SABUROmedia, Ambon – Menatap kondisi Maluku saat ini dan akan datang, berbagai referansi dari percakapan Webiner Forum Maluku Raya, media Agustus 2020 dengan nara sumber/pembicara tokoh politisi, akademisi, diplomat, birokrat, mantan pejabat, jurnalis dan pemuda. Sadar dan rasa prihatin terhadap kondisi Ketertinggalan Maluku disaat NKRI berusia 75 tahun. Beragam pemikiran, pandangan terhadap kondisi Maluku saat ini dalam prespektif sejarah, ketersediaan suberdaya alam, sumber daya manusia, kebijakan pemerintah, ketidakadilan, regulasi. Pemikiran dan pandangan-pandangan sebagai wujud refleksi kembali tentang keberadaan Maluku, 75 tahun NKRI.

Mana yang strategi diperjuangkan, meskipun sudah tahu, bahwa diantara konsep perjuangan tersebut ada yang telah berproses, RUU Daerah Kepulauan dan LIN, akan tetapi perjuangan belum memberikan tanda-tanda yang mengembirakan, karena itu akan membuka ruang kembali artinya tidak menutup kemungkinan terjadi subtitusi konsep perjuangan tuntutan OTSUS MALUKU ATAU DAERAH KHUSUS MALUKU.

Selama 75 tahun sejak Orde Lama, Orde Baru hingga Orde Reformasi Provinsi Maluku masih terhimpit dengan berbagai problema sosial ekonomi, kemiskinanan, pengangguran, sarana infra struktur jalan jembatan, kesehatan dan pendidikan, padahal Maluku memiliki potensi kekayaan sumber daya sangat banyak. Dalam rentang waktu tujuh puluh lima tahun (75 tahun), Provinsi Maluku sebagai salah satu prov dalam bingkai NKRI tetap setia menunaikan kewajiban, akan tetapi antara kewajiban dan hak belum ada korelasi yang berarti, hal ini ditandai dengan wajah Maluku masih KETERTINGGALAN.

Apa penyebab ketertinggalan Provinsi Maluku?, meskipun belum ada “pembuktian secara akademik” faktor penyebab ketertinggalan Maluku, akan tetapi jika dirunut kita akan ketemu beberapa faktor penyebab antara lain; faktor natural/alam maupun non natural; banyak pulau, luas wilayah laut, rentang kendali, luas wilayah darat kecil, sementara faktor non natural/alam misalnya posisi tawar lemah tidak punya menteri, tidak punya ketua Umum partai, anggota DPR RI hanya 4 orang, terimbas kebijakan Pemerintah Pusat dibidang politik, ekonomi, ataukah Pemerintah Daerah belum mampu membuat perencanaan pembanguan yang komprehensif berkesinambungan atau karena masyarakat cendrung bersikap mau “menang-menangan, mencari posisi aman terima dan senang dengan apa adanya”.

Semua faktor penyebab tersebut ikut memberikan “kontribusi” terhadap kondisi Maluku, indikasinya adalah hak-hak seperti DBH, DAU, DAK sangat kecil demikian juga PAD, berimplikasi kepada fostur APBD Prov, misnya APBD TA 2019 hanya 3,192 Triluan untuk membiayai Pembangunan Prov Kepulauan.

Memang tidak mudah membangun satu prov kepulauan, berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi sejak tahun 2003, berlanjut dengan gagasan permbentukan Forum Delapan Prov, melahirkan konsep RUU Prov Kepulauan, Pemekaran 13 CDOB, janji LIN semuanya bertujuan untuk mendongkrat percepatan pembangunan Maluku tetapi perjuangan belum berhasil, mungkin Pemerintah Pusat masih memiliki pertimbangan-pertimbangan lain. Sesunguhnya perjuangan suatu konsep besar harus didukung secara kolektif oleh semua pihak sehingga menjadi tanggungjawab bersama.

Seiring dengan perjalanan waktu, diikuti dengan perubahan situasi Politik Nasioanal, Politik Daerah, perubahan Regulasi, berdampak pula terhadap perubahan konsep perjuangan, misalnya RUU Provinsi Kepulauan berubah nama menjadi RUU Daerah Kepulauan “ 13 daerah kepulaun”, RUU Daerah Kepulauan telah masuk dalam proglegnas tahun 2020 pada urutan ke 37. Demikian juga LIN sudah ada respon lanjutan dari Pemerintah Pusat, dengan berkunjungnya Deputy Kementerian Perikanan & Investasi, 11 Agustus 2020, meskipun pada akhirnya Pemrov Maluku belum juga siap dengan Master Plan Study Kelayakan Lokasi untuk Pembangunan Pelabuhan Terpadu LIN , sementara DOB tersandera dengan Moratorium. Ini berarti perjuangan masih panjang untuk Maluku.

Sebagai salah pemerhati, sedikit banyaknya pernah terlibat langsung dan mengikuti proses perjuangan hingga kini terkait Prov Kep, LIN , CDOB, memiliki pandangan atau pendapat sebaiknya pemangku kepentingan daerah maupun dipusat, bersama masyarakat Maluku saatnya bergeser membangun paradigma baru yaitu minta OTSUS Maluku atau Daerah Khusus Maluku sebagai alternatif terbaru. Tawaran OTSUS atau DAERAH KHUSUS MALUKU bukan tanpa argumen tentunya dengan landasan pemikiran rasional dan objektif.
Argumen pertama, Provinsi Maluku adalah Provinsi berciri Kepulauan, kurang lebih 1000 Pulau Kecil dan Besar, dengan luas wilayah laut 92,2 % dan wilayah darat 7,6%, secara geografis terletak sebelah Selatan berbatasan dengan dengan Benua Australia dan Negera Timur Leste.

Kedua ,tawaran perjuangan OTSUS Maluku atau Daerah Khusus Maluku dalam prespektif pendekatan UU sangat dimunginkan. Kita simak bunyi Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18B ayat (1) “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersipat istemewa yang diatur dengan undang-undang” ayat (2) “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan hukum adat beserta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsif Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang”.

Bunyi pasal 18B ayat (1), ayat (2) terseut dapat dimaknai tersurat maupun tersirat memberikan ruang kepada satu wilayah Provinsi, Pemerintah Daerah untuk menawarkan solulisi lain yaitu Otonomi Khusus atau Daerah Khusus.

Ketiga, dalam spirit UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada pasal 27, pasal 28, pasal 29 dan pasal 30 yang pada intinya mengatur tentang Prov berciri laut diatur dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya pada pasal 294 ayat (1) berbunyi “ Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 285 ayat (2) huruf a angka 2 dialokasikan kepada Daerah yang memiliki otonomi khusus sesuai dengan ketentuan undang-undang menganai otonomi khusus”, ayat (2) “Dana keistemewaan sebagaiamana dimaksud dalam pasal 285 ayat 2 huruf a angka 3 dialokasikan kepada Daerah istemewa sesuai dengan ketentuan undang-undang mengenai keistimewaan”.

Jika kita menggunakan logika berpikir atas dasar UUD 1945 pasal 18B ayat (1) ayat (2) beserta turunan UU nomor 23 tahun 2014 dengan pasal-pasal tersebut maka ada ruang yang sangat terbuka untuk subtitusi Perjuangan minta OTONOMI KHUSUS MALUKU dan atau DAERAH KHUSUS MALUKU, keduanya memiliki argemen landasan yuridis serta ciri yang sama, dapat dijadikan sebagai alasan perjuangan, didukung alasan Historis Maluku, Kepemilikan sumber daya alam, Kondisi wilayah kepulauan, berhadapan dengan dua negera, Rentang kendali dan Ketertinggalan.

Perjuangan Maluku dengan tawaran subtitusi konsep OTSUS ATAU DAERAH KHUSUS, artinya kita mengikuti contoh yaitu Prov Aceh, Prov Papua, Prov DIY dan Prov DKI Jakarta.

Sebaik apapun konsepnya, semuanya terpulang kembali kepada pewaris Daerah Maluku maksudnya mulai dari pemangku kepentingan Pemerintah Prov/Kab/Kota/DPRD/DPR RI, DPD, OKP, ORMAS, Perguruan Tinggi, tokoh masyarakat, masyarakat harus bersatu duduk bersama memaknai spirit otonomisasi dan mengkaji ulang tawaran konsep-konsep untuk kembali melangkah dengan satu suara, satu konsep, bersama-sama berteriak Keadilan kepada Pemerintah Pusat. Inilah saatnya perlu kita ramu bersama, lepaskan ego pribadi, ego sektoral, ego menang-menangan, jika kita mau Maluku keluar dari himpitan KETERTINGGALAN. Artinya Maluku harus merdeka dibidang ekonomi, politik, sosial & budaya. Ataukah kita pasrah, diam terima apa adanya, mencari aman saja, sungguh tidak masuk akal mari kati bersuara bersama sepanjang UU menjamin.
MERDEKA!!! 🇮

M. Saleh Wattiheluw, MM (Ketua DPW PBB Maluku)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *