Oleh: Subair (Anggota Bawaslu Provinsi Maluku)

SABUROmedia, Ambon – Keputusan KPU RI Nomor 258/PL.02-Kpt/01/KPU/VI/2020 yang dikeluarkan pada 15 Juni 2020 menandai pelaksanaan Pilkada lanjutan setelah sebelumnya tertunda selama hampir tiga bulan akibat pandemi Covid-19. Dalam surat keputusan itu disebutkan bahwa tahapan Pilkada dilanjutkan dengan pelantikan dan masa kerja panitia pemungutan suara, verifikasi syarat dukungan pasangan calon perseorangan, pembentukan dan masa kerja petugas pemutakhiran data pemilih, serta pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.

Tidak berselang lama setelah putusan itu, pada 18 Juni 2020 Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyerahkan 456.256 nama yang terdata dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) tambahan kepada KPU. Data tambahan tersebut merupakan data pemilih yang berpotensi memakai hak pilihnya di 270 daerah yang akan melaksanakan Pilkada pada Desember 2020, sebagai akibat digesernya jadwal Pilkada dari sebelumnya ditetapkan 23 September 2020. Sebelum penundaan dilakukan, Kemendagri  telah menyerahkan DP4 yang tercatat sebanyak 105.396.460 jiwa. Dengan diserahkannya data tambahan tersebut, total daftar pemilih potensial saat ini menjadi 105.852.716 jiwa.

DP4 merupakan data penting yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk disandingkan dengan data pemilih Pemilu terakhir di setiap siklus. Data itu kemudian akan menjadi bahan Coklit dan selanjutnya dimutakhirkan oleh petugas sampai tahapan menjadi Daftar Pemilih Sementara (DPS). Data pemilih yang sudah diolah dan dimutakhirkan serta mendapat tanggapan dan masukan masyarakat akan ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada 9 dampai dengan 16 Oktober 2020. Pengumuman DPT oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) dimulai 28 Oktober sampai dengan 6 Desember 2020. DPT selain berfungsi sebagai acuan menilai tingkat partisipasi masyarakat datang mencoblos, juga sebagai jaminan konstitusi warga dapat menggunakan hak pilihnya karena telah disiapkan surat suara saat mencetakan logistik Pemilihan.

Dibandingkan tahapan lainnya, pendataan pemilih membutuhkan waktu lebih panjang karena daftar pemilih memiliki implikasi cukup besar. Dalam beberapa kali penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada di Indonesia masih terdapat permasalahan yang timbul terkait dengan pemutakhiran data pemilih ini. Terutama mengenai akurasi daftar pemilih. Oleh karenanya, membicarakan, memberi perhatian dan mengawasi tahapan pemutakhiran data pemilih ini menjadi bagian penting dalam rangka menciptakan Pilkada yang berkualitas. Apalagi, pemutakhiran data pemilih dalam Pilkada kali ini dilakukan di tengah pandemi yang mewajibkan mematuhi protokol kesehatan yang berpotensi mengurangi kualitas data pemutakhiran.

Konsep Hak Pilih dalam Praktek Elektoral

Pemilu dan Pilkada merupakan conditio sine quanon bagi suatu negara demokrasi modern sekaligus merupakan suatu rangkaian kegiatan politik untuk menampung kepentingan atau aspirasi masyarakat. Keikutsertaan warga dalam Pemilu dan Pilkada merupakan ekspresi dari ikhtiar melaksanakan kedaulatan rakyat serta dalam rangka melaksanakan hak-hak azasi warga negara (Kusnardi & Ibrahim, 1983: 328). Dalam konteks manusia sebagai individu warga negara, maka pemilihan umum berarti proses penyerahan sementara hak politiknya. Hak tersebut adalah hak berdaulat untuk turut serta menjalankan penyelenggaraan negara (Budiarjo, 1990: 37).

Pemenuhan hak pilih warga negara merupakan unsur paling esensial dan fundamental dalam pelaksanaan Pemilu maupun Pilkada. Tidak heran jika Penyelenggara Pemilu, menjaga hak pilih adalah salah satu tugas utama. KPU pada Pemilu 2019 lalu melalui Gerakan Melindungi Hak Pilih (#GMHP) mendata pemilih yang belum masuk ke DPT lewat mekanisme verifikasi faktual dengan fokus pada kalangan pemilih pemula. Bawaslu pada setiap kegiatan resminya, selalu mengumandangkan Mars Bawaslu ciptaan Sekretaris Jenderal Bawaslu RI Gunawan Suswantoro yang salah satu syairnya berbunyi: “Menjaga Hak pilih di Seluruh Negeri.” Dalam rangka orientasi menjaga hak pilih itu pula, Bawaslu memberi banyak rekomendasi terhadap KPU terkait data pemilih pada Pemilu 2019 yang meliputi perbaikan DPT atau penundaan sampai beberapa kali (DPTHP 1, 2, dan 3).

Hak pilih merupakan bagian dari hak politik yang diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Juga dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR 1966). Di Indonesia, hak pilih diatur dalam Pasal 1 Ayat (2), Pasal 6A (1), Pasal 19 Ayat (1), dan Pasal 22C (1) UUD 1945. Ketentuan mengenai hak untuk turut serta dalam pemerintahan juga diatur dalam Pasal 43 dan 44 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Ketentuan-ketentuan tersebut menunjukkan adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga negara Indonesia untuk dapat melaksanakan hak pilihnya, sekaligus menegaskan bahwa segala bentuk produk hukum perundang-undangan yang mengatur mengenai pemilihan umum seharusnya membuka ruang yang seluas-luasnya bagi setiap warga negara untuk dapat menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum.

Adanya jaminan dalam berbagai instrumen hukum seharusnya melindungi hak pilih seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan untuk masuk dalam daftar pemilih. Tetapi secara teknis, masih ditemui banyak kendala sehingga belum semua warga negara bisa terdaftar. Permasalahan ketidakakuratan DPT menjadi permasalahan krusial yang senantiasa muncul pada saat penyelenggaraan Pemilu maupun Pilkada. Berbagai protes ditujukan ke KPU,  karena sejumlah calon pemilih tidak terdaftar dalam DPT sehingga tidak bisa memberikan suaranya. Jumlah penduduk yang besar, kondisi geografis dan wilayah yang luas membutuhkan energi yang luar biasa untuk menghasilkan daftar pemilih yang akurat. Meskipun pada akhirnya praktek elektoral itu menghasilkan pemimpin, tetapi menyisakan sebuah permasalahan yang terjadi dalam perwujudan Pemilu berintegritas dalam pemberian jaminan perlindungan hak pilih warga. Apalagi salah satu tujuan utama dari pelaksanaan demokrasi elektoral adalah pemenuhan hak politik masyarakat (Budiman, 2015).

Hak Pilih Pemilih Pemula dalam Pilkada 2020

Seperti sudah disebutkan di awal tulisan ini, dalam konteks penundaan Pilkada 2020, jumlah pemilih pemula mengalami peningkatan. DP4 tambahan dapat dipastikan terdiri dari pemilih pemula yang usianya telah sampai atau akan genap 17 tahun pada tanggal 9 Desember 2020. Sebagai bentuk jaminan perlindungan hak pilih bagi seluruh warga negara pelaksanaan, seluruh jiwa yang memenuhi syarat nantinya harus masuk dalam daftar pemilih. Daftar pemilih yang akurat merupakan bentuk jaminan terlaksananya hak pilih warga negara, karena syarat utama bagi pemilih untuk dapat menggunakan hak pilihnya adalah telah terdaftar dalam daftar pemilih. Apabila pemilih telah terdaftar dalam daftar pemilih, maka mereka telah mendapat jaminan untuk dapat menggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum. Sebaliknya, apabila pemilih tidak terdaftar dalam daftar pemilih, maka hal ini berpotensi menghilangkan hak pilih seorang warga negara.

Sistem pendaftaran pemilih adalah salah satu faktor yang penting untuk menjamin terlaksananya hak pilih warga negara di dalam pemilihan umum. Oleh arena itu, pendaftaran pemilih perlu mendapat perhatian agar permasalahan dan kasus-kasus DPT dalam Pemilu-Pilkada sebelumnya yang mengancam hak konstitusional warga negara untuk memilih pemimpin di daerahnya tidak terulang dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak tahun 2020. Oleh karena itu, sistem pendaftaran pemilih harus dibuat berdasarkan prinsip komprehensif, akurat dan mutakhir (Asy’ari, 2011: 4).

Setidaknya ada dua alasan mengapa pemilih pemula penting untuk diperhatikan dalam tahapan pemutakhiran data yang sebentar lagi akan dilaksanakan oleh KPU. Pertama, pemilih pemula yang pada 9 Desember 2020 berumur 17 tahun dan ingin mengikuti Pilkada masih banyak yang belum melakukan perekaman dan pencetakan e-KTP, atau belum memiliki e-KTP. Bisa dipastikan 456.256 nama yang terdata dalam DP4 tambahan untuk Pilkada serentak 2020 seluruhnya adalah pemilih pemula yang belum melakukan perekaman e-KTP. Jumlah itu menambah data jumlah pemilih pemula dalam DP4 sebelumnya.

Kedua, para pemilih pemula yang baru berusia 17 tahun setelah DPT ditetapkan belum mendapatkan e-KTP lantaran aturan di UU Administrasi Kependudukan menyatakan bahwa KTP baru bisa diberikan kepada penduduk yang berusia 17 tahun.  Syarat perekaman, penerbitan, dan pemberian e-KTP baru bisa dilakukan pas di hari ketika penduduk berusia 17 tahun. Sementara bila dilakukan perekaman dan penerbitan e-KTP tepat di hari pemungutan suara pada 9 Desember 2020 bisa dianggap melanggar aturan dan sangat riskan dilakukan.

Beberapa upaya dapat dilakukan untuk menjaga hak pilih pemula dalam Pilkada 2020 agar para pemilih pemula nantinya dapat menyalurkan hak politiknya di TPS. Upaya itu memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan juga koordinasi yang baik dalam pelaksanaannya. Setidaknya dalam tulisan ini, para pihak itu adalah Kemendagri yang diwakili oleh (Dinas) Dukcapil, KPU sebagai penyelenggara teknis, Bawaslu sebagai pengawas dan para pemilih pemula itu sendiri sebagai subjek.

Pertama, Dukcapil sebaiknya segera melakukan perekaman dan penerbitan e-KTP kepada pemilih pemula yang pada 9 Desember 2020 genap berusia 17 tahun. Jika sampai jelang pemungutan suara perekaman dan penerbitan e-KTP bagi pemilih pemula tidak tuntas, dalam arti masih ada pemilih pemula belum memiliki e-KTP, Dukcapil harus menerbitkan dan membagikan Surat Keterangan (Suket) bagi pemilih pemula sebagai pengganti dokumen kependudukan yang bisa digunakan saat pemungutan suara. Hal itu harus dilakukan karena kewenangan menerbitkan Suket ada pada Dukcapil.

Kedua, KPU harus memaksimalkan pelaksanaan tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) melalui Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). Sesuai dengan Peraturan KPU No 5 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas PKPU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Wali Kota dan Wakil Walikota Tahun 2020, pembentukan PPDP dimulai pada 24 Juni sampai 14 Juli 2020. Sedangkan pada 15 Juli sudah harus bertugas untuk proses coklit. Petugas PPDP inilah yang bertanggung jawab memvalidkan data pemilih, termasuk data tambahan pemilih pemula yang baru diserahkan. Masalah-masalah yang selalu muncul, mulai dari pemilih ganda sampai pemilih yang tidak terdaftar dalam pendataan pemilih harus dibereskan. Sebagai contoh, coklit terkadang tidak optimal karena ada petugas coklit menggunakan oknum lain atau ‘joki’ yang tidak terdaftar dalam keputusan KPU.

Tidak menutup kemungkinan, kinerja PPDP juga terkendala juga oleh ketentuan baru dalam pelaksanaan Pilkada 2020 yang harus memperhatikan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Diharapkan setelah proses coklit selesai, KPU dapat membuat list daftar nama-nama pemilih yang identitas kependudukannya belum selesai atau belum beres, termasuk pemilih pemula, atau bisa jadi bukan pemilih pemula tetapi dokumen administrasi kependudukannya belum beres untuk disampaikan kepada Dukcapil untuk dibereskan. Upaya itu harus dilakukan untuk melindungi hak pilih pemilih pemula dengan terdaftar dalam DPT.

Selain itu, KPU harus secara gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat luas melalui berbagai bentuk media massa dan Alat Peraga Sosialisasi secara masif. Saat bersamaan KPU dan Dukcapil harus memikirkan cara untuk mengeliminasi dan mencegah penggunaan Suket tidak disalahgunakan/dipalsukan.

Ketiga, Bawaslu harus mendorong dan memastikan agar KPU dan Kemendagri (Dukcapil) melakukan langkah-langkah pasti, baik secara aturan maupun dalam pelaksanaannya. Bawaslu juga harus secara ketat mengawasi tahapan pemutakhiran data pemilih dengan dimulai pada pembentukan PPDP dan proses pencoklitan. Dalam menjalankan tugasnya melindungi hak pilih masyarakat, Bawaslu harus mempertimbangkan akurasi data, mutakhir, komprehensif dan transparan dari proses dan data pemilih yang dihasilkan. Akurat di sini mengandung arti tidak ada kesalahan keterangan pada data pemilih. Mutakhir berarti berdasarkan informasi akhir berkelanjutan. Lalu, komprehensif, artinya memuat yang berhak dan membuang yang tidak berhak. Dan transparansi yang berarti menyampaikan kepada masyarakat serta menerima masukan dari masyarakat.

 Selain itu, Bawaslu harus memperhatikan aspek-aspek kerawanan yang menjadi biang masalah dalam praktek pemutkhiran data sebelumnya untuk diawasi pada pengawasan pemutakhiran data pemilih pada Pilkada 2020.

Keempat, para pemilih pemula diharapkan pro aktif dan dapat melakukan tiga hal yakni mau datang ke kantor kelurahan atau desa minimal sekali untuk mengecek apakah sudah terdaftar atau belum; melakukan pengecekan di website yang disediakan oleh KPU; dan apabila belum terdaftar segera ke Kantor KPU, Kantor PPK atau Kantor PPS. Pemilih pemula yang namanya sudah masuk dalam DP4 yang artinya berpeluang untuk dapat mengikuti Pilkada 2020. Yang belum dimiliki oleh sebagian pemilih pemula adalah e-KTP, sebagian lagi tengah melakukan perekaman dan memiliki e-KTP, dan sebagian lagi belum melakukan perekaman, apalagi mendapatkan e-KTP. Baik yang sudah, tengah, dan belum memiliki e-KTP, atau hanya bermodalkan asumsi sudah masuk dalam DPT, disarankan untuk mengecek apakah namanya sudah masuk DPT atau belum. Jika belum, segera melapor ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) terdekat untuk segera dimasukkan ke dalam DPT dengan melampirkan bukti resi surat keterangan perekaman, e-KTP, atau informasi kependudukan lainnya yang dianggap perlu.

Selain itu, koordinasi antara Bawaslu, media massa, dan kelompok masyarakat sipil perlu semakin ditingkatkan dalam pengawasan setiap tahapan dalam penetapan daftar pemilih. Tidak kalah pentingnya, partisipasi aktif masyarakat untuk mendaftarkan diri dan melaporkan jika terjadi kesalahan pendataan pemilih perlu selalu didorong oleh seluruh stakeholder pemilihan.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *