SABUROmedia, Ambon – Lintas Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton Selatan (Busel), Sulawesi Tenggara melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke DPRD Kota Ambon, Jumat (14/02/2020).
Kunker dalam rangka studi banding di Kota Ambon ini dipimpin langsung Ketua Komisi 1 DPRD Kabupaten Busel, Dodi Hasri, S.Pd, diikuti rombongan lintas fraksi diantaranya, dari fraksi PKS La Muhadi, dari fraksi PDI P, Wa Ode Ruhania, fraksi PDI P, H.Harnu, dari fraksi PKB H.La opo, dari fraksi Golkar, La Nihu.
Rombongan diterima langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon, Zeth Formes., S.Sos dari Fraksi Golkar yang berlangsung di kantor DPRD Kota Ambon, Jumat (14/02/2020).
Ketua komisi I DPRD Busel, Dodi Hasri S. Pd kepada Saburomedia.com mengatakan Kunker tersebut dalam rangka studi banding terkait dengan Perda inisiatif tentang lembaga adat. Menurutnya dari hasil diskusinya dengan sesama komisi di DPRD Kota Ambon terdapat kemiripan lembaga adat baik di Busel maupun di kota Ambon. Ini yang nanti coba dirumuskan dalam rancangan perda inisiatif DRPD Busel.
” Setelah kita amati lembaga adat yang agak cocok yang kita lihat itu di kota Ambon, setelah diskusi panjang, hasilnya kita membandingkan memang ciri khas negeri di kota Ambon ini agak mirip-mirip dengan ciri khas lembaga adat yang ada di Buton Selatan, seperti soa-soa di Busel juga ada pranata sosial itu, ” terang Hasri.
Hasri yang juga anggota fraksi PDIP itu menjelaskan, studi banding Perda inisiatif tentang lembaga adat di kota Ambon yang memiliki kemiripan dengan pranata sosial di Busel nantinya tinggal digunkan sebagai acuan dalam rancangan Perda lembaga adat yang sementara akan digodok. Diantaranya, pengangkatan Kepala adat atau raja, Saniri dari mata rumah atau soah parentah, mulai dari sistem pengangkatan raja, peran dan fungsi lembaga adat termasuk hak ulayat.
Meski hampir memiliki kemiripan, namun dalam prosesinya kedudukan lembaga adat di Busel ditemukan hal yang berbeda dengan lembaga adat di Kota Ambon, misalkan dalam hubungan struktur penyelenggaraan kekuasaan, fungsi adat terpisah dengan fungsi administrasi pemerintahan, kepala adat atau Raja di Negeri kota Ambon menjalankan fungsi kekuasaannya sebagai fungsi administrasi dan adat. Sementara di Busel Kepala adat atau yang disebut dengan Parabela hanya berfungsi sebagai pengayom adat, parabela tidak terlibat dalam urusan administrasi pemerintahan di Desa.
” Jadi di Desa yang menjalankan fungsi administratif adalah kepala Desa bukan parabela, di Busel, Kepala Desa berfungsi sebagai pelaksanaan fungsi administrasi di Desa dia tidak mengurus soal adat di Desa, ” ulasnya.
Lanjut Hasri, hal lain yang berbeda juga adalah soal sanksi adat, kata Hasri soal ini akan diperkuat sebab secara sosial kadang-kadang keputusan adat itu lebih kuat daripada keputusan administratif. di Busel kalau melakukan kesalahan dikenakan sanksi berupa boka atau denda, kalau ada kesalahan menurut hukum adat peranata sosial disitu pelaku yang ditetapkan melanggar aturan akan dikenakan sanksi berupa ” Boka ”. Boka oleh lembaga adat Busel lebih dikenal dengan istilah denda.
” Jadi denda yang oleh adat disana biasa berupa dalam bentuk mata uang, istilah disana kita dikenakan boka, boka itu denda yang ditetapkan oleh lembaga adat, ” tutur Hasri.
Lainnya ada istilah saniri di Negeri kota Ambon, di Busel Saniri lebih dikenal dengan istilah mia pata miana yang fungsinya menentukan raja atau parabela di Busel. ” Jadi yang bisa dikonekan dari penjelasan teman-teman anggota DPRD kota Ambon salah satunya status negeri yang dibawah kekuasaan kepala Adat/ Raja termasuk Saniri di Negeri kota Ambon.
Hasri mengakui dari hasil studi Perda tentang lembaga adat di kota Ambon itu sudah ada dan penerapannya sudah jauh, semantara di Busel baru mau digodok, walaupun mungkin masih banyak kendala menurut beberapa teman-teman komisi I DPRD kota Ambon ada beberapa Negeri yang sampai saat ini masih ada polemik disana.
” Sementara kita di Busel belum sama sekali, tentang Perda ini kita baru mau progres ini, ” ucapnya. (SM1)