Oleh : Adam Hehanussa (Wasekum PAO HMI Badko Mal-Malut)

SABUROmedia, – Rumah Revolusi Online – Sejak terselenggaranya Pleno 1 Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Periode 2018-2020, ada yang berbeda dari tubuh Himpunan. Perbedaan adalah hal yang sangat biasa. Namun, berbeda untuk merasa paling benar tidaklah baik jika dimiliki oleh para Anggota Biasa yang diberi kesempatan berproses sebagai Pengurus Besar di bawah kepemimpinan Respiratory Saddam Al Jihad.

Tradisi berulang-ulang dualisme kepemimpinan HMI ditingkatan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) merupakan indikasi kuat adanya upaya degradasi kewibawaan HMI melalui struktur formal, dualisme PB HMI akhirnya menjalar ke struktur terbawah HMI merupakan tradisi politik yang menafikan Konstitusi. Sementara indikasi lainnya, adanya Perekrutan anggota HMI potensial menjadi agen proyek tersebut pilihan utama guna menghancurkan HMI.

Sudah menjadi tradisi HMI, yang setiap sejarah kongres merupakan ajang konsolidasi gagasan sekaligus mempertegas kekuatan HMI menjadi ajang strategis melakukan penguatan dan evaluasi kritis serta proyeksi Posisi HMI, namun fenomena pleno 1 PB HMI periode 2018-2020 menjadi episode menyedihkan HMI, keleluasaan kekuatan luar lewat agen yang juga anggota HMI merecoki penyelenggaraan pleno. Mungkin Kuatnya hegemoni uang dan intervensi alumni HMI menjadi pemandangan yang tidak aneh, namun yang ironis, jika Konstitusi HMI sebagai mainstream utama kelembagaan maupun berpolitik HMI turut ditransaksikan.

Pasca reformasi dan memasuki post-modern, degradasi yang terjadi di dalam jasad HMI tidak dapat dipungkiri adanya. Hal ini diperkuat oleh fakta-fakta yang menunjukkan kemunduran dan kemelorotan HMI yang disampaikan secara jelas dan terang oleh Prof. DR. Agussalim Sitompul (2005) dalam buku 44 Indikator Kemunduran HMI. Penyelidikan dan pembacaan kritis mengenai realita faktual oleh sejarawan HMI ini, kiranya akan sangat tidak berguna dan mubazir manakala tidak ada tindak lanjut yang pasti dan langkah kongkrit oleh kader-kader HMI.

Selain itu, kader HMI yang semestinya menjadi contoh baik dan tauladan bagi masyarakat luas, kini malah melakukan perbuatan yang tidak etis. Terjadinya kontrak-kontrak politik dan sistem kepemimpinan transaksional dalam pemenangan calon ketua umum baik pada saat kongres, musda maupun konfercab disinyalir sebagai penyebab memudarnya konsep “The right man on the right place” dalam sebuah organisasi yang menginginkan output yang berkualitas. Menurut Adam Ibrahim Indrawijaya (2010) dalam bukunya Teori, Perilaku, dan Budaya Organisasi: yang demikian itu adalah suatu bentuk konflik yang terjadi di dalam kelompok. Konflik ini biasa dikenal dengan konflik fungsional. Penyebab munculnya konflik ini adalah karena adanya ketidakcocokan tugas atau tujuan yang harus dicapai.

Sekarang ini, banyak suara-suara miring yang diperdengarkan oleh orang lain, kelompok lain dan masyarakat pada umumnya tentang permasalahan moralitas kader HMI yang diduga telah berjalan keluar dari garis-garis humanitas yang sejati. Permasalahan etika dan moralitas kader HMI menjadi peyakit yang sangat mendasar di tubuh HMI. Kualitas moral yang semakin rendah dari kondisi yang kecil hingga ke kondisi yang besar mengakibatkan terhambatnya kemajuan HMI hingga berakibat tak mampu memberikan sumbangan gagasan dan pemikiran pada kemajuan bangsa Indonesia. Tak perlu kita malu untuk mengakui itu, etika dan moral kita kini sudah jauh dari nilai-nilai islam dan jauh dari nilai pancasila.

Tak jarang kita temui tindakan amoral yang selalu singgah pada diri kader HMI. Kita tak akan mampu membangun bangsa ini tanpa memperbaiki etika dan moralitas kita terlebih dahulu.

Kekuasan adalah salah satu penyakit yang dari dulu hingga kini merusak hampir disegala sel-sel tubuh kader HMI, penyakit yang demikian sudah merasuk dalam tubuh kader HMI mulai dari tingkatan Komisariat hingga pada tingkatan PB. Hasrat ingin menguasai dan ingin berkuasa dari yang lain adalah salah satu karakter kader HMI, nyaris seluruh kader HMI memiliki karakter demikian. Demi kekuasaan dan keinginan berkuasa, hampir semua dari kita menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan, melupakan syair Hymne HMI “Turut Qur’an dan Hadist” dan melupakan semangat persatuan dan persaudaraaan. Konflik hingga perang berdarah hanya karena perbedaaan pilihan politik pada RAK, Konferensi Cabang, Musda Badko dan Kongres HMI sudah menjadi hal yang lumrah dan biasa kita anggap, kebersamaan dan semangat perjuangan tak kita hiraukan lagi, semua itu hanya karena ingin kekuasaan dan berkuasa. Dinamika yang harusnya kita anggap dan kita jadikan sebagai proses pembentukan leader itu hanya kita dengar pada forum-forum training samata, pada kenyataannya kita selalu bermusuhan dan mencaci maki hanya karena kekuasaan. Dualisme pada kepengurusan itu sudah biasa kita lakukan dan tak permah kita berfikir dampak dari hal demikian, demi kekuasaan dan hasrat ingin berkuasa, membuka aib saudara seperjuangan juga kita halalkan dalam setiap kompetisi HMI, bahkan perang berdarah sesama kita juga kita jadikan salah satu cara untuk merebut kekuasaan di HMI, padahal kita selalu mendengungkan penindasan kita haramkan dan berpihak pada orang-orang tertindas (Mustadh’afin) adalah keharusan.

Di Himpunan ini sudah terlalu banyak orang cerdas, menumpuk tapi sedikit dari mereka yang memiliki kesadaran. Dalam setiap kesempatan diskusi tentang HMI, saya sering menyampaikan, “lebih mudah mencerdaskan orang-orang sadar ketimbang menyadarkan orang-orang yang merasa cerdas. Begitupun dengan orang-orang yang memiliki akal sehat, tentu jauh lebih mudah mendengarkan pendapat ataukah menerima nasehat, bukan malah terlebih dahulu merasa hebat. Untuk seluruh kader HMI se-nusantara marilah kita kembali merenungkan para pejuang kita di himpunan ini, agar kita tetap berada pada jalan keselamatan untuk membahagiakan mereka di akhirat dengan jalan menjaga marwah HMI. Lalu bagaimana caranya menjaga marwah HMI ? Jika muncul pertanyaan konyol seperti ini kita hanya perlu menjawabnya bahwa NDP-lah jawabannya. Maksudnya adalah sebagai kader HMI kita harus mampub membentuk moral kita dengan penguatan ilmu pengetahuan dan membentuk karakter dengan mendalami nilai-nilai dasar perjuangan isalm dan HMI untuk mewujudkan tujian HMI secara totalitas. Sebagai organisasi yang berazaskan Islam, HMI harus memiliki standar moral yang kokoh dan para fungsionaris ya harus menjaga integritas diri yang tinggi, sehingga marwah dan martabat organisasi terjaga dengan baik.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *