SABUROmedia, Piru – Masalah Kejelasan status hak atas tanah milik Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), khususnya di Ibukota kabupaten SBB Piru hingga kini belum juga tuntas. Pasalnya, dari 200 aset tanah milik pemerintah SBB, baru 188 yang diselesaikan. Bukan hanya itu, Klaim-mengklaim hak atas tanahpun sering terjadi. Bahkan, Sampai pemblokiran kantor dinas/badanpun dilakukan masyarakat setempat dengan dalih status tanah belum dibebaskan oleh pemerintah kabupaten SBB.

Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab daerah bertajuk Saka Mese Nusa itu terpuruk selama hampir 13 tahun. Dimana, sejak memisahkan diri dari kabupaten induk Maluku Tengah pada 2004 silam hingga 2017, kondisi tata kelola keuangan dan aset daerah amburadul, sehingga menempatkan daerah tersebut dalam posisi Dischleimer (berdasarkan hasil audit BPK) selama kurun waktu hampir 13 tahun.

Menyikapi persoalan tersebut, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD kabupaten SBB melalui ketua Fraksinya bereaksi keras. F-PKB menilai, dengan adanya permasalahan status kepemilikan tanah milik pemkab SBB khususnya dikota Piru, sangat berpengaruh terhadap proses pembangunan, sehingga berdampak pula pada target pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Penegasan ini disampaikan Ketua Fraksi PKB SBB, Taher Bin Ahmad diruang sidang utama DPRD SBB, dalam rapat Paripurna penyampaian kata akhir Fraksi-fraksi DPRD terhadap Rancangan Perubahan APBD tahun anggaran 2020, Rabu, 30/9/2020.

” Terkait pembangunan infrastruktur penunjang pemerintah yang bermasalah dengan status tanah pada kota piru, kami Fraksi PKB merekomendasikan meninjau kembali lokasi kota kabupaten SBB, untuk disesuaikan dengan amanat UU nomor 40 tahun 2003 pada dataran Hunipopu “, tegas ketua Fraksi PKB.

Dari pantauan diruang sidang, Pernyataan ketua Fraksi PKB itu serentak mendapat tanggapan sinis dari beberapa anggota DPRD lainnya.

Sebagaimana diketahui, dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2003 Pasal 9, ayat 2 dikatakan bahwa, Ibu kota Kabupaten Seram Bagian Barat berkedudukan di Dataran Hunipopu. Yang dalam penjelasan ayat 2UU 40tahun 2003 mengatakan ” Yang dimaksud Dataran Hunipopu sebagai ibu kota Kabupaten Seram Bagian Barat berada di Kecamatan Seram Barat “.

Dengan demikian, jika merujuk pada penjelasan ayat 2 pasal 9 UU Nomor 40 tahun 2003, kota Piru bukanlah satu-satunya daerah/wilayah dari dataran Hunipopu. Akan tetapi, cakupan wilayah dataran Hunipopu sampai ke Huamual (Kec. Huamual sebelum dimekarkan merupakan bagian dari kec.Seram Barat). Apalagi, masih banyak wilayah pada dataran Hunipopu yang status tanahnya milik pemerintah. (SM/JP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *