SABUROmedia, Ambon – Sebuah rumah kosong yang berada dikawasan Warasia, Desa Batu Merah, kota Ambon menjadi kisah awal lahirnya Pondok Pesantren (Ponpes) Al Anshar. Bagi sebagian besar public, menganggap pondok pesantren di Maluku pasti cabangnya dari Jawa, namun tidak pada Al Anshar. Dari rumah kumuh dan tak berpenghuni itulah cikal bakal lahirkan satuan Pendidikan yang cukup kontributif di negeri Maluku, Pesantren Al Anshar.

Tak terbersit sedikitpun dihati seorang H. Abu Imam Abdu Rohim Rumbara S. Pd.I, sosok dibalik creator bakal berdirinya podok pesantren Al Anshar. Ustat Abu Imam begitu ia disapa hanya merasa keterpanggilan moril melihat anak-anak yang putus sekolah akibat konflik kemanusiaan yang melanda kota Ambon 1999 kala itu.

H. Abu Imam Abdu Rohim Rumbara S. Pd.I : Foto SM

Seperti hal yang dialaminya, ustat Abu Imam yang juga terlahir dari latar belakang keluarga yang tidak mampu namun tekad mengenyam Pendidikan cukup tinggi. Menyaksikan anak-anak putus sekolah karena keterbatasan ekonomi dan kehilangan keluarga Ustat Abu Imam tergerak hatinya untuk menampungnya,  

Kala itu sejumlah 12 anak berhasil ditampungnya, anak-anak itu sebagian besarnya adalah korban konflik pada sebuah kampung di Maluku Tengah (Malteng), bersama 12 anak itu Ustat Abu Imam tinggal disebuah rumah kosong yang kini tepat berada didepan Pesona Alam kawasan IAIN Ambon. Sambil mengajar Ustat Abu Imam berbagi waktu dengan aktifitas kuliah, sempat berpindah tempat, kala itu ustat Bersama anak-anak menempati sebuah rumah kosong tepat disamping pertigaan arah kampus IAIN, dsitulah aktifitas belajar anak-anak mulai lancar, dari rumah kosong itu dibuatlah kelas untuk sekolah TK dan SD.

“ Jadi ada 15 anak ditambah warga sekitar yang juga ikut memasukan anaknya di SD, karena waktu itu kita mulai buka TK dengan SD jadi sekolahnya full day, kita siapkan makanan untuk anak-anak bahkan sampai kita antar pulang, ada yang dari Batu Merah, ada yang dari Tantui sampai pada katong dapat tempat ini lalu katong bangun dan beta sendiri yang menjadi tukangnya, “ tuturnya mengenang kisah kala itu.

Dikisahkannya, rumah tempat dijadikannya sekolah disitu juga menjadi tempat tinggal, menjadi masjid tempat beribadah dan ditempat itu juga menjadi tempat pesantren, “  Jadi dulu beta ingat Dir Intel Polda Maluku itu datang, beliau heran sambil bertanya apakah ini pesantren, saya jawab iya ini pesantren, itu sekitar tahun 2005 2006, “ kisahnya.

Jadi inpirasi saya bahwa Allah jika kita bersungguh-sunguh berjuang dalam agamanya maka Allah akan kekalkan perjuangan ini, itu surat Muhammad ayat 47 yang artinya Hai orang-orang yang beriman jika engkau membantu Agama Allah , maka Allah membantumu dan meneguhkanmu di bumi, ” jadi inspirasi saya ayat itu, ” ungkapnya.

Seiring waktu, sampai pada 2004 dan 2005 Ustat Abu Imam lantas memilih pindah dari rumah kecil setelah mendapatkan lahan di Wilayah Air Besar (Arbes) IAIN Ambon. Luas tanah yang awalnya hanya 25×25 itu kini menjadi pusat Yayasan Al Anshor yang beralamat Jln. Imam al-Gazali Rt.04/Rw.17 Airbesar Amantelu Negeri Batumerah Kecamatan Sirimau Kota Ambon Provinsi Maluku.

Atas dukungan masyarakat juga, Pondok Pesantren Al-Anshor Ambon mengalami perkembangannya, terhitung hingga sampai 16 tahun Al Anshor berkembang dan berhasil menelorkan empat pondok pesantren di wilayah Maluku dan cikal bakal kelima yang sementara  sedang dalam proses pembangunannya yang berada di negeri Tial, Kabupaten Maluku Tengah.  

Ke empat pondok pesantren dari hasil metamorfosa itu berada di Arbes, kota Ambon, di Bula SBT, di Liang Malteng, dan Namlea Kabupaten Buru, semuanya dibawah yayasan Al Anshor Ambon, “ Orang tanya, ustat cabang dari mana? “ Saya sampaikan ini betul-betul dari lembaga lokal dan pengasuhnya juga loka, walaupun tidak banyak yang mengelola pesantren dari orang Maluku, “ tuturnya.

Dari empat pondok pesantren Al Anshor itu menampung sebanyak 574 santri, terdiri dari santri mukim dan santri non mukim. Ada sebanyak 156 yang tidak tinggal di pondok, mereka hanya datang belajar saja setelah itu harus pulang lagi, sedangkan 574 santri itu mukim. Tersedia kebutuhan baik makan, pakaian seragam dilengkapi dengan fasilitas penunjang belajar, asalkan dia belajar, “ Jadi tidak ada alasan lagi dia tidak mau sekolah karena orang tua tidak mampu seperti dahulu yang beta alami itu seng boleh, “ ceritanya dengan khas Ambonnya.

Pesantren Al Anshor menjadi satu diantara lembaga pendidikan di Maluku yang cukup kontributif. Bahkan, mulai menunjukan prestasinya dengan menjadi satu-satunya pondok pesantren di Maluku yang resmi mengelola Bank Waqaf Mikro dan satu dari 55 BWM di Indonesia yang mendapatkan izin operasional dari OJK RI.  

Selain itu, sebanyak 52 santri yang dikirim ke luar Maluku untuk menempuh Pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Yayasan Al Anshar juga menjajaki kerjasama perguruan tinggi dengan sejumlah Universitas diantaranya Universitas Muhammadiyah Sorong, Universitas Muhammadiyah Maluku Uatara, Universitas Muhammadiyah Makassar, di Solo, di Jogja, di Jakarta, Bekasi, Bandung bahkan ada di Aceh.

Selain di dalam dalam Negeri, santri Al Anshor juga sudah ada yang menempuh Pendidikan di luar negeri, ada yang di Universitas Islam Madinah dan Universitas Al Azhar Kairo, Mesir. Santri yang keluar diluar negeri didukung beasiswa full, sementara di dalam negeri Yayasan Al Anshor masih terus meberi tanggungan, dan kita bikin nota kesepakatan setelah usai menempuh Pendidikan dia kembali mengabdi di AL Anshar. Selain pesantren juga Al Anshor memiliki masyarakat binaan yang tersebar di seantero Maluku.

“ Jadi membangun pondok ini adalah beta ingin membangun segmentasi kehidupan masyarakat Maluku dimana orang tidak mampu dimana anak-anaknya tidak bisa sekolah yang nasibnya sama seperti beta dulu, bisa mengenyam Pendidikan di tempat ini, “ ujar mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Maluku bidang Dakwah dan Pengembangan Masyarakat ini.

Bagi pria kelahiran Geser 11 Agustus 1972 mengaku mendirikan pesantren hanya bermodal nekat, sempat berfikir tidak yakin karena tidak punya kemampuan tapi karena semat-mata ikhlas, hanya karena terinspirasi situasi konflik saat itu. Ustat Abu Imam sama sekali bukanlah jebolan dari pondok pesantren ternama di tanah air, hanya denga pengalamannya selama 6 tahun mengembara di pedalaman Papua belajar dakwah,

“  Jadi kalau orang punya kampus itu diperguruan tinggi, beta punya kampus di pedalaman  Papua, belajar dakwah secara numaden berpindah-pindah, mulai dari Fakfak kemudian Bentuni yang masih di Monokwari sampai di Wamena dan Sorong, jadi belajar dakwah dengan orang pedalaman, “ tuturnya.

Kondisi keterbatasan ekonomi orang tua mentakdirkan Ustat Abu Imam memilih jalan ke Papua, sempat mengenyam Pendidikan pada salah satu perguruan tinggi di Sorong kala itu hanya saja karena kondisi ekonomi memaksanya rehat ditengah jalan, semangat menuntut ilmu tak surut jika tak dimungkinkan di jalur formal, pilihan alternative dijalur non formal meski harus dengan membelah gunung berpindah dari satu tempat ketempat lain di pedalaman Papua.

Dengan segala romantika problem perjalanan menempuh Pendidikan yang terseok-seok, kini Pimpinan Pusat Pondok Pesantren Islam Al-Anshor Maluku ini terbilang sukses dalam optimismenya membangun satuan Pendidikan di bawah Yayasan yang dipimpinnya. Ia menaruh harapan dan tanggungjawab besar terhadap generasi di negeri ini, dimana menurutnya masih ada ketimpangan dan kesenjangan antara kaya dan miskin.

“ Kita sulit mendapatkan ulama lahir di perut Maluku ini dan peluang untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi juga susah dan pesantren ini betul-betul menjembatani anak Maluku yang memiliki keterbatasan ekonomi tapi memiliki kemampuan intelektuail dan kecerdasan. Dan kami berharap merekalah yang akan merubah kondisi pembangunan di daerah ini, “ pungkasnya.

Menurutnya, Pendidikan generasi di Maluku ini tidak bisa hanya bertumpu dari anak-anak, harus dilihatnya secara konfrehensip, “ Pola kami, anak-anak ini tidak hanya sekedar kita ambil untuk kita bina tapi kita harus runut ke belakang anak ini punya latar belakang keluarga seperti apa karena sia-sia kita pesantern dengan segala daya upaya untuk bisa mengubah dia tapi ternyata factor keluarga tidak mendukung itu, perjuangan tidak akan sampai berhasil makanya, kami datangi dari kampung ke kampung di Maluku ini dimana anak-anak kita berasal supaya kita kasih pemahaman yang benar kita bangun kesadaran ekonominya kita bangun kesadaran beragamanya dan luar biasa anak anak ini cukup banyak mengubah kondisi orang tua yang tadinya orang tua tidak sholat liat anak pulang sholat orang tua jadi malu jadi sekarang jadi sholat, dulunya anak-anak tidak ada yang hafal sekarang bahkan sudah sampai 10- 20 jus jadi membuat orang tua senang, yang awalnya ragu penuh tanya ini ustad mau apakan anak kita,  jangan-jangan jadi teroris lagi, apalagi kita ditahun 2016 oleh BNPT ditetapkan sebagai pesantren radikal tapi Alhamdulillah atas kerjasama gubernur, Kapolda dan Panglima TNI tentu sebagai warga Negara yang berkewajiban untuk patuh terhadap menjalankan aturan.

Ustat Abu Imam yang juga pernah menjabat sebagai anggota legislatif Kabupaten Maluku Tengah dari partai PPP ini juga menaruh harapan kelak lahir pemimpin-pemimpin dari Al Anshar. Harapannya itu pernah disampaikan dalam satu kesempatan acara Bersama Sekda Maluku, kepada Sekda ia menyempatkan menyampaikan pesan bahwa ia bermimpi insyallah kelak akan lahir gubernur Maluku dari Al Anshar.

“ Gubernur kita hari ini mohon maaf punya keunggulan bisa menyanyi dengan suara merdu insyallah kelak akan lahir gubernur dari Al Anshar ini adalah gubernur yang hafal Alquran 30 jus, sholat lima waktu dan masuk keluar masjid berpindah-pindah dan menjadi imam dan hafidz quran dan orang tidak sedikit menangis dalam bacaan sholatnya insyallah berkah Maluku ini, “ ucapnya menutup perbincangannya dengan Saburomedia.com kala bertandang di Asrama Pesantren Al Anshar akhir pekan kemarin. (SM-1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *