekedar “penjagaan” kepentingan-kepentingan kelas ekonomis yang berkuasa dengan jalan kekerasan dan eksploitasi”. Bagaimana tidak, seluruh kebijakan dan tindakkan Pemerintah mengkonfirmasikan bahwa “Ketidaktulusan” Negara menghadirkan jaminan keselamatan ditengah gempuran massif justru Negara sedang melegitimasi operasi “Invisible hand” kelompok Borjuasi, dengan mengeksploitasi “ketidakberdayaan” warganya yang terancam oleh ganasnya pandemic Corona Virus DiSease 2019 atau Covid-19.
Sungguh menyedihkan seluruh kebijakan dan Tindakkan (Penerbitan Regulasi dan Tindakkan Penangguangan serta Penanganan) pandemic Corona Virus DiSease 2atau Covid-19, oleh Negara/Pemerintah justru melegitimasi apa yang kemudian Mark, jelaskan bahwa “Pemerintah adalah sebuah manifestasi dan pertahanan dari kekuasaan ekonomi. Moralitas dan agama sebuah masyarakat adalah sarana bagi kelas yang berkuasa untuk mempertahankan kedudukannya dengan mempunyai ideologinya sendiri yang diterima sebagai kepentingan semua kelas, sebuah fenomena yang dilukiskan Marx sebagai “kesadaran palsu” karena semua kelas secara keliru yakin akan objektivitas dan universalis peraturan-peraturan dan cita-cita yang sebenarnya hanyalah ungkapan kepentingan-kepentingan kelas. Demikian juga institusi- institusi legal sebuah masyarakat hanyalah instrument sebuah Negara.
Penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020 Tentang Pembatasan Social Berskala Besar guna Penanganan Covid-19. Tanpa ada jaminan eksistensi Warga Negara atas penghidupan yang layak dalam bentuk jaminan Ekonomi mereka adalah bentuk “Genoside” post modern, karena membiarkan warga Negara mati kelaparan atas keputuasan memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mereka di paksa menerima “Pembatasan Sosial” tersebut, seolah itu demi kepentingan dan eksistensi mereka, padahal mereka justru harus teralienasi dari hakkekat eksistensi mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Kita patut curiga dan menuduh, bahwa “Kegamanngan” Negara menghadapi pandemic Corona Virus DiSease 2019 atau Covid-19, sesungguhnya adalah “Kemunafikan” yang terkamuflase dalam serangkaian Kebijakan baik regulasi yang di tertbitkan oleh Pemerintah, maupun tindakkan Penanganannya, semua tidak lebih dari sekedar “operasi Invisible hand” Borjuasi yang di legitimasi oleh Institusi Negara karena Nihil Keberpihakan terhadap Eksistensi Kemanusian khususnya warga Negaranya. Kecurigaan ini, bulanlah tanpa alas historis, tetapi justru jejak historisnya terungkap dri gestur dan mimic kekuasaan yang pongah dan terlalu tinggi “Libido” kerakusaan atas kekuasaannya.
Kita patut untuk terus menjadi “Anjing Pengonggong” terhadap kekuasaan yang berpotensi mengeksploitasi “Ketidakberdayaan” warna negara di tengah pandemic Corona Virus DiSease 2019 atau Covid-19, sebab indicator “Ketidaktulusan” negara lewat rezim yang berkuasa begitu menyengat ke ruang public di mana tiap beranda media dan medsos kita terbuka ada saja Kerakusan terpapang yang di manipulasi oleh rezim kekuasaan atas nama kepentingan negara. Beberapa operasi “Invosible Hand” yang masih bergentangan di balik ruang “tertutup” adalah rencana Pembebasan para Tahanan dan Nafi Korupsi, Narkoba dan upaya Pengesahan rancangan undangan-undangan Omnibus Law. (**)