SABUROmedia, Ambon – Timotius Kaidel, Berani beradaptasi dengan lingkungan sekitar, memang dia bukan tukang bergaya mewah, walaupun dia bisa lebih mewah dari banyak orang karena punya uang cukup sebagai seorang kontraktor besar.

Bahkan mobil untuk dipakai kampanye pun, milik Tim Pemenangan dan Relawan.

Timo Kaidel, lahir dan besar dalam keluarga dengan ibu sebagai ibu rumah tangga biasa, dan ayah seorang mantan prajurit TNI AD berpangkat rendahan, pejuang irian barat yang kemudian berhenti dari dinas ketentaraan, dan beralih profesi jadi penyelam mutiara dan juragan (kapten) motor penyelam.

Lulus dari STM Siwalima Langgur Maluku Tenggara, dan mulai berkarir sebagai juru buku yang mencatat stok barang di toko partai milik pengusaha kaya Kota Dobo, Tompeng.

Memulai usaha pertama saat krisis ekonomi tahun 1997, dengan berjualan sembako murah untuk bantu masyarakat yang saat itu tak mampu membeli sembako yang jadi mahal akibat krisis. Melanjutkan dengan membuka kios kelontong kecil yang khusus jual sembako.

Saat Theddy Tengko jadi Bupati Aru, Timo Kaidel lalu coba berkiprah sebagai seorang kontraktor level kecil, dan akhirnya berubah jadi kontraktor besar yang mengerjakan berbagai pekerjaan fisik mulai dari jembatan, jalan, gedung, dll.

Rupanya, Timo Kaidel, merupakan jelmaan dari orang kaya yang tahu diri, tahu betul dia datang dari latar belakang sebagai mantan orang miskin yang bermetamorfosis menjadi raksasa.
Sayangnya, sang raksasa itu tak memanfaatkan situasi kedigdayaan dirinya yang besar itu untuk menjadi angkuh seperti orang lainnya.
Timo Kaidel tetap memilih menjadi sosok sederhana, dan mampu beradaptasi dengan segala lingkungan yang dimasukinya.

Foto ini merupakan bagian bukti diri Timo Kaidel yang tak suka bergaya, hidup tetap rendah hati dan sederhana. Tetap menjadi orang kampong karena lahir di kampong Gomar Meti, Kecamatan Aru Selatan Timur, Kabupaten Kepulauan Aru, sebuah desa tradisional yang mirip desa lainnya di Kepulauan Aru, yang warganya adalah Nelayan Aru.

Timotius Kaidel, dengan latar belakang seperti itu, menjadikannya paham betul tentang rakyat Aru, dengan segala kebiasaan sehari-hari.
Timotius Kaidel sangat paham, siapa rakyat Aru yang akan dilayaninya. Karena paham, pasti tahu apa yang mesti, dan apa yang tidak mesti dilakukan untuk menjawab berbagai persoalan Pembangunan yang harus dijawab.

Mendengar penjelasannya tentang Visi dan Misi yang diusungnya saat pilkada Aru 2020 ini, orang mudah paham, bagaimana cara membawa daerah ini menuju arah terbaik.

Membangun Aru sesuai #Katakter #Kepulauan, adalah cara Timotius Kaidel melihat dan memahami prioritas mana dan mana yang bukan prioritas.
Ini adalah cara memproyeksikan sudut pandang yang masuk akal tentang Kepulauan Aru yang seperti umumnya wilayah kepulauan dengan keterbatasan aksesibilitas.

Wilayah kepulauan, umumnya memiliki struktur kemiskinan yang ditandai dengan keterbatasan aksesibilitas terhadap Komunikasi dan Transportasi, serta Informasi (Prof. Tony Pariela, dkk.; 2010).

Dengan luas 60.000 KM2, dan 117 Desa serta 2 Kelurahan, Kabupaten Kepulauan Aru memiliki 560 pulau dan 87 pulau dihuni manusia.

Kajian dan kriteria kemiskinan daerah kepulauan seperti dijelaskan Tim UNPATTI yang dipimpin Profesor Tony Pariela, sungguh sangat cocok dengan karakter kemiskinan di Kepulauan Aru.
Walaupun #sangat_kaya dengan sumber daya alam, masyarakat Aru masih termiskin ketiga di seluruh Maluku, dan tertinggal nomor dua se-maluku. Memang aneh secara logika manusia.

Mampu mencari uang, iya. Mampu mencari makan, iya.
Sayangnya, uang yang diperoleh yang sangat banyak itu, tidak bisa ditabung karena tidak bisa mengakses bank dan lembaga keuangan lainnya.
Uang yang tidak bisa ditabung itu, terpaksa dititip ke cukong, dan dicairkan perlahan seiring waktu dan kebutuhan hidup yang menggempur tiap saat.
Akhirnya, mengirim uang untuk anak sekolah, atau untuk memperbaiki alat tangkap nelayan yang rusak pun, tiada uang, apalagi membangun rumah dan beli perabot serta perlengkapan lainnya?

Transportasi yang pernah beroperasi dengan operator Pemda Aru pun, belum mampu dikelola dengan baik. Saat rusak, biaya rawat mahal tak terjangkau karena harus dibawa ke Batam Kepulauan Riau agar bisa mengakses teknologi reparasi kapal yang mumpuni di galangan kapal layak.
DPRD Aru bahkan menolak biaya untuk bangun galangan kapal di Aru. Padahal jika punya galangan kapal, semua persoalan ini bisa teratasi, bahkan banyaknya kapal yang beroperasi di Aru, bisa mengakses teknologi tersebut, dan mendorong income ke kas daerah.

Astaga… Masih banyak lagi yang bisa kita diskusikan, tapi akh sudahlah….!

Yang pasti, Calon Bupati Aru, Timotius Kaidel adalah figur cocok untuk memimpin Aru. Hanya mantan orang miskin, yang paham tentang kebutuhan orang miskin. Timotius Kaidel adalah orang yang paham orang miskin itu. Tiada yang lain lagi…!

Pilih Timotius Kaidel dan Lagani Karnaka (KAKA), Nomor Urut 2, untuk mendukung perubahan di Aru Aru.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *