SABUROmedia, Jakarta – Sepanjang tahun 2019, pembayaran klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek mengalami peningkatan sebesar 21,2 persen atau mencapai Rp 29,2 triliun. Dengan perincian klaim untuk jaminan hari tua (JHT) mencapai Rp 26,6 triliun untuk 2,2 juta kasus, jaminan kematian (JKM) sebanyak 31.300 kasus dengan nominal sebesar Rp 858,4 miliar. Lalu jaminan kecelakaan kerja (JKK) sebanyak 182.800 kasus dengan nominal sebesar Rp 1,56 triliun, dan jaminan pensiun (JP) sebanyak 39.700  kasus dengan nominal sebesar Rp 118,33 miliar.  Program JKK juga melaksanakan manfaat return to work (RTW) kepada 901 orang peserta dimana sebanyak 748 orang sudah kembali bekerja.

Dalam siaran pers nya di Jakarta (6/7/2020), Ketua Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORNAS MP BPJS) Hery Susanto mengatakan pembayaran klaim BPJS Ketenagakerjaan di tahun 2019 saja sudah mencapai Rp 29,2 triliun. 

“Bagaimana dengan kondisi yang akan terjadi hingga akhir tahun 2020 ini?  Tentu dipastikan akan lebih besar dari data yang dialami sepanjang 2019, bisa dua, tiga kali lipat bahkan lebih,” kata Hery Susanto.

Hery Susanto mengatakan dari sisi kepesertaan, tercatat 55,2 juta pekerja atau mencakup 60,7 persen dari seluruh pekerja Indonesia telah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagaerjaan hingga akhir Desember 2019. 

Di tahun 2020, pandemi Covid-19 dengan besarnya korban PHK ini telah mengikis jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Bahkan iuran kepesertaan banyak  yang macet meski sudah ada kebijakan relaksasi iuran.                            

Menurutnya penurunan target penerimaan hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan sudah terjadi sejak dua tahun terakhir yakni pada 2018 dengan capaian Rp 364 triliun dari target Rp 369 triliun, sedangkan pada tahun 2019 dicapai Rp 431 triliun dari target Rp 443 triliun.

“Kinerja IHSG pada akhir tahun 2019 mampu menorehkan pertumbuhan sebesar 2,18% ke level 6.329.  Namun, IHSG pada 6/7/2020 tercatat di level 4.988,87, turun tajam 1.340,13 poin. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kinerja investasi saham yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan yang dipastikan juga turun drastis.  Bagaimana langkah BPJS Ketenagakerjaan dalam mengelola dana investasi saham di tengah kondisi turun drastisnya IHSG, ini tidak jelas, kinerjanya sangat tertutup sekali tidak transparan,” kata Hery Susanto.

Menurutnya BPJS harus mengoptimalkan pengembangan dana investasi dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.  Apakah hal itu sudah dilakukan di tengah pandemi Covid-19?

“Dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan di tahun 2020 dialokasikan pada instrumen fixed income (deposito dan surat utang) 71,4%, saham 19,09%, reksadana 9.34%, dan sisanya pada investasi langsung (properti dan penyertaan), ini harus dievaluasi segera,” katanya. 

BPJS Ketenagakerjaan di tahun 2020 menargetkan dana kelolaan mencapai Rp 543,6 triliun. Target jumlah tersebut meningkat 25,8% dari realisasi tahun 2019 yakni Rp 431,9 triliun.  Hal ini dengan harapan terjadi penambahan 23,2 juta peserta baru dan penerimaan iuran Rp 87,1 triliun di tahun 2020.

Menurut Hery Susanto, BPJS Ketenagakerjaan di tahun 2020 ini akibat pandemik Covid-19, berkinerja buruk akibat akibat tekanan Covid-19 dan sulitnya capaian target kinerja yang digariskan. 

“Dampak Covid-19 kinerja BPJS Ketenagakerjaan buruk.  Hal itu mulai dari sisi kepesertaan, iuran, pelayanan, investasi, termasuk bidang umum dan SDM.  Sejauh ini tidak terlihat langkah perbaikan, kinerja direksinya justeru  hanyut di tengah pademik Covid-19, mungkin karena tidak lama lagi segera ada pergantian direksi dan dewas BPJS,” pungkasnya. (SM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *