SABUROmedia, Ambon – Sudah sejak pagi ditengah terik yang membakar kulit, Saadiah tetap setia duduk dibangku di pojok posko, dilengkapi alat tulis berupa pena dan secarik kertas wanita berusia 32 tahun ini memang ditugaskan menjadi juru tulis di posko pengungsian yang baru saja dibangun sehari paska tanggap darurat bencana dicabut.

Saadiah adalah ibu rumah tangga bersama suami dan kedua orang tuanya tinggal di camp pengungsian semenjak rumah milik pribadinya juga ikut hangus terbakar dalam peristiwa kebakaran  Ongkoliong Desa Batu Merah kota Ambon pada Minggu (29/03/2020) lalu.

Secarik kertas ditangannya sudah memuat tulisan berisi daftar donasi yang menyalurkan bantuan lengkap dengan identitas atau lembaga penyumbang. Rupanya sudah ada beberapa pihak yang ikut menyumbang semenjak posko baru dioperasikan sejak pagi.

Sembako yang diterima belum langsung dibagikan lantaran jumlahnya dianggap kurang karena hanya tersedia sebanyak 18 paket, sementara jumlah warga yang menempati camp pengungsian berjumlah 80 KK lebih, jadi menunggu berharap ada bantuan susulan.

“Ini tadi baru selesai menerima bantuan paket Sembako dari Dinas Perikanan Provinsi Maluku, ada juga dari masyarakat menyumbang berupa air minum dalam kemasan, tapi jumlahnya masih kurang, jadi katong tunggu siapa tahu ada bantuan susulan, ” ujarnya menunjuk daftar penyumbang saat Saburomedia.com menghampirinya, Jumat (24/04/2020).

Menjadi juru tulis pada posko yang didirikan oleh Pemerintah Desa Batumerah itu memang karena tanggungjawabnya sebagai Sekretaris RW di lokasi kebakaran,”Kebetulan beta sebagai sekretaris RW 02 di sini,”jelasnya.

Kepada Saburomedia.com ibu dari 3 orang anak ini mengaku kesulitan menjalani hidup hari-hari di camp pengungsian, hidup bermodal bantuan tak mungkin cukup memenuhi kebutuhan hari-hari, apalagi ditengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini.

Dengan kondisi seperti ini ia menaruh kekhawatiran tidak hanya soal dampak ekonomi tapi juga soal kesehatan terutama bagi ketiga anaknya yang ada masih berusia kanak-kanak. Ia khawatir, sebab di camp tinggal bersama dengan sejumlah warga pengungsi lainnya di tenda.

Ia juga mengeluhkan kondisi camp yang pada siang hari suhunya cukup panas, situasi seperti ini tentu sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan terutama anak-anak, tak sedikit dari mereka kini mulai mengalami gejala batuk dan pilek.

”Kalau pada siang hari akang paling panas, katong khawatir par katong pung ana-ana ada dong sumulai babatu-babatuk, pilek mungkin karena cuaca panas,”keluhnya khas dilog Ambonnya.

Ia mengaku prihatin selama menjalani hidup har-hari di camp pengungsian sebab kondisi yang tak menentu, terutama soal kebutuhan hari-hari. Meski demikian karena keadaan memaksa ia bersama keluarganya memilih bertahan.

Tak memiliki penghasilan tetap, Saadiah yang suaminya hanyalah seorang supir angkot ikut merasakan imbas dari ganasnya virus pandemi corona. Suaminya semenjak anjuran pemerintah mencegah virus corona dengan tetap berdiam diri dirumah sudah tidak lagi menarik angkot lantaran sepi penumpang.

“ Dulu kalau par kebutuhan hari-hari bisa, tapi sekarang susah, yang ada hari-hari katong hidup deng bantuan, tapi bukan berarti bergantung pada bantuan, ya kalu dapa rezeki Alhamdulillah  bisa untuk kebutuhan,”pungkasnya.

Dikatakannya, satu yang menjadi harapannya dalam situasi yang dihadapinya saat ini adalah keinginan besarnya untuk  kembali kerumah, meski tersisa hanyalah puing bangunan. Berharap dirumah sisa kebakaran itu bersama keluarga bisa membangun kembali walau hanya sebatas tenda.

Harapannya ini sama seperti disampaikan warga pengungsi lainnya menyusul kekhawatiran ditengah pandemi covid-19. Para pengungsi ini khawatir dengan keadaan kesehatan mereka selama di camp pengungsian, mereka berharap bisa difasilitasi untuk kembali ditempat masing-masing.  

“ Minimal ada tenda berdiri dimasing-masing puing bangunan dirumah masing-masing supaya mencegah dari virus corona supaya jangan kumpul-kumpul kaya begini,”pintanya.

Keinginannya bersama warga lainnya untuk kembali ke rumah masing-masing itu sudah pernah disampaikan kepada pihak terkait terutama pemerintah Desa Batu Merah dengan harapan warga bisa membangun kembali rumah dari sisa kebakaran itu namun hingga kini belum juga ada kejelasan.

Menurutnya, kendalanya karena masih terbatas pada izin untuk membangun, warga hingga kini masih menunggu informasi lanjut dari pemerintah Desa.

“  Kebutuhan paling mendesak bagi warga saat ini hanyalah pembangunan kembali rumah mereka meskipun hanya sebatas tenda,” ungkapnya.

Pantauan Saburomedia.com dilokasi kebakaran memang Nampak dipajang tanda larangan berupa peringatan untuk tidak melakukan aktifitas membangun di area itu, tanda larangan itu disampaikan oleh pemerintah kota Ambon, selain tanda larangan areal kebakaran juga dipasang garis polisi atau police line.

Belum diketahui pasti maksud dari pelarangan itu namun dari informasi yang diperoleh Saburomedia.com dari keterangan warga menyampaikan bahwa tanda larangan dan garis polisi yang dipasang di lokasi kebakaran dimaksudkan guna langkah investigasi dan olah TKP mengetahui sebab terjadinya kebakaran. (SM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *